Tafsir al-Tabari tentang keteraturan kosmos tetap relevan dikaji di era modern ini. Tafsirnya bisa mendorong manusia untuk tetap menjaga keteraturan alam.
Tafsir al-Tabari tentang keteraturan kosmos tersebut merupakan tafsiran atas Surat Yasin ayat 40. Surat Yasin sendiri merupakan salah satu surat yang sangat penting dalam Al-Qur’an. Surat ini sering kali disebut sebagai “jantung Al-Qur’an” karena kedalaman dan kompleksitas ajarannya.
Untuk ini, Rasulullah Saw bersabda, “Surat Yasin merupakan jantung Al-Qur’an. Dan siapa yang membaca Yasin akan diberikan pahala sama seperti 10 kali membaca Alquran,” (HR At-Tirmidzi dan Ad-Darimi).
Surat Yasin, Ayat 40, memang menonjol karena memuat penjelasan mendalam tentang keteraturan kosmos yang diciptakan oleh Allah. Ayat ini berbunyi:
مَا الْمَشْرِقُ وَمَا الْمَغْرِبُ ۗ لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۗ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Matahari tidak mungkin mengejar bulan, dan malam tidak bisa mendahului siang. Semuanya berada dalam orbitnya masing-masing.” (Q.S Yasin [36]: 40)
Dalam Tafsir al-Tabari, Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir al-Tabari memberikan penjelasan mendalam mengenai ayat ini. Dijelaskan bahwa ayat ini mencerminkan keteraturan kosmos yang sangat halus dan kompleks.
Tafsir al-Tabari adalah karya monumental yang mencakup penjelasan detail tentang setiap ayat dalam Al-Qur’an. Al-Tabari berusaha untuk menyajikan makna yang benar dan mendalam berdasarkan pemahaman klasik Islam.
Al-Tabari menjelaskan bahwa “Matahari tidak mungkin mengejar bulan” yang berarti menggambarkan keterpisahan jalur antara matahari dan bulan.
Hal tersebut mengindikasikan bahwa pergerakan kedua benda langit ini tidak saling bertabrakan atau saling mempengaruhi secara langsung.
Dalam konteks astronomi, ini merujuk pada orbit yang telah ditentukan dan sistem yang konsisten di mana matahari dan bulan beroperasi. Al-Tabari menegaskan bahwa sistem ini bukan suatu kebetulan, tetapi hasil dari perencanaan dan desain yang sangat teliti oleh Allah. (Al-Tabari, Abu Ja’far Muhammad ibn Jarir. Tafsir al-Tabari: Jami’ al-Bayan ‘an Ta’wil Ay al-Qur’an. Jilid 19. Dar al-Turath, 1987, hlm. 131-133).
Dalam astronomi modern, penjelasan ini sejalan dengan pemahaman kita tentang gerak planet dan bulan di dalam sistem tata surya. Matahari dan bulan memiliki jalur yang sangat teratur dalam sistem kosmos, dan pergerakannya diatur oleh hukum fisika yang telah diketahui, seperti hukum gravitasi dan orbit yang stabil. Ini mencerminkan prinsip keteraturan yang dikemukakan dalam tafsir al-Tabari.
Bagian ayat yang menyatakan “Malam tidak bisa mendahului siang” menekankan bahwa siklus malam dan siang mengikuti pola yang telah ditentukan dan tidak bisa diubah. Keteraturan ini menyiratkan adanya hukum yang tidak dapat dilanggar. Malam dan siang bergantian secara teratur sesuai dengan waktu dan posisi bumi terhadap matahari.
Dalam perspektif ilmiah, siklus malam dan siang adalah hasil dari rotasi bumi pada porosnya, yang berlangsung secara konsisten dan dapat diprediksi. Ini menegaskan prinsip keteraturan yang digambarkan dalam ayat, di mana siklus ini tidak dapat dipercepat atau diperlambat tanpa mengubah hukum fisika yang ada. Tafsir al-Tabari menekankan bahwa hukum ini ditetapkan oleh Allah dan menjaga keseimbangan dalam sistem waktu.
Pernyataan “Semuanya berada dalam orbitnya masing-masing” mencerminkan bahwa setiap elemen kosmos—baik itu matahari, bulan, atau benda langit lainnya—beroperasi dalam orbit yang telah ditetapkan. Al-Tabari menegaskan bahwa setiap elemen dalam alam semesta berfungsi dengan cara yang sangat teratur dan sesuai dengan hukum yang telah ditetapkan oleh Allah.
Dalam astronomi modern, konsep ini mencerminkan pemahaman tentang sistem tata surya dan galaksi, di mana setiap benda langit memiliki jalur orbit yang stabil dan dapat diprediksi. Ini menunjukkan betapa teraturnya struktur kosmos dan bagaimana semua elemen bekerja dalam harmoni untuk menjaga keseimbangan sistem.
Dalam konteks zaman modern, pemahaman tentang keteraturan kosmos yang diungkapkan dalam ayat ini dan tafsir al-Tabari menawarkan wawasan berharga tentang bagaimana kita dapat mengapresiasi sistem alam semesta. Di era di mana ilmu pengetahuan dan teknologi berkembang pesat, penafsiran ini membantu kita memahami bagaimana prinsip keteraturan dan keseimbangan dalam kosmos masih relevan.
Penelitian astronomi menunjukkan bahwa alam semesta beroperasi dengan prinsip yang sangat konsisten dan teratur. Misalnya, studi tentang hukum gravitasi, dinamika galaksi, dan struktur planet menunjukkan betapa teraturnya sistem kosmos. Penemuan ini sejalan dengan penjelasan al-Tabari bahwa semua elemen kosmos bekerja dalam harmoni yang telah ditetapkan oleh Allah.
Pemahaman ini juga mengajarkan kita untuk menghargai sistem yang bekerja dengan sempurna di sekitar kita. Dalam konteks lingkungan, misalnya, prinsip keteraturan ini menggarisbawahi pentingnya menjaga keseimbangan ekosistem yang rapuh. Kesadaran bahwa setiap elemen dalam sistem alam semesta berfungsi dalam harmoni dapat meningkatkan kesadaran kita akan tanggung jawab kita terhadap planet ini.
Tafsir al-Tabari atas Surat Yasin, Ayat 40, memberikan wawasan mendalam tentang keteraturan kosmos dan bagaimana setiap elemen dalam alam semesta berfungsi dalam harmoni yang telah ditetapkan oleh Allah. Penafsiran ini mencerminkan betapa cermat dan telitinya desain kosmos serta prinsip keteraturan yang melandasi pergerakan matahari, bulan, malam, dan siang.
Di era modern, pemahaman ini tetap relevan dan membantu kita menghargai keteraturan yang ada dalam alam semesta serta tanggung jawab kita untuk menjaga keseimbangan yang ada di sekitar kita.