Jumat malam, 1 Desember 2023, penulis nonton Festival Silat Tematik di Gedung Art Center Kabupaten Garut, Jawa Barat. Kegiatan ini merupakan bagian dari Festival Kabuyutan yang diselenggarakan selama tiga hari, dari tanggal 1 sampai 3 Desember 2023. Festival ini diselenggarakan oleh Makara Art Center UI (MAC-UI) bekerja sama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) dan Dewan Kebudayaan Kabupaten Garut (DKKG)
Semula penulis bingung, apa yang dimaksud dengan silat tematik. Setelah menyaksikan, penulis baru paham, bahwa silat tematik adalah pertunjukan silat yang dipadu dengan musik, tari, dan cerita legenda dan sejarah lokal Garut.
Ada delapan peserta yang tampil malam itu. Mereka berasal dari beberapa sanggar seni dan pedepokan silat yang ada di Garut. Tema yang diambil, di antaranya kisah tentang legenda Nyi Endit (terjadinya danau Situ Bagendit), Prabu Kian Santang, dan Raja Siliwangi. Masing-masing peserta tampil dengan durasi 15 sampai 20 menit.
Meski mayoritas (hampir 70%) bobot penilaian berada pada aspek gerakan, namun penampilan para peserta cukup menarik dan kreatif. Ada peserta yang memasukkan unsur musik modern (drum dan gitar) yang dikolaborasikan dengan gendang, siter, dan suling serunai untuk mengiringi gerakan silat. Ada juga yang menyisipkan adegan adu domba garut menggunakan replika domba seperti barongsai.
Ada beberapa hal menarik dari festival silat tematik ini. Pertama, peserta tidak hanya dari kalangan remaja dan dewasa, tetapi juga anak-anak. Bahkan, ada anak yang berusia di bawah sepuluh tahun yang memiliki gerakan silat sangat bagus. Mereka bermain bersama dalam satu tim, bukan dalam katagori yang terpisah. Seperti terlihat pada seorang bocah yang memerankan Kian Santang kecil yang sedang digembleng oleh seorang resi mengenai ilmu bela diri dan keutamaan hidup.
Kedua, festival ini tidak memilah katagori lelaki dan perempuan. Sebagaimana halnya dengan anak-anak, para perempuan dapat bermain dalam satu grup dengan lelaki. Bahkan, dalam adegan silat terjadi pertarungan langsung antara pendekar lelaki dan perempuan. Inilah yang membuat festival silat ini menjadi pertunjukan seni yang sangat menarik. Di sini silat tidak semata-mata dinilai dari gerakan yang berbasis kekuatan fisik, sehingga harus dipisahkan secara gender, tetapi pada dimensi estetik yang lintas gender.