Masjid adalah suatu tempat suci bagi umat Islam untuk melaksanakan ibadah dan kegiatan-kegiatan lainnya. Masjid berasal dari Bahasa Arab سجد-يسجد yang berarti sujud, kemudian membentuk kata مسجيد yang merupakan isim makan, yang artinya tempat untuk bersujud.
Masjid dikatakan sebagai pusat ibadah dan berkumpul kaum muslimin, seharusnya menjadi jantung yang hidup dan berdenyut dalam kehidupan umat Muslim. Namun, fenomena yang semakin umum adalah banyak masjid yang malah sepi dan ditinggalkan umatnya. Padahal Allah Swt memerintahkan kepada umat Islam untuk senantiasa memakmurkan masjid, sebagaimana yang disebutkan di dalam surat at-Taubah ayat 18:
إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسٰجِدَ اللّٰهِ مَنْ اٰمَنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَاَقَامَ الصَّلٰوةَ وَاٰتَى الزَّكٰوةَ وَلَمْ يَخْشَ اِلَّا اللّٰهَ ۗفَعَسٰٓى اُولٰۤىِٕكَ اَنْ يَّكُوْنُوْا مِنَ الْمُهْتَدِيْنَ
Artinya: “Sesungguhnya yang memakmurkan masjid-masjid Allah hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari Akhir, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain Allah. Maka mudah-mudahan mereka termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk.”
Makmur diambil dari kata يَعْمُرُ yang terdapat pada ayat tersebut. Kata يَعْمُرُ berasal dari kata عمر-يعمر yang artinya menghuni atau tinggal. Kata ini juga yang akan membentuk kata عُمُر yang artinya orang yang masih menghuni atau tinggal di dunia. Kata tersebut juga bisa membentuk kata عمران yang artinya peradaban.
Pada era Nabi, masjid bukan hanya menjadi tempat ibadah semata, tetapi digunakan sebagai pusat pendidikan, tempat diskusi untuk menyelesaikan permasalahan, dan masih banyak lainnya. Akan tetapi, di zaman yang serba modern ini, terkadang masjid hanya digunakan untuk tempat beribadah semata. Sehingga peran masjid yang ada di zaman Nabi sudah tidak ada lagi, padahal Allah senantiasa memerintahkan kepada hambanya untuk selalu memakmurkan masjid.
Faktor sosial memainkan peran besar dalam penurunan kehadiran masjid di kalangan umat Islam. Perubahan dalam struktur sosial, seperti urbanisasi yang pesat dan mobilitas yang tinggi telah mengubah dinamika umat Islam yang sering merasa kehilangan ikatan sosial yang kuat dan mengurangi motivasi untuk datang ke masjid. Kemudian, banyak masjid yang gagal menyesuaikan diri dengan kebutuhan sosial dan kebutuhan spiritual masyarakat modern, membuatnya kurang menarik bagi generasi muda.
Ditambah lagi dengan fasilitas yang diberikan masjid sangat kurang nyaman, seperti adanya pungutan liar oleh tukang parkir, pungutan yang sangat mahal jasa penitipan barang, dan lain sebagainya. Apalagi dengan imam yang sudah cukup tua dan bacaannya pun banyak yang salah, banyak yang enggan untuk beribadah di masjid.
Tak hanya itu, faktor ekonomi juga sangat berperan penting. Banyak masjid-masjid yang direnovasi menjadi masjid yang sangat mewah dengan meminta sumbangan dan menggunakan kotak amal sebagai “jalan ninja” untuk meraup uang. Di sisi lain, banyak juga oknum yang memanfaatkan hal tersebut menjadi ladang keuntungan bagi mereka yang mengambil uang dari kotak amal dengan label halal.
Tidak bisa dimungkiri bahwa faktor politik juga sangat berpengaruh bagi kemakmurannya sebuah masjid. Konflik dan ketegangan politik antarustaz atau imam masjid menyebabkan ketidakstabilan sosial yang membuat umat Muslim enggan menghadiri dan memakmurkan masjid, terutama ketika masjid tersebut menjadi perpecahan umat Islam hanya karena untuk mendapatkan kekuasaan dan amplop dari masjid tersebut.
Namun, di tengah hiruk piruk tantangan ini, ada juga harapan untuk bisa mengembalikan fungsi masjid menjadi lebih diminati masyarakat kembali. Dengan adanya sebuah gerakan dan langkah-langkah kreatif untuk mengatasi penurunan ini. Adanya inisiatif seperti program pembinaan spriritual, kegiatan sosial, bahkan memberikan makanan bagi mereka yang sering memakmurkan masjid.
Kemudian, masjid juga bisa mem-branding diri dengan adanya fasilitas-fasilitas yang lengkap dan serba teknologi akan jauh lebih diminati oleh kaum muslimin untuk datang ke masjid. Ditambah dengan imam yang suaranya merdu dan berpenampilan elok, akan lebih menarik bagi jemaah masjid. Setiap harinya di dalam masjid terdengar suara-suara murotal 30 juz yang dilantunkan oleh anak-anak yang memiliki suara merdu, hafal, dan fasih dalam membaca Al-Qur’an.
Dengan menerapkan dan memperjuangkan solusi-solusi ini secara berjamaah, diharapkan masjid dapat berfungsi dan dimakmurkan kembali oleh kaum Muslimin, serta masjid lebih relevan dan berdaya guna memenuhi kebutuhan spiritual, sosial, dan keagamaan umat Muslim di era modern ini.