Innalillahi wainnailaihi rajiun. Pada bulan suci Ramadan ini, umat Islam Indonesia kehilangan salah satu ulama besar, KH Ahmad Zuhdiannor. Ulama asal Banjarmasin, Kalimantan Selatan, ini wafat pada Sabtu, 2 Mei 2020, pukul 06.43 WIB, saat dirawat di RS Medistra Jakarta dalam usia 48 tahun.
KH Ahmad Zuhdiannor dirawat di RS Medistra karena didiagnosa mengalami kanker paru dengan diagnosis diferensial kanker kelenjar getah bening. Mendengar kabar duka ini, warga Kalimanatan Selatan pun berduka. Awan mendung disertai rintik hujan, tak menyurutkan keinginan ribuan warga untuk menyambut kedatangan dan mengikuti prosesi pemakaman ulama kharismatik ini pada Sabtu (2/5/2020) sore. Jenazah almarhum dimakamkan di pemakaman keluarga di belakang Masjid Jami Banjarmasin.
KH Ahmad Zuhdiannoor, yang punya sapaan akrab Guru Zuhdi, lahir di Alabio, Banjarmasin , pada 10 Februari 1972. Pada mulanya, ia belajar agama di rumah kepada ayahnya, KH Muhammad bin H Jaferi al-Banjari, pimpinan Pondok Pesantren Al Falah Banjabaru tahun 1986-1993. Selain berguru pada sang ayah, ia juga sempat menimba ilmu sebentar di Pondok Pesantren Al Falah Banjarbaru.
Namun, karena sering sakit-sakitan, ia berhenti mondok, dan melanjutkan pelajaran pada sang kakek di Alabio, KH Asli. Setelah kakeknya wafat, ia melanjutkan pengembaraan pendalaman ilmu kepada Muallim Syukur di Teluk Tiram, Banjarmasin. Terakhir, setelah Muallim wafat, Guru Zuhdi berguru kepada Syekh Muhammad Zaini bin Abdul Ghani yang lebih dikenal dengan nama Guru Sekumpul.
Semasa hidup, Guru Zuhdi dikenal sebagai wali tapi nyentrik. Beragam kisah kewalian Guru Zuhdi di antaranya pernah dituturkan beberapa muridnya. Salah satunya saat kedatangan Habib Abdullah Ba’alawy dari Yaman beberapa tahun lalu. Saat itu, Habib Abdullah Ba’alay disebut-sebut diutus langsung para wali dari Yaman untuk bersilaturahmi kepada wali asal Kalimantan, yakni Guru Zuhdi.
Diceritakan, saat mengikuti pengajian malam Minggu di Masjid Jami Banjarmasin yang diberikan Guru Zuhdi, Habib Abdullah Ba’alawy sempat menangis haru. Saat itu Habib Abdullah bercerita dirinya diutus langsung ke Banjarmasin oleh para wali dari Yaman. Para wali Yaman ini diutus langsung Nabi Muhammad SAW.
Kesempatan bertemu Guru Zuhdi itulah yang membuat Habib Abdullah menangis haru. Selama ini, para habib serta para wali dari beragam negara pernah sowan ke kediaman Guru Zuhdi di Banjarmasin. Mereka biasanya Sowan ke Guru Zuhdi dan selanjutnya berziarah ke makam Abah Guru Sekumpul.
Guru Zuhdi juga sering disebut sebagai kiai atau wali nyentrik lantaran caranya berdakwah cukup unik. Misalnya, selain rutin memberi pengajian di masjid atau pesantren, Guru Zuhdi ternyata akrab dengan beberapa klub sepakbola di Kalimantan Selatan, seperti Barito Putera. Guru Zuhdi juga aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan. Tentu, tujuannya untuk berdakwah. Bahkan, tak dinyana, tokoh yang menjadi Mutasyar Pengrus Wilayah Nahdlatul Ulama (NU) Kalimantan Selatan ini juga aktif menjadi anggota pemadam kebakaran di Banjarmasin.
Guru Zuhdi juga dikenal memiliki kepedulian tinggi dan selalu memikirkan kepentingan umat. Dalam masa pandemi Corona ini, misalnya, ia dengan tekun ikut menyadarkan masyarakat untuk memutus mata rantai penyebaran virus Corona.
Saat dibawa ke RS Medistra Jakarta, Guru Zuhdi juga menjalani pemeriksaan rapid tes virus Corona dan hasilnya negatif. Hingga saat-saat akhir hayatnya, Guru Zuhdi masih sempat berdoa agar virus Corona cepat berakhir dan seluruh dunia diselamatkan dari wabah Corona. Subhanallah. Semoga doa terakhir Guru Zuhdi terkabul.
Innalillahi wainnailai rajiun.Semoga seluruh amal ibadahnya diterima di sisi Allah. Amin.
ulamak besar tp saya nggak tahu beliau baru wafat, astaghfirullah…