Menggali Inspirasi dari Tafsir At Tabari

167 views

Abu Ja’far Muhammad bin Jarir bin Yazid bin Katsir bin Ghalib al-Thabary atau yang lebih populer disebut Ibnu Jarir At-Thabary merupakan salah satu ulama yang memiliki karya tafsir termasyhur. Di antara karya yang terkenal dari Ibnu Jarir At-Thabary diberi nama Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an. Kitab ini ditulis oleh At Thabary pada akhir abad ketiga hijriah.

Apabila ditinjau dari namanya, Ja’mi’ al-Bayan fi Tafsir al-Quran memuat pendapat-pendapat ulama terdahulu terakait ilmu tafsir, yang dapat diidentifikasi dari kata ja’mi’ yang berarti kumpulan dan al-bayan yang berarti penjelasan. Maka, dalam kitab ini, Ibnu Jarir At-Thabary berusaha mengkolaborasikan pendapat-pendapat ulama terdahulu dengan pemikirannya.

Advertisements

Nama Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an karya Ibnu Jarir At-Thabary juga biasa disebut Jami’ al-Bayan ‘an Tawili Ayi al-Quran. Dalam konteks ini, antara “tafsir” dan “takwil” mempunyai arti yang sama. Namun jika ditinjau dari ilmu pengetahuan yang berkembang sekarang, keduanya memiliki perbedaan.

Kata “tafsir” diartikan sebagai kegiatan menyingkap, menjelaskan, dan mengungkapkan makna logis dengan memakai rujukan tertulis. Sedangkan, kata “takwil” sendiri menggunakan metode metaforis untuk memahami ayat Al-Qur’an. Akan tetapi, pada masa At Thabary belum ada perbedaan antara kata tafsir dan takwil, sehingga menjadikan dua kata tersebut mempunyai pemaknaan yang sama.

Tafsir Tertua

Menjadi sebuah keistimewaan dari Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an adalah menjadi salah satu tafsir tertua yang masih dapat diakses secara lengkap hingga sekarang. Meskipun begitu, terdapat beberapa tafsir sebelum tafsir karya At Tabari yang menjadi rujukan di masanya. Menjadi puncak dari kajian tafsir sendiri adalah masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, di mana metode tafsir yang dipakai telah mengalami kodifikasi bersama kitab hadits.

Hal inilah yang menjadikan kitab tafsir karangan At Tabari ini masih dapat dilihat dan dibaca secara utuh hingga sekarang. Beberapa masalah dalam pemahaman maksud Al-Qur’an dapat terpecahkan dengan adanya karya At Tabari ini. Di sini kita dapat melihat bagaimana usaha Ibnu Jarir At-Thabary untuk melakukan penelitian yang mendalam pada karya sastranya, sehingga menjadi rujukan pada setiap masalah di sepanjang zaman.

Maka menjadi syarat dalam membukukan karya adalah mempunyai niat yang serius dan usaha maksimal pada karya tersebut. Yang nantinya menjadi harapan, karya tersebut akan tetap abadi dan menyelesaikan persoalan di sepanjang zamannya.

Kebahasaan Tafsir At Thabary

Tafsir Jami’ al-Bayan fi Tafsir al-Qur’an juga mengandung keistimewaan lain berupa lengkapnya isnad, yaitu silsilah periwayatan. Meskipun, di satu sisi, isnad-isnad yang dicantumkan oleh At Thabari sering dipertanyakan oleh kaum intelektual.

Misalnya dari sisi kehati-hatian, At Tabari dinilai kurang hati-hati dalam menerima isnad yang berasal dari tradisi dan kaum nonmuslim. Hal ini dapat dilihat dari nihilnya pencantuman latar belakang dan kapasitas isnad itu sendiri, sehingga dapat memunculkan kebingungan. Lebih sering, At Tabari mendiamkan isnad tersebut tanpa melakukan penjelasan.

At Tabari menganggap bahwa kalangan akademisi tidak akan terjebak dengan sistem periwayatan demikian. Kalangan akademisi sudah dilatih untuk berpikir mendalam, sehingga dirinya mampu menggali unsur-unsur periwayatan secara mandiri dan terstruktur.

At Tabari menganggap seorang pembelajar sebagai satu kesatuan dari ilmu. Sehingga di mana pun tempatnya, dirinya akan terbiasa untuk belajar dan berpikir mendalam akan semua hal. Sehingga At Tabari menganggap persoalan telaah isnad menjadi masalah kecil, dan mampu diselesaikan sendiri oleh pembaca, sekaligus pembaca dapat menyelami latar belakang dari tiap tokoh yang telah melakukan periwayatan.

Akan tetapi, akan terjadi masalah apabila pembaca berasal dari kaum awam; akan membutuhkan lebih banyak waktu untuk memahami hal tersebut. Sehingga orang awam perlu ditunjukkan sumber-sumber lain yang merujuk pada isnad yang berasal dari non-Islam. Orang yang baru belajar mengenai periwayatan, memerlukan sosok pendamping seperti guru sehingga tidak tersesat dalam menapaki setiap alur periwayatan yang ada.

Muhammad Quraish Shihab yang merupakan pakar tafsir di Indonesia menyoroti Tafsir At Tabari dari kebahasaan yang digunakan. Muhammad Quraish Shihab menjelaskan jika kebahasaan yang digunakan oleh mufassir klasik memiliki dua kelemahan. Dua kelemahan tersebut, menjadi pelajaran bagi mufassir di masa selanjutnya untuk lebih memperkecil area kelemahan dan melengkapinya menjadi susunan yang mengagumkan.

Pertama, uraian penjelasan yang bertele-tele, sehingga mengaburkan makna sebenarnya yang ingin dijelaskan oleh mufassir itu sendiri. Penjelasan dari setiap topik begitu panjang dan tidak terfokus secara rinci, sehingga pembaca terkadang tidak mampu menangkap maksud topik tersebut.

Kedua, kronologis dari turunnya ayat terutama ayat hukum terabaikan, terutama pada hal nasikh-mansukh yang nantinya akan berakibat secara langsung pada kebingungan masa turunnya ayat. Faktor historis ini harus dicari dalam literatur lain yang membahas tentang satu permasalahan khusus tentang nasikh-mansukh.

Di sisi lain, ciri kebahasaan yang digunakan oleh mufassir klasik memiliki tiga kelebihan. Pertama, sangat ditekankan pemahaman Al-Qur’an yang bersifat mendalam didasarkan pada latar belakang turunnya ayat tersebut. Proses pemahaman ini sangat penting, yang disiasati oleh para mufassir dengan penjelasan yang panjang. Sehingga urut-urutan peristiwa dari awal hingga akhir tercerna semuanya oleh para pembaca.

Kedua, pesan-pesan yang disampaikan dalam setiap topik sangat detail. Ketiga, minimnya nilai subjektivitas yang digunakan para mufassir yang dapat dilihat dari bingkai kebahasaannya. Sehingga ulasan yang terdapat dalam tafsir tersebut benar-benar memaparkan apa yang terjadi tanpa adanya ikatan dari pihak manapun.

Tafsir At Tabari memberikan secercah inspirasi bagi umat manusia untuk terus melestarikan dunia literasi. Dengan pedoman-pedoman karya yang dimiliki oleh Ibnu Jarir At-Thabary, seorang penulis dapat menghasilkan ribuan karya dengan kualitas yang gemilang. Setiap karya yang dihasilkan dengan usaha maksimal, akan menghasilkan manfaat yang luar biasa. Sehingga khazanah diskusi menjadi hidup dengan adanya literasi yang terus tumbuh.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan