Kiai Zainal Musthafa dan Penjajah Jepang

Kiai Zainal Musthafa, Ulama-Pejuang dari Tasikmalaya

82 kali dibaca

Kiai Zainal Musthafa mengabdikan hidupnya sebagai ulama-pejuang kemerdekaan. Namanya diabadikan pahlawan nasional. Warisannya berupa salah satu pusat pendidikan terbesar di Jawa Barat.

Di masa penjajahan Jepang, Kiai Zainal Musthafa dikenal sebagai tokoh berpengaruh dalam usaha merebut kemerdekaan Indonesia, khususnya di daerah Tasikmalaya, Jawa Barat.

Advertisements

Dilahirkan pada tahun 1899 dengan nama Hudaemi, ia tumbuh sebagai ulama yang bersemangat dalam menentang penjajahan dan berjuang untuk kemerdekaan negara.

Setelah mengenyam pendidikan di berbagai pesantren, ia mendirikan serta memimpin Pesantren Sukamanah di Tasikmalaya. Pesantren ini kemudian menjadi salah satu pusat pendidikan Islam terkemuka di Jawa Barat.

Pada masa penjajahan Jepang, Kiai Zainal Musthafa terkenal karena keberaniannya menolak kebijakan penjajah yang mengharuskan rakyat Indonesia, terutama umat Islam, untuk melaksanakan Seikerei. Seikerei merupakan suatu bentuk penghormatan yang dilakukan dengan merunduk ke arah Kaisar Jepang di Tokyo. Sikap ini dianggap bertentangan dengan prinsip monoteisme dalam Islam.

Menurut Kiai Zainal Musthafa, perilaku itu merupakan tindakan syirik, karena menyerupai penghormatan kepada entitas selain Allah. Penolakan ini mencerminkan seberapa teguhnya Kiai Zainal Musthafa berpegang pada ajaran Islam dan dedikasinya dalam memperjuangkan kemerdekaan.

Tidak hanya dirinya, Kiai Zainal Musthafa juga mengajak para santrinya di Pesantren Sukamanah untuk menolak Seikerei. Pandangan ini membuatnya berada di pihak yang berbeda dari pemerintah Jepang yang saat itu sedang berusaha memperkuat kendalinya di Indonesia.

Menurut Kiai Zainal Musthafa, perjuangan melawan penjajah bukan sekadar tanggung jawab politik atau militer, melainkan juga merupakan sebuah kewajiban dalam agama. Menurutnya, perjuangan melawan penindasan merupakan suatu bentuk jihad, yaitu usaha di jalan Allah untuk mencapai keadilan dan kebebasan.

Kiai Zainal Musthafa memimpin perlawanan pada titik tertingginya tahun 1944, saat terjadi bentrokan antara tentara Jepang dan para santri di Pesantren Sukamanah.

Dalam pertikaian yang berlangsung di pesantren itu, Kiai Zainal Musthafa beserta para pengikutnya berdiri teguh dalam mempertahankan nilai-nilai mereka dengan penuh keberanian. Walaupun pada akhirnya perlawanan tersebut berhasil dihentikan oleh Jepang, semangat dan keberanian Kiai Zainal Musthafa masih tetap diingat oleh banyak orang.

Setelah pertempuran itu, Kiai Zainal Musthafa ditangkap oleh pasukan Jepang. Ia kemudian mengalami penyiksaan dan akhirnya dihukum mati pada 25 Oktober 1944. Walaupun hidupnya berakhir di tangan penjajah, semangat juangnya tetap menyala.

Bagi masyarakat Tasikmalaya dan umat Islam di Tanah Air, Kiai Zainal Musthafa selamanya akan diingat sebagai sosok pahlawan yang berjuang tidak hanya untuk kemerdekaan negara, tetapi juga untuk menjaga akidah Islam. Pengorbanannya menjadi sumber inspirasi bagi banyak individu untuk tetap berjuang melawan penjajahan, baik dalam aspek fisik maupun dalam ranah ideologi.

Dampak Kiai Zainal Musthafa terhadap perjuangan bangsa sangatlah signifikan dan tidak dapat diabaikan. Ia merupakan teladan konkret tentang bagaimana seorang ulama bisa menjadi pemimpin dalam usaha fisik dan spiritual. Penolakan terhadap Seikerei bukan sekadar aksi menentang kebijakan Jepang, melainkan juga sebagai upaya untuk menegaskan bahwa agama Islam harus dipertahankan dari segala macam penghinaan.

Dengan semangat dan keteguhan yang dimiliki, Kiai Zainal Musthafa memperlihatkan bahwa agama dan cinta tanah air dapat berjalan seiring dalam upaya melawan penjajahan.

Selain dikenal sebagai ulama dan pejuang, Kiai Zainal Musthafa juga diingat sebagai seorang pendidik yang menanamkan semangat beragama yang kokoh pada generasi muda. Pesantren Sukamanah, yang didirikannya, berfungsi sebagai lokasi di mana ajaran-ajaran Islam dan semangat kebangsaan disampaikan dengan tegas.

Pesantren tersebut tidak hanya menghasilkan santri-santri yang pandai dalam pengetahuan agama, tetapi juga para pejuang yang siap berjuang demi membela tanah air dan negara.

Pada tahun 1972, pemerintah Indonesia menganugerahkan gelar tertinggi kepada Kiai Zainal Musthafa dengan penetapannya sebagai Pahlawan Nasional. Penghargaan ini tidak hanya menghargai keberanian fisik yang ditunjukkannya dalam melawan penjajah, tetapi juga memberikan penghormatan kepada perannya dalam melestarikan nilai-nilai agama di tengah tantangan penjajahan.

Kiai Zainal Musthafa adalah contoh yang menunjukkan bagaimana seorang ulama dapat menjalankan peran ganda sebagai pemimpin rohani sekaligus aktivis dalam perjuangan bangsa.

Saat ini, legado perjuangan Kiai Zainal Musthafa tetap mengalir dalam sanubari masyarakat Indonesia. Ketekunan dan keberaniannya dalam melawan penjajah telah menjadi sumber motivasi bagi banyak orang, terutama di lingkungan pesantren.

Ia telah membuktikan bahwa perjuangan melawan penindasan tidak hanya dilakukan melalui kekerasan, tetapi juga melalui semangat spiritual yang mendalam dan dedikasi terhadap kebenaran. Usahanya menjadi lambang bahwa kebebasan dan kemerdekaan merupakan hak setiap bangsa, yang harus diperjuangkan dengan semangat dan keberanian yang tinggi.

Temanggung, September 2024.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan