Wajah muram Senja langsung terlihat jelas ketika ibu gurunya menyuruh menghapus hasil pekerjaannya di buku lembar siswa yang tadi malam dia kerjakan.
“Senja, Ibu belum menyuruh kamu mengerjakan ini, pasti ini dikerjakan mama kamu ya! Ayo hapus dan kerjakan ulang!”
Senja hanya bisa terdiam sambal berusaha menahan air matanya agar tidak menetes. Tak ada keberanian untuk menjelaskan kalau itu hasil pekerjaannya tadi malam. Semula dia pikir tidak masalah kalau dia belajar dan mengerjakan soal sebelum ibu gurunya menerangkan dan memintanya mengisi soal. Ternyata salah, dan malah membuat ibu gurunya tidak senang.
Sesosok malaikat yang melihat Senja hendak menangis, terketuk juga hatinya. Dia sama sekali tak mengerti kenapa ibu gurunya tidak merasa bangga melihat anak didiknya lebih dulu mengerjakan soal tanpa dia minta. Bukankah itu bagus, kalau anak sudah menyadari kalau belajar itu kewajiban yang harus dijalani tanpa diminta.
Lalu malaikat itu turun dan memasuki ruang kelas satu tempat Senja belajar. Dia menjelma menjadi kupu-kupu. Tidak hanya satu tapi menjelma menjadi puluhan kupu-kupu yang indah dengan aneka warna dan memancarkan cahaya. Senja dan anak-anak lainnya langsung bersorak, mereka nampak begitu takjub melihat kupu-kupu indah dan berkilauan cahaya yang baru kali ini dilihatnya.
Kupu-kupu itu terbang keluar dan anak-anak pun mengikuti sambil tetap bersorak. Ibu guru sebenarnya ingin melarang dan memintanya duduk kembali tapi kata-kata yang ingin diucapkannya tersekat ditenggorokan, dan kakinya pun terasa berat untuk melangkah. Terpaksa dia hanya bisa melihat anak muridya berhamburan keluar mengejar kupu-kupu.
Lalu kupu-kupu itu tiba-tiba hilang dan kembali menjelma malaikat yang tidak bisa dilhat anak-anak. Rupanya sayapnya tersangkut di pohon pinus dan membuatnya tergantung dengan kepala di bawah. Dan anak-anak pun keheranan melihat kupu-kupu yang dikejarnya lenyap. Namun setelah dipastikan bahwa kupu-kupu itu benar-benar tak ada lagi, mereka pun kembali masuk kelas sambil masing-masing bercerita tentang keindahan kupu-kupu itu.
“Kupu-kupu yang warnanya merah, kuning dan hijau itu yang paling indah, seperti pelangi, semoga besok dia muncul lagi!” ujar Novi dengan mata berbinar-binar.
“Iya, Jeni juga ingin kupu-kupu yang warna merah datang lagi, warna merah itu warna kesukaaan Jeni!” timpal Jeni.
“Kamu tadi lihat nggak kupu-kupu yang warnanya kuning dan biru, cahayanya pun menjadi kuning dan biru loh, itu yang paling bagus!” Jonathan terdengar juga suaranya.
“Iya bener! Bagus banget itu, saya juga suka!” Riko sependapat.
“Kupu-kupu itu indah ya, padahal dia itu berasal dari ulat loh!” ujar Senja pada melati teman sebangkunya.
“Ah masa sih! Ulat kan jijik kok bisa jadi kupu-kupu yang indah?”
“Iya memang begitu, itu namanya metamorfosis, Senja baca di buku kelas lima sih!”
Ibu guru mendengar percakapan Senja, dan langsung menyadari kekeliruannya dalam menyikapi Senja yang sudah mengisi soal di buku lembar kerja siswa. Lalu dia pun menghampiri Senja yang sudah duduk bersama Melati.
“Senja, mana tadi buku yang sudah kamu isi? Belum dihapus kan?”
“Oh belum bu! Tadi mau dihapus ada kupu-kupu!”
“Ya sudah jangan dihapus, nanti kumpulkan bareng yang lainnya ya! Sekarang kamu membaca halaman berikutnya saja!”
“Iya bu!” ucap Senja dengan mata berbinar dan senyum mengembang.
Malaikat yang sayapnya masih tersangkut di pohon pinus nampak terharu melihat mata Senja kembali berbinar, sehingga mata malaikat yang bening seperti mata bayi itu pun terlihat digenangi air mata.
***
Baru saja malaikat itu berhasil melepaskan jeratan pohon pinus, telingganya langsung menangkap suara orang mengucapkan istighfar berulang-ulang dengan nada kesal. Rasa penasaran menuntunnya mendekati sumber suara, ternyata berasal dari ruangan kelas satu C yang ada di pojok. Dari balik kaca jendela malaikat itu melihat Budi sedang diajari menulis bagus oleh ibu gurunya. Tapi tulisan Budi tetap saja berantakan.
“Ayo Budi masa nggak bisa, teman-teman kamu saja bisa!” ujar ibu gurunya.
Budi hanya bisa terdiam menunduk sambil tangannya menggenggam pensil yang ia gores-goreskan ke bukunya. Dia berusaha kembali membuat tulisan bagus, namun masih saja dianggap gagal. Malaikat yang melihat itu kembali mengelus dada. Dia sama sekali tak mengerti kenapa ibu guru itu harus membanding-bandingkan, harusnya dia paham Tuhan menciptakan manusia dengan potensi beragam. Budi memang memiliki kelemahan dalam kemampuan menulis, tapi dia sudah mampu membaca dan berhitung dengan baik. Seharusnya kelemahannya itu tidak dibuat untuk membuatnya mengutuk diri atas ketidakmampuannya.
Kemudian malaikat itu mendekati Budi dan berbisik, “Hey Budi, dulu juga kamu nggak bisa membaca dan berhitung, tapi sekarang kamu sudah pandai kan! Nanti juga kamu akan bisa menulis bagus kalau terus dilatih!” kata-kata yang dibisikkan malaikat itu langsung terbersit dalam pikiran Budi, hingga muncul keyakinan kalau dia juga bisa menulis dengan bagus seperti teman-temannya.
Malaikat senang melihat Budi menjadi optimis. Namun dia merasakan kebosanan pada anak-anak berada dalam kelas, lalu dia pun kembali menjadi kupu-kupu yang beraneka warna dan berkilauan cahaya. Anak-anak langsung bersorak dan ibu gurunya pun terlihat takjub. Mereka ikutan berlari keluar mengejar kupu-kupu yang terbang menuju taman.
“Ayo ambil dulu bukunya, kita belajarnya di luar saja!” ujar bu guru beberapa kali.
Anak-anak pun dengan riang mengambil bukunya dan kembali ke taman. Mereka langsung duduk bersila sambil matanya sesekali melirik pada kupu-kupu yang hinggap pada bunga-bunga. Kupu-kupu itu seperti sengaja menemani anak-anak belajar, namun ketika anak-anak fokus pada belajarnya, kupu-kupu itu hilang satu-satu hingga anak-anak pun menerka kalau kupu-kupu itu sudah terbang entah ke mana.
***
Baru saja hendak pulang ke langit, malaikat itu dikejutkan suara orang menggebrak meja. Tanpa pikir panjang dia bergegas menuju sumber suara itu yang berasal di kelas enam. Dan sesampainya di sana malaikat itu hanya terdiam di pintu masuk. Dilihatnya Pak Khodir sedang berusaha menertibkan anak-anak yang menjadi sumber rusuh. Namun anak yang menjadi biang rusuh malah terlihat cengengesan.
“Tenang saja, dia hanya bisa menggebrak meja, nggak mungkin berani nampar. Kalau berani nanti aku laporkan bapakku, biar dilaporkan ke polisi. Saudaraku saja ada yang dilempar penghapus sama Bapakku dilaporkan!” ujar Sobri dengan nada berbisik ke pada Amrul, teman sebangkunya.
Malaikat itu tahu kalau Sobri anak yang sok jago. Dia akan merasa hebat kalau ada anak yang takut padanya. Dia suka malak sama adik-adik kelasnya. Kepada guru pun berani melawan, bahkan dia suka mencuri juga. Sebagai mana juga bapaknya yang sok jago, merasa hebat kalau ditakuti, dengan petentang-petenteng dia minta uang keamanan pada pedagang-pedagang di trotoar, minta uang koordinasi bila ada pembangunan jalan atau renovasi sekolah.
Malaikat memahami kesulitan Pak Khodir yang harus mendidik anak yang oleh orang tuanya sendiri tidak dididik bahkan malah dirusak. Dia melihat Pak Khodir beberapa kali nampak menghela napas untuk meredakan kekesalannya. Lalu malaikat itu pun mencoba kembali menjadi kupu-kupu agar Pak Khodir tidak terlalu stress.
Melihat ada kupu-kupu yang indah warnananya dan berkilauan cahaya, seisi kelas lagsung terpukau. Mereka terdiam tanpa bisa berkata apa-apa. Sampai kupu-kupu itu terbang keluar dan menjauh pun mereka masih terlihat tertegun, seakan tak percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya.
“Kupu-kupu tadi begitu indah bukan, kita semua terpukau keindahannya, tapi ketika dia masih menjadi ulat, apakah kita terpukau atau malah jijik? Kita juga begitu, yang sudah menjadi kupu-kupu akan terlihat indah dan yang masih menjadi ulat semoga dengan cepet berubah menjadi kupu-kupu!” ujar Pak Khodir dengan nada lembut.
Anak-anak terlihat manggut-manggut mendengar ucapan Pak Khodir, tapi tidak dengan Sobri. Dia terlihat kesal, “Sialan! Aku dibilang ulat, awas aku akan laporkan ke bapak, biar tahu rasa!” Sobri menggerutu dalam benaknya.
Malaikat yang mampu mendengar gerutuan Sobri, memutuskan untuk tidak jadi pulang. Dia akan menemani Pak Khodir untuk menghadapi orang yang merasa paling ditakuti itu datang dan menghunuskan ancamannya untuk mendapatkan uang.