Menggali Makna Tradisi Bubur Asyura Masyarakat Aceh

241 kali dibaca

Salah satu tradisi masyarakat Aceh menyambut 10 Muharram adalah membuat bubur asyura. Memasak bubur asyura di hari Asyura sudah menjadi tradisi turun temurun. Begitu juga saat menyambut hari Asyura tahun ini, masyarakat Aceh beramai-ramai membuat bubur asyura.

‘’Bubur asyura memiliki makna yang mendalam, tidak hanya sebagai hidangan lezat tetapi juga sebagai tradisi yang sarat nilai budaya dan religi. Tradisi bubur asyura menjadi bagian penting dalam budaya lokal Aceh, tradisi ini diwariskan dari generasi ke generasi dan terus dilestarikan sebagai identitas budaya masyarakat Aceh,’’ ungkap H Azwar A Gani, Ketua PW Ansor Aceh  kepada media ini, Selasa, (16/7/2024)

Advertisements

Masyarakat Aceh, menurut Gus Azwar, memaknai bulan Muharram dengan melakukan berbagai kegiatan yang bertujuan sebagai wujud rasa syukur kepada Allah SWT. Salah satu yang biasa menjadi ciri khas perayaan bulan Muharam adalah dengan memasak bubur asyura dalam panci besar secara bersama-sama.

‘’Tradisi memasak bubur asyura sendiri merupakan suatu hal yang tidak boleh dilupakan dalam momen hari Asyura (10 Muharram) yang dilakukan melalui patungan (meuripee) warga gampong kaum ibu-ibu,’’ ujarnya.

Gus Azwar menyebutkan bahwa memasak dan membagikan bubur asyura merupakan wujud rasa syukur masyarakat Aceh atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan Allah SWT. Tradisi ini menjadi pengingat untuk selalu bersyukur dalam kondisi apapun.

‘’Bahan-bahan yang digunakan dalam bubur asyura, seperti beras, kacang-kacangan, dan buah-buahan kering, melambangkan berbagai macam cobaan dan rintangan dalam hidup. Proses memasaknya yang membutuhkan waktu dan kesabaran menjadi pengingat untuk selalu bersabar dan tabah dalam menghadapi ujian hidup,’’ paparnya.

Berpijak dari tradisi yang telah lama dilakukan oleh masyarakat, terutama masyarakat Aceh, membuat bubur asyura yang diberikan ke seluruh tetangga dekat, mereka para tetangga saling memberi antara yang satu dengan yang lainnya.

Ketua LPTNU PWNU Aceh Tgk Muhammad Yasir menyebutkan ada beberapa hikmah yang dapat dipetik dari tradisi Asyura tersebut, di antaranya terjalinnya silaturrahim di antara masyarakat yang telah berkesempatan mengantarkan “tajin sora” dari satu tetangga ke tetangga yang lain. Ini menjadi cerminan bahwa Islam menganjurkan untuk menyambung tali persaudaraan.

Ketua STISNU Aceh itu menjelaskan hikmah lainnya adanya nilai pembiasaan sedekah yang juga tercemin dari tradisi ini, walaupan sekadar Blbubur yang tak seberapa besar nilainya di zaman sekarang. Tetapiz kesadaran akan pentingnya sedekah itu akan dapat bermula dari nilai-nilai yang kecil, apalagi ketika kondisi masyarakat kita cukup variatif ditinjau dari kondisi ekonomi. Maka memulai sedekah dari nilai-nilai yang kecil ini akan menumbuhkan keberanian bagi siapapun untuk melakukannya.

‘’’Tradisi bubur asyura di Aceh bukan sekadar mengenang peristiwa sejarah, tetapi juga menjadi pengingat akan pentingnya kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama. Bubur asyura merupakan simbol yang menghubungkan masyarakat Aceh dalam semangat berbagi dan rasa syukur kepada Allah SWT,’’ paparnya.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan