Matinya Kepakaran: Ketika Semua Orang Jadi Sok Tahu

276 kali dibaca

Seorang jurnalis sekaligus sastrawan asal Belanda bernama Bre Renda pernah mengungkapkan kalimat yang cukup menyentil, ”Sekarang, kalau di stadion ada 50 ribu penonton sepakbola, maka sebanyak 50 ribu itu pakar sepakbola. Semua bisa bikin opini dan menyebarluaskannya.”

Apa yang diungkapkan Bre Renda tersebut hendak menyentil kondisi orang-orang modern yang terjangkiti gejala “sok tahu” untuk mengomentari apapun yang terjadi.

Advertisements

Brenda mengibaratkan bahwa riwayat orang-orang sok tahu layaknya tim sepak bola dan supporter. Taruhlah misal, jika ada satu pemain yang gagal mengeksekusi penalti, maka seluruh supporter akan kesal dan langsung menuding dengan hujaman semisal, “Ah, seharusnya tadi agak melenceng kiri nendangnya. Waduh, semestinya langsung lurus aja biar gol. Nah harusnya pakai tipuan kayak Lionel Messi, blablabla.”

Coba lihat keadaan itu, semua orang mendadak satu padu menjadi ahli sepak bola. Padahal andaikan posisinya diganti, pun belum tentu mereka-mereka yang sibuk memberi komentar mampu menendang bola dengan baik.

Tom Nichols, seorang mantan profesor dari U.S. Naval War College pada 2017 menulis buku yang cukup fenomenal dengan judul The Death of Expertise (terj: Matinya Kepakaran). Buku yang ditulis Tom menitikberatkan pada kondisi yang sedang melanda Amerika kala itu. Di mana ia menyadari satu fenomena yang timpang antara orang awam dengan para ahli (expert) dalam membicarakan sebuah topik.

Misalnya, pada saat para dokter ahli sudah mengimbau untuk pemberian vaksin campak. Justru banyak masyarakat Amerika lebih percaya pada influencer media sosial yang ngonten, sebaiknya orang Amerika enggan untuk disuntik vaksin. Sebab mereka bilang bahwa vaksin itu tak akan mencegah campak, namun justru akan menambah penyakit lain.

Kondisi semacam itu bisa kita amati di Indonesia kala negeri ini dihantam oleh pandemi Covid-19. Anjuran untuk mengenakan masker, tidak menghimpun massa, hingga rajin mencuci tangan pun tak dihiraukan oleh orang awam. Alasan mereka menolak imbauan pakar (baca: dokter) kian beragam. Di satu sisi ada yang menganggap bahwa covid adalah makhluk Tuhan sehingga tak perlu ditakuti, pendek kata siapa yang beriman dan tidak bermasker, akan terhindar dari Covid. Di satu sisi yang lain menolak keras-keras dan menganggap bahwa Covid-19 hanyalah sebuah konspirasi para elit dunia, orang Indonesia tak perlu takut akan hal itu.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan