Khadijah Al-Kubra, Kisah Keagungan Sejarah Istri Rasul

2,377 views

Kitab ini membahas tentang keutamaan Khadijah Al-Kubra sebagai istri Nabi Muhammad saw. Sebuah kitab yang cukup tipis, hanya 60 halaman, dengan judul Al-Busyra fi Manaqibi al-Sayyidah Khadijah Al-Kubra, yang berarti berita gembira atas sejarah Sayyidah Khadijah yang luar biasa.

Kitab ini ditulis oleh ulama yang sangat terkenal, yaitu Muhammad bin Alawi bin Maliki Al-Hasani. Ia berasal dari keluarga keturunan Sayyid, yang merupakan keturunan mulia yang bersambung secara langsung dengan Nabi Muhammad saw. Ia merupakan keturunan keluarga Al-Maliki Al-Hasani di Mekkah yang masyhur yang merupakan keturunan Rasulullah, melalui cucunya, Imam Al-Hasan bin Ali, RA.

Advertisements

Nama lengkapnya Khadijah binti Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab. Beliau lahir pada 555 M dan wafat 619 M. Masyarakat Quraisy menyebutnya tokoh masyarakat yang paling dihormati. Bertemu dengan keturunan Nabi saw pada kakeknya, Qushai, dari kabilah Quraisy. Sedangkan dari pihak ibu, Khadijah binti Zaidah bin Asham (dari Bani Amir) bin Luai bin Ghalib (hal. 9).

Sayyidah Khadijah dikenal sebagai perempuan terhormat, terlepas (terbebas) dari etika buruk meskipun Beliau lahir di tengah-tengah era jahiliyah (kebodohan). Memiliki akhlak yang mulia serta seorang peniaga yang sukses, jujur, dan memiliki harta yang melimpah. Sebelum menikah dengan Nabi Muhammad saw, Khadijah telah pernah menikah dengan dua lelaki, yaitu Hindun Abu Halah bin Zarah (dari Bani ‘Adi) dan ‘Atiq bin ‘Aidz bin Makhzum (dari Bani Quraisy) (hal. 21).

Menilik dari sejarah kenabian yang tidak mungkin diragukan lagi, Khadijah terpesona dengan akhlak Muhammad. Pada suatu waktu, Muhammad pergi berniaga dengan membawa harta Khadijah. Ditemani oleh Maisarah, pembantu Sayyidah Khadijah, Muhammad yang masih remaja pergi berniaga layaknya masyarakat Mekkah pada saat itu. Dari perjalanan perbiagaan tersebut, Maisarah menyaksikan hal-hal yang luar biasa yang timbul dari pribadi Muhammad. Hal itu kemudian diceritakan kepada Khadijah sehingga Beliau merasakan suatu kebenaran yang akan lahir dari pribadi Muhammad.

Pernikahan Muhammad-Khadijah

Ada beberapa sejarah yang dapat dijadikan rujukan terkait dengan prosesi perhikahan antara Nabi Muhammad saw dengan Sayyidah Khadijah. Salah satu versi menjelaskan bahwa Sayyidah Khadijah mengutus Nafisah binti Mun’yah untuk melamar Muhammad. Nafisah berkata,

“Apa yang menghalangimu untuk menikah?”
“Aku tidak memiliki apa-apa?” jawab Muhammad.
“Kalau ada yang melamarmu, kaya, cantik, dan berkepribadian mulia, bagaimana?”
“Siapa?”
“Dia adalah Sayyidah Khadijah.”

Mendengar nama Khadijah, Muhammad tidak perlu berpikir panjang dan menyetujuinya. Karena Beliau paham dan mengetahui siapa Khadijah yang memiliki sejarah agung di antara sebangsanya. Oleh sebab itu, dengan seketika Muhammad menyetujui lamaran tersebut. Meskipun sebenarnya masih ada versi lain terkait bagaimana pernikahan agung terjadi antara Muhammad dan Khadijah. Syeh Alawi Al-Maliki menjelaskan dengan saksama di dalam kitab Al-Busyra ini.

Begitu juga dengan maskawin yang terjadi dalam pernikahan agung ini. Ada yang mengatakan seserahan Nabi saw sebanyak 25 dirham. Ada juga yang mengatakan 20 baqrah saniyah. Dan ada lagi versi yang lainnya, yang dapat ditelusuri dalam kitab ini. Tidak perlu risau dengan perbedaan ini, karena menurut Syeh Alawi, pengarang kitab, dapat dirujuk sebagai sebuah kebenaran (fakanal kullu shadaqan) (hal. 20).

Wahyu Pertama Turun

Sayidah Khadijah mendampingi Rasulullah saw dengan penuh rasa cinta yang mendalam. Tidak pernah sekalipun dalam keluarga Nabi terjadi perselisihan. Hal ini diakui sendiri oleh Rasulullah saw bahwa Khadijah adalah segalanya dalam kebaikan dan keagungan. “Khadijah benar-benar merupakan hamba yang dicintai Allah, para malaikat, dan suaminya sendiri, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam.

Beliau menuturkan: “Sungguh, aku dikaruniai rasa cinta kepadanya“, sahih Muslim. Karena itu, setiap kali membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan Khadijah, Nabi selalu menjunjung kedudukannya dan berterima kasih atas pendampingannya selama ini.”

Pada saat Muhammad saw pertama kali menerima wahyu dari Allah swt melalui malaikat Jibril, detik itu jiwa Nabi saw dalam keadaan gundah. Setelah menerima wahyu yang dirasa sangat berat, Nabi saw pulang ke rumah dan berkata kepada istri tercinta, Sayyidah Khadijah, “Zammiluni… Zammiluni…, (selimuti aku… zslimuti aku…),” demikian Nabi saw berkata kepada Sayyidah Khadijah dengan tubuh gemetar dan raut wajah ketakutan.

Khadijah yang agung menenangkan Nabi dengan kalimat-kalimat yang sejuk dan mendamaikan. Khadijah melayani Nabi dengan penuh rasa cinta dan kasih yang paripurna. Begitulah Khadijah menjadi istri yang begitu sempurna. Tetap setia menjaga Nabi, suaminya yang mulia, meski dalam kondisi apapun. Khadijah adalah diskribsi kemuliaan seorang istri kepada suami yang paling mulia.

Kitab ini memang tipis, tetapi syarat dengan kebijakan seorang yang agung. Sayyidah Khadijah, sebagaimana digambarkan oleh Syeh Alawi Al-Maliki, adalah seorang wanita yang tumbuh di keluarga terhormat, memiliki perjalanan sejarah terpuji, memiliki akhlak yang mulia, sempurna akal dan pikirannya, cantik dan jelita dalam keutamaan, dan cerdas dalam segala urusan. Khadijah juga memiliki cita-cita yang agung, punya firasat yang kuat, pandangan yang cemerlang, dan pengetahuan yang mendalam (hal. 10).

Itulah sebagian sejarah agung dari istri seorang yang diagungkan. Khadijah adalah purna kesempurnaan istri yang memang diciptakan untuk menjadi pendamping Nabi Muhammad saw. Dan masih banyak lagi catatan keagungan dari kitab Al-Busyra ini. Tentu saja mencermati dan membaca kitab ini akan mendapat pencerahan tentang kebaikan dan keagungan seorang yang agung. Khadijah adalah wanita mulia yang diciptakan oleh Allah swt untuk menjadi pendamping seorang khairul basyar (manusia terbaik), yaitu Nabi Muhammad saw.

Wallahu A’lam bis-Showab! 

Data Kitab

Judul : Al-Busyra fi Manaqibi Sayyidah Khadijah Al-Kubra
Penulis : Ahmad bin Muhammad bin Alawi al-Maliki Al-Hasani
ISBN : —
Cetakan Pertama : 2020 / 1441
Penerbit : Hai’ah Ash-Shofwah Al-Malikiyyah – Surabaya

Multi-Page

Tinggalkan Balasan