Mengungkap Relasi Kiai dan Blater di Madura

26 views

Sosio-kultural Madura menyimpan realitas yang cukup kompleks. Eksistensinya bukan hanya yang tampak di permukaan. Tentang Madura yang menjadi sarang premanisme, tradisi carok, kekerasan adalah bukan satu-satunya. Kekayaan etik-pesantren dan kemanusiaan juga mengakar kuat di pulau ini.

Selama ini, keberadaan bandit atau blater telah membentuk persepsi orang atas Madura. Kriminalitas yang dilakukan oleh para bandit ini tak hanya dilakukan di Madura, melainkan telah merambah ke wilayah luar, seperti Surabaya dan beberapa kota metropolitan lainnya. Realitas semacam ini yang mengakibatkan ingatan buruk orang lain akan Madura semakin mengakar.

Advertisements

Padahal, di sisi yang berbeda, kekuasaan kultural di Madura tak hanya dipegang oleh blater, melainkan pengaruh dominasi kiai juga sangat diperhitungkan. Karomah Kiai Kholil Bangkalan yang hingga saat ini makamnya ramai dikunjungi peziarah dari berbagai penjuru Nusantara menjadi indikasi, bahwa Madura memiliki kultur keagamaan dan kepesantrenan yang kental.

Terlebih, sebagaimana kalimat masyhur dan lekat di pulau ini adalah ‘Buppa’ Babbu’ Ghuru, Rato’. Istilah Guru dinisbatkan pada sosok kiai, yang menjadi entitas dimuliakan dan diperhitungkan. Tentang bagaimana para blater ini mendapatkan legitimasi masyarakat di Madura, melakukan upaya hegemoni, dan dinamika relasi dengan kiai telah dijelaskan dengan apik dalam buku ini.

Setidaknya ada dua poin utama yang bisa didapatkan pembaca (tanpa bermaksud membatasi gagasan di dalamnya), antara lain: bagaimana kiai dan blater mendapatkan legitimasi dan hegemoni dan bagaimana desain relasi keduanya terjalin.

Kiai dan blater di Madura memiliki upaya hegemoni yang berbeda dan bagaimana mendapatkan legitimasi dari masyarakat. Sebagai guru moral, tentu legitimasi seorang kiai didapat dari kharismanya dalam hal keilmuan, utamanya ilmu agama.

Meskipun, ini bukan satu-satunya cara. Seorang kiai mendapat pengakuan dan glorifikasi yang lebih adalah ketika kepiawaiannya dalam agama diikuti dengan pengaruh lain, seperti garis keturunan. Sebut saja kiai dari trah bani Khalil yang mendapat pengakuan lebih dari masyarakat, terlepas dari yang bersangkutan menguasai ilmu agama atau tidak.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan