Kitab tafsir Nsantara adalah khazanah keilmuan yang harus senantiasa terpelihara. Di Indonesia sudah banyak produk-produk tafsir yang ditulis menggunakan Bahasa Indonesia bahkan bahasa daerah.
Banyaknya tafsir Al-Qur’an dalam Bahasa Indonesia dan bahasa daerah merupakan warisan dan bahan untuk pembuktian bahwa tafsir Nusantara juga bisa eksis di khazanah keilmuan Islam.
Jika Tafsir al-Misbah adalah tafsir Nusantara yang elok dalam Bahasa Indonesia dan Tafsir al-Iklil dalam Bahasa Jawa, maka di tatar Sunda unda ada kitab tafsir Ayat Suci Lenyepaneun yang tidak kalah eksis dan fenomenal. Ia karya Mohammad Emon Hasim.
Biografi Moh E Hasim
Mohammad Emon Hasim atau yang lebih dikenal dengan Moh E Hasim lahir pada 15 Agustus 1916 di Kampung Bangbayung Kidul, Desa Cieurih, Kecamatan Cipaku, Ciamis, Jawa Barat. Hasim merupakan seorang guru dan penulis tafsir yang dikenal sebagai sosok yang baik, dermawan, dan berpengetahuan luas.
Ia memulai pendidikan formal dengan mengikuti sekolah desa selama tiga tahun, Schakelschool Muhammadiyah, HIS yang kemudian dilanjutkan ke Mulo. Selama sekolah, ia mempelajari banyak bahasa seperti Belanda, Inggris, dan Arab lewat buku-buku dan pertemanan.
Karena kepandaiannya dalam bahsa Inggris, Hasim pernah mengajar bahasa Inggris di SMP, SMA, IKIP Bandung, dan SAKTA yang diselenggarakan oleh Dawatan Kerta Api (PT KAI sekarang). Selain itu, ia juga mengajar kursus Bahasa Inggris bagi pelajar-pelajar yang akan menempuh ujian di sekolah Pitman Collage, London. Dia juga menulis buku pelajaran Bahasa Inggris Tingkat Dasar, Menengah, dan Lanjutan. Serta menjabat ketua Ranting Muhammadiyah Cicendo.
Setelah pensiun, ia kemudian kembali mempelajari agama dan Bahasa Arab dan menulis berbagai buku seperti Grammer dan Exercise Elementary Grande, Hadis Penting Papadang Ati, Khutbah Shalat Juma’ah, dan masih banyak lagi lainnya termasuk tafsir Ayat Suci Lenyepaneun.
Moh E Hasim meninggal dunia pada usia 93 tahun di Rumah Sakit Hasan Sadikin pada hari Minggu, 9 Mei 2009. Ia kemudian dimakamkan di Pemakaman Sirnaraga, Bandung Jawa Barat.
Tafsir Ayat Suci Lenyeupanen
Tafsir dengan nama Ayat Suci Lenyepaneun ini adalah kitab tafsir lima belas jilid yang menjelaskan makna dan kandungan ayat Al-Qur’an secara lengkap 30 juz dengan menggunakan Bahasa Sunda. Tafsir ini di tulis oleh ulama Nusantara yang masyhur di kalangan masyarakat Sunda, Moh E Hasim. Lenyepaneun sendiri berarti sesuatu yang didalami atau diresapi.
Tafsir Bahasa Sunda ini cukup digemari masyarakat terutama masyarakat Sunda karena gaya sastra dan Bahasa Sunda-nya yang sangat kental. Kitab tafsir ini menggunakan metode tahlili, di mana tiap ayat Al-Qur’an dianalisis dan dijelaskan secara mendalam. Sumber penafsiran pada kitab ini didominasi oleh sumber al-ra’yu atau pemikiran dan pendapat mufasir.
Tafsir ini merupakan tafsir kontemporer yang ditulis pada tahun 1986 M-1989 M. Tak heran jika corak yang dipakai pada tafsir ini adalah corak adabi wa al-ijtima’i atau sastra dan sosial kemasyarakatan. Kitab ini mudah diterima oleh masyarakat karena penafsirannya yang kerap kali menjadi problem solving dan merespons kebutuhan masyarakat kontemporer.
Bahasa yang digunakan oleh Moh E Hasim adalah Bahasa Sunda lancaran (sehari-hari) sehingga mudah dipahami oleh masyarakat Sunda pada umumnya. Meskipun demikian, Hasim tetap memberikan keterangan tambahan atas kata-kata yang digunakan pada bagian akhir kitab ini.
Selain itu, keindahan sastra dan bahasa yang digunakan Moh E Hasim juga sangat beragam, mulai dari babasan (ungkapan), paribasa (peribahasa), dan kecap-kecapan (kata-kata) menjadi karakteristik unik tafsir ini.
Latar belakang penyusunan tafsir Ayat Suci Lenyepaneun ini menurut Hasim didorong oleh beberapa faktor, di antaranya adalah kurang puasnya Hasim atas tafsir-tafsir yang sudah ada sebelumnya, keadaan masyarakat sunda yang mayoritasnya tidak memahami Bahasa Arab, dan untuk memperkaya serta melestarikan bahasa nenek moyang.
Hasim juga kerap kali memikirkan kontekstualisasi ayat dengan kondisi zaman yang semakin modern ini. Sehingga ketika ia sudah menemukan pemahaman atas ayat-ayat tersebut dan relevansinya dengan zaman saat ini, ia langsung mengungkapkannya dengan kalimat yang sesuai dan mudah diresapi maknanya di dalam hati.
Sistematika pembahasan pada tafsir ini juga cukup unik. Hasim mengawali pembahasan dengan mencantumkan ayat (biasanya satu ayat) yang akan dibahas berikut transliterasi dan terjemahannya. Kemudian keterangan dan maksud dari kata-demi kata dari ayat tersebut.
Lebih lanjut Hasim kemudian menjelaskan pemahamannya atas ayat tersebut. Jika yang ditafsirkan membutuhkan penjelaskan yang panjang, Hasim biasanya membagi penafsirannya pada beberapa pembahasan pokok kemudian menjelaskannya secara runtut.
Lenyepaneun telah memperkaya khazanah keilmuan Islam di Nusantara, khususnya di bidang tafsir Al-Qur’an.