“Al mautu roohatun. Kematian adalah istirahat,” begitu tutur KH M Sohibul Kahfi tatkala mengkaji sebuah kitab di depan santri-santrinya. Dan ucapan itu menjadi kenyataan tiga hari yang lalu. Menurut salah satu sumber, pada Selasa (14/7/2020) lalu, Kiai Sohibul terjatuh di kamar mandi, dan kemudian nyawanya tak tertolong.
Kepergiannya yang begitu mendadak meninggalkan duka mendalam bagi keluarga, seluruh santri, muhibbin, dan para takziyin. Salat jenazah pun dilaksanakan hingga berkali-kali sebagai bentuk penghormatan terakhir pada ulama yang sangat tawadhu ini. Banyak ulama dan habaib yang hadir mengiringkan jenazah beliau. Ketua PWNU Jawa Timur, KH Marzuki Mustamar, pun turut hadir dan mendoakan almarhum. Dan alam pun seolah ikut berduka, langit kota Malang diliputi mendung kesedihan seharian itu.
Ungkapan duka menghiasi media-media sosial ber-platform pesantren. Salah seorang Ketua PBNU, KH Robikin Emhas, yang merupakan alumnus pesantren yang diasuh Kiai Sohibul, juga turut mengungkapkan bela sungkawa melalui akun media sosial. Sutiaji, Wali Kota Malang yang juga pernah mengenyam pendidikan di pondok itu sampai menangis tatkala mengenang sosok Kiai Sohib. Wali Kota Malang itu dalam sambutannya menyatakan Kiai Sohib adalah sosok tawadhu, sedikit bicara, dan dedikasi dalam tindakannya begitu luar biasa.
Kedisiplinan Kiai yang juga dosen ini sangatlah tinggi. Di mata para santri, Kiai Sohib juga merupakan sosok lembut sekaligus tegas dan disiplin. Ketika berbicara dengan para santri, beliau selalu menggunakan bahasa kromo inggil, bahasa Jawa paling halus. Namun, sering ketika malam, beliau berdiri di samping gerbang pondok untuk memantau santri yang datang telat ke pondok.
Tidak hanya dari kalangan pesantren, ungkapan kesedihan juga disampaikan dari kalangan akademisi. Adalah Dr Sudirman, pejabat FMIPA Jurusan Matematika UM, dalam sambutannya menyampaikan bela sungkawa yang sedalam-dalamnya atas wafatnya KH Sohibul Kahfi. Bagi Sudirman, Kiai Sohibul Kahfi yang merupakan dosen matematika di kampus itu adalah sosok panutan, orang tua, sesepuh, sekaligus kolega yang penuh dedikasi dalam lembaga. Walaupun dalam kesehariannya beliau sibuk mengelola pesantren, tapi kewajibannya sebagai tenaga pengajar di UM tak pernah ditinggalkan.
Semasa hidup, Kiai Sohib menghabiskan waktunya sebagai kepala Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading Malang, Jawa Timur, salah satu pesantren tertua di Indonesia. Sebagai kepala pondok, tentu saja kesibukan beliau sangatlah banyak. Tidak hanya mengurus pondok, suami dari Nyai Dewi Aisyah ini juga ikut terjun langsung dalam mengisi pengajian serta mengajar di Madrasah Diniyah Matholiul Huda, madrasah diniyah yang berada dalam lingkup Pondok Gading.
Dalam hal mengajar, beliau sangatlah istiqomah. Sebagai kiai yang juga punya pekerjaan sebagai dosen di Universitas Negeri Malang, tentu saja waktunya banyak tersita untuk berkecimpung di kampus pusat pendidikan di kota Malang itu. Tapi setiap waktu duha pada Senin-Kamis, Kiai Sohib masih selalu istiqomah mengisi pengajian di kediamannya. Sebagian besar santri Pondok Gading adalah pelajar-mahasiswa, dan merama baru ke kampus atau sekolah di siang hari. Dan akibatnya pengajian di waktu duha yang diasuh oleh beliau hanya diikuti segelintir santri saja. Tapi sedikitnya santri yang ikut mengaji pada beliau itu tak pernah menyurutkan keistiqomahannya dalam mengajar.
Kitab yang diampu oleh Kiai Sohib mencakup banyak dimensi ilmu. Di masjid pesantren, beliau sering membalah kitab-kitab hadits seperti Tajridus Sorih, Mukhtarul Ahadits, Jawahirul Bukhari, dan kitab-kitab lainnya. Di kediaman beliau sendiri kitab-kitab yang diajarkan adalah kitab-kitab tasawuf seperti kitab Nashaihul Ibad, Nashaihud Diniyah, dan Minhajul Abidin. Selain itu, di madrasah diniyah, Kiai Sohib juga mengajar beberapa kelas dengan mata pelajaran yang berbeda-beda. Di antara pelajaran-pelajaran itu adalah mustalah hadits, ilmu falaq, dan mantiq. Itu adalah pengajian rutin yang beliau ampu di lingkup Pondok Gading. Jadwal mengaji di luar pesantren pun juga rutin beliau laksanakan. Kiai alim itu terkenal dengan penjelasannya yang sangat detail dalam setiap pengajian.
Semasa hidup, beliau sering berwasiat untuk menyiapkan bekal kematian dengan sebaik-baiknya. Memperbanyak amal serta memperbanyak ilmu yang diajarkan akan membuat istirahat di alam barzah terasa menenteramkan karena akan dihibur oleh banyak teman.
Ayah dari dua orang putri itu adalah salah satu motor penggerak kemajuan Pondok Gading. Kompleks bahasa serta Lembaga Kursus Bahasa Asing yang ada di pesantren di tengah kota Malang itu bisa terwujud tak lepas dari sentuhan tangan dan buah pikirannya. Beliau juga merupakan Direktur Lembaga Penerbitan Pondok Pesantren Miftahul Huda (LP3MH), sebuah lembaga penerbitan yang telah menghasilkan banyak buku pesantren.
Di antara buku hasil terbitan LP3MH adalah buku biografi mertua beliau, almaghfurlah KH Mohammad Yahya, seorang kiai kharismatis yang kewaliannya pernah dinyatakan oleh Kiai Hamid Pasuruan. Kiai Sohib juga menerbitkan banyak buku penuh hikmah hasil karangannya sendiri di LP3MH. Pendek kata, banyak sekali jasa-jasa kiai kelahiran 19 Februari 1959 ini khususnya di lingkungan Pondok Gading.
Kini, Pondok Gading telah ditinggalkan sosok agung bernama KH M Sohibul Kahfi itu. Sepeninggal beliau, pondok yang telah melahirkan banyak ulama ini diasuh oleh kedua kakak ipar beliau, yakni almaghfurlah KH Ahmad Arif Yahya dan KH M Baidhowi Muslih.
Akhir kata, sugeng tindak, selamat jalan, Kiai. Semoga kita semua bisa mengikuti jejak kebaikan-kebaikan beliau.