Mengoptimalkan Kaderisasi Santri Gen Z

103 views

Dalam dunia santri, pasti terdapat manusia-manusia berpotensi dan ahli dalam ranah yang berbeda-beda. Potensi dan keahlian itu meliputi banyak bidang, seperti  kepemimpinan, kependidikan, keterampilan, kebendaharaan, kecakapan teknologi, penderek, khodim atau khodimah ndalem, dan masih banyak lagi.

Atas dasar itu, diperlukan adanya kaderisasi berkelanjutan di lingkungan pesantren. Mengingat, santri akan menjadi alumni dan berbeda tempat kiprah lanjutan dari lingkungan pesantren.

Advertisements

Bagaimanapun, berpijak di dunia santri adalah suatu medan yang membentuk mentalitas tahan banting dalam segala lini, sektor, maupun potensi.

Dengan segala ujian, kendala, maupun tantangan-tantangan baru di pesantren yang disuguhkan memberikan peluang santri Gen Z untuk senantiasa melebarkan sayap kemanfaatan di lingkup pesantren itu sendiri. Tentu hal tersebut sebagai bekal untuk terjun ke medan yang lebih nyata, yaitu berkiprah di masyarakat.

Setiap santri yang berproses dalam berbagai potensinya ataupun diberi amanah dan tanggung jawab dalam suatu sektor tertentu, sejatinya untuk melatih diri sebagai santri yang mempunyai jiwa kontributif tanpa pamrih atau dalam istilah pesantren disebut dengan istilah khidmah.

Menjadi santri yang bermanfaat dalam sektor apapun adalah suatu harapan tertinggi. Sebanyak apapun ilmu yang didapat tiada arti tanpa manfaat. Salah satu jalan menempuh manfaat adalah dengan berkhidmah sebisanya dan semaksimalnya. Apalagi diera Gen Z ini, tantangan semakin banyak, otomatis santri saat ini harus responsif terhadap segala perubahan.

Di samping itu, nilai-nilai yang telah dibangun pendahulu tidak boleh ditinggalkan, dan salah satu cara yang perlu dilakukan oleh santri Gen Z adalah senantiasa menjaga koordinasi yang baik dengan para senior yang telah mumpuni dalam berbagai sektor kehidupan.

Dengan begitu, kata saling menghormati, saling menghargai, saling menjaga, dan saling membangun akan terus berkelanjutan. Hal ini merupakan salah satu pengaplikasian dalam ranah menghormati guru, seperti yang diajarkan dari kitab Ta’lim Muta’alim tentang pentingnya musyawarah dan menghormati ilmu dan ahlinya.

Apalagi, saat ini, semakin banyak pesantren yang berkembang di Indonesia. Pengembangan potensi santri Gen Z harus dibangun sesuai potensi dan berupaya dengan maksimal.

Berdasarkan data yang disuguhkan Kementerian Agama, tahun 2022 tercatat ada 36.600 pesantren. Adapun jumlah santri aktif sebanyak 3,4 juta dan jumlah pengajar (kiai/ustad) sebanyak 370 ribu.

Tidak hanya itu, Kementerian Agama juga memberikan tagline “merawat tradisi, mengawal inovasi”. Fungsi pesantren yang tidak hanya bernaung pada pendidikan semata, melainkan senantiasa memberikan ruang untuk terus berekspresi dalam pemberdayaan masyarakat.

Segala sektor yang dikembangkan pesantren sangatlah penting untuk dijaga keberlangsungannya. Bagaimanapun, setiap santri bisa saja datang dan pergi secara raga, walau secara ikatan tetap terhubung. Santri senior akan berkeluarga, berkiprah di berbagai tempat, meninggal dunia, dan masih banyak kemungkinan-kemungkinan lain. Oleh sebab itu, menjadi santri Gen Z harus memiliki kecakapan situasi dalam hal apapun, termasuk dalam menghadapi tantangan santri di era digital.

Menukil dari kitab Alfiyah Ibnu Malik:
وما يلي المضاف يأتي خلفا # عنه في الإعراب إذا ماحذفا

Artinya, seseorang yang selalu mengiringi orang yang diikutinya pasti suatu saat akan menggantikan kedudukannya jika yang diikutinya telah tiada.

Apalagi, saat ini gerakan ekstremisme juga semakin berekspansi di Bumi Pertiwi. Jika santri sudah mempunyai jiwa kontributif terhadap agama dan negaranya, akan siap dihadapkan dalam situasi apapun dengan bekal yang didapatkan di pesantren, baik secara pengetahuan, moral, maupun keterampilan lainnya.

Dari itu, bagi santri senior selayaknya menganalisa diri sebagai pemegang tanggung jawab pesantren untuk senantiasa mengedukasi dan meregenerasi adik-adik kelasnya agar tali dan garis perjuangan sekaligus menara yang dibangun para pendahulu-pendahulu tidak terputus di satu generasi tersebut.

Teringat satu ungkapan jangan pernah menghancurkan menara yang dibangun dengan jerih payah tanpa mengetahui untuk apa menara itu dibangun. Hal ini membawa alam pikir kita agar senantiasa melestarikan nilai-nilai lama yang baik dan berpijak menapaki apapun yang telah diupayakan dan masih relevan.

Maka dari itu ada suatu kaidah yang melekat dan meski dipegangi yaitu:
المحافظة على قديم الصالح و الأخذ بالجديد الأصلاح

Artinya, berpijak pada kebaikan lama dan bijak dalam merespon kekinian.

Bagi santri yang dianugerahi jiwa kepemimpinan sudah selayaknya menuntun dan mengarahkan adik-adiknya untuk mengetahui ruang-ruang kebijakan berbasis kebijaksanaan.

Dalam lini khodim maupun penderek, misalnya, diarahkan bagaimana selayaknya menjadi pelayan guru yang punya konsistensi serta kepatuhan terhadap guru dan mau menutup segala kekurangan guru karena kedekatannya.

Dalam ranah keterampilan sudah selayaknya menularkan jiwa keterampilan dan menggembleng etos kerja yang tinggi dalam seni. Dalam sektor informasi dan ieknologi, selayaknya para senior juga menanamkan jiwa responsif terhadap perubahan tanpa meninggalkan nilai-nilai salafi. Dan masih banyak lagi sektor-sektor yang lainnya. Waallahu A’lam bis showab.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan