Menjalankan Misi, Menggali Inspirasi

16 views

*Catatan Perjalanan Ki Ageng Ganjur ke Vatikan (11/Tamat)

Roadshow Ki Ageng Ganjur ke Vatikan merupakan perjalanan yang paling mengesankan, karena kami merasa dapat menjalankan misi dengan sukses. Kami merasa, misi menyampaikan pesan perdamaian dan persaudaraan lintas iman melalui kebudayaan dapat tersampaikan secara sukses dalam roadshow kali ini.

Advertisements

Tidak hanya itu, dalam perjalanan ini kami juga dapat menggali inspirasi dari berbagai pertemuan dengan banyak pihak dan situs-situs sejarah yang kami kunjungi.

Ada beberapa hal yang mengindikasikan suksesnya misi ini yang membuat kami layak merasa bersyukur. Pertama, rombongan Ki Ageng Ganjur dapat diterima secara langsung oleh Paus Fransiskus. Peristiwa ini merupakan sesuatu yang sangat monumental bagi Ki Ageng Ganjur, karena melalui pertemuan ini Ki Ageng Ganjur dapat menyuarakan pesan perdamaian dan persaudaraan serta menjadikan musik sebagai sarana dialog lintas iman. Misi ini dapat tersampaikan secara lebih meluas kepada masyarakat Internasional.

Pertemuan dengan Paus juga dapat menjadi “dopping kultural” yang meningkatkan semangat dan tekad Ki Ageng Ganjur untuk terus berjuang merekatkan persaudaraan lintas iman dan merajut keberagaman bangsa Indonesia dan masyarakat dunia.

Sudah 28 tahun Ki Ageng Ganjur bergerak di jalur kebudayaan, jalan sunyi yang jauh dari hingar bingar popularitas dan apresiasi. Tapi kali ini, apa yang dilakukan Ki Ageng Ganjur mendapat apresiasi dari Paus Fransiskus dan para pastor yang ada di Vatikan dan masyarakat dunia yang hadir pada saat itu.

Hal tersebut sangat membesarkan hati para personil Ki Ageng Ganjur, karena semua terjadi di luar ekspektasi dan impian kami. Inilah yang membuat kami menjadi semakin bersemangat untuk terus berjuang di jalur kebudayaan, memperjuangkan perdamaian dan persaudaraan lintas iman melalui dialog budaya.

Kedua, sambutan masyarakat dunia, khususnya yang ada di Indonesia. Sejak pagelaran musik Ki Ageng Ganjur di pelataran Basilika dan Selawat Badr dikumandangkan saat pertemuan dengan Paus Fransiskus, respon masyarakat terus berdatangan. Banyak di antaranya yang merespons secara positif, memberikan dukungan dan apresiasi atas peristiwa tersebut. Bahkan ada di antara mereka yang sampai menangis, terharu menanggapi peristiwa ini. Namun, ada juga di antaranya yang merespons negatif dan malah mencibir.

Salah satu respons negatif itu menyatakan bahwa apa yang dilakukan Ki Ageng Ganjur, yaitu membaca Selawat Badr di Lapangan Basilika, adalah toleransi yang kebablasan. Menurutnya, itu sudah bukan toleransi, tapi kolaborasi. “Disuruh toleransi kok malah kolaborasi,” begitu tulis mereka dalam salah satu akun media. Ada juga yang menulis bahwa peristiwa tersebut merupakan “darurat tauhid” karena mencampuradukkan agama.

Perlu kami sampaikan bahwa dalam Islam diperbolehkan melakukan kolaborasi dengan siapapun untuk melakukan kebaikan, termasuk dengan nonmuslim. Dalam Piagam Madinah, Nabi melakukan kolaborasi dengan seluruh penduduk Madinah, baik penganut Nasrani, Yahudi maupun Majusi, untuk bersama-sama mempertahankan kota Madinah. Selain itu, Nabi juga pernah berkolaborasi dengan Raja Habasyah yang beragama Nasrani untuk melindungi para sabahat yang hijrah ke sana.

Kedua peristiwa tersebut mencerminkan bahwa umat Islam boleh berkolaborasi, tidak hanya toleransi, dengan umat nonmuslim. Kolaborasi seperti ini tidak terkait dengan terjadinya krisis tauhid, karena umat Islam tetap dapat menjaga tauhid saat berkolaborasi. Bahkan, dengan cara seperti ini, marwah tauhid akan dapat terjaga dengan baik dan manfaatnya dapat dirasakan secara nyata oleh seluruh umat manusia.

Kepada seluruh masyarakat yang memberikan respons, kami mengucapkan terima kasih. Bagi yang memberikan respon positif, kami merasa bahwa itu adalah dukungan dan apresiasi yang dapat memperkuat tekad kami untuk terus melangkah. Bagi yang memberikan respons negatif, kami anggap sebagai peringatan agar kami terus hati-hati dalam melangkah.

Hal lain yang menarik dari roadshow kali ini adalah kami dapat menggali inspirasi dari sumber-sumber pengetahuan dan spiritualitas yang melimpah yang ada di Vatikan.

Ada dua sumber inspirasi yang dapat menambah wawasan dan meningkatkan kreativitas kami. Pertama, dari para pastor dan komunitas lintas iman yang ada di Vatikan dan Roma. Kedua, dari situs sejarah dengan bangunan-bangunan kuno yang antik dan eksotik.

Dari para pastor dan komunitas lintas iman kami bisa belajar bagaimana beragama yang santai, terbuka, dan enjoy. Mereka menggunakan agama sebagai sumber inspirasi untuk membangun peradaban dan menegakkan nilai-nilai kemanusiaan, bukan alat membangun sekat dan benteng pertahanan yang memisahkan dengan umat agama lain.

Saat berdialog dengan mereka, kami teringat pada kearifan para wali dan ulama-ulama Nusantara. Kami teringat bagaimana Sunan Muria menerima Datuk Lodang, tokoh agama Hindu sebagai sahabat karib; Mbah Hasan Besari menerima Johann Fredericks Carl Gericke (J.F.C. Gericke), seorang penterjemah Injil dalam bahasa Jawa, sebagai murid yang belajar bahasa Jawa di Pesantren Tegalsari, Ponorogo;  juga keakraban Mbah Wahid Hasyim dengan I.J.Kasimo, tokoh Katholik; persahabatan Gus Dur dengan Romo Mangun, Ibu Gedong, Bikhu Fannavaro, dan lain-lain.

Dari situs sejarah dan bangunan kuno yang antik dan eksotik, kami belajar tentang pentingnya peradaban. Di Roma dan Vatikan, situs-situs sejarah dan bangunan kuno dirawat dan dipelihara dengan baik, sekalipun letaknya  berada di tengah-tengah kota yang secara bisnis memiliki nilai ekonomi tinggi. Di sana, situs dan benda-benda tersebut dianggap sebagai simbol ketinggian peradaban yang dapat meningkatkan kebanggaan dan harkat martabat bangsa. Selain itu, situs-situs tersebut juga menjadi referensi hidup dan sumber pengetahuan bagi setiap generasi yanag ada di sana.

Yang menarik, situs dan bangunan kuno ini juga menjadi sumber pendapatan yang dapat mendatangkan keuntungan secara ekonomi. Berdasarkan pengamatan kami, ada beberapa strategi untuk melakukan “ekonomisasi” situs dan bangunan kuno. Pertama, pengelolaan dan perawatan fisik yang profesional dan menarik. Misalnya, perawatan, performance (tampilan), dan tata letak. Seluruh situs dan bangunan kuno yang ada di Roma terawat dengan baik, dengan jejak-jejak sejarah yang jelas. Bangunan kuno dengan ornamen-ornamen dekoratif yang artistik dan eksotik terlihat rapi dan bersih. Tidak ada kesan kusam dan kumuh, apalagi horor. Dengan kondisi ini pengunjung merasa betah berada di tempat itu.

Kedua, membuat narasi yang menarik dan dapat memancing daya ingin tahu publik. Di Roma dan Vatikan, informasi seperti ini tersedia secara melimpah, baik di travel-travel agent, dunia maya, maupun di lokasi wisata. Semua informasi menampilkan narasi yang dapat menarik publik untuk datang. Mereka datang tidak sekadar ingin menikmati pariwisata, tetapi juga menjadi simbol status sosial. Pendeknya, narasi yang dibangun bukan sekadar keindahan tempat wisata, tapi juga soal gengsi dan status sosial.

Ketiga, membangun suasana yang nyaman dan enjoy di tempat wisata. Di semua situs dan bangunan kuno hampir tidak ada pedagang asongan yang mengganggu pengunjung dengan menawarkan dagangannya, apalagi sampai memaksa. Kedai makanan dan toko suvenir tertata dengan rapi, lingkungan bersih dan tertib. Meski jalanan sempit tapi tidak semrawut dan ruwet. Alur keluar masuk pengunjung diatur dengan rapi. Meski tak ada petugas, semua pengunjung berjalan sesuai alur. Di sana tidak ada tukang parkir dan preman yang mematok harga dan memalak, sehingga pengunjung dapat menikmati suasana dengan nyaman dan santai.

 

Dari kunjungan ke situs sejarah dan bangunan kuno Roma, kita dapat belajar bahwa bangsa Barat yanag telah maju itu, tidak menghancurkan jejak sejarahnya, tidak mengubur masa lalunya. Sebaliknya, mereka justru merawat dan menjaga jejak-jejak masa lalu itu dengan baik. Mereka menjaga sejarah bangsanya karena dari sejarah, situs, dan bangunan kono itulah mereka dapat melihat rute peradaban bangsanya. Mereka memiliki referensi hidup untuk membangun peradaban dan sumber pengetahuan untuk menghadapi kekinian.

Kami bersyukur dapat melakukan perjalanan budaya ke Vatikan dan Roma kali ini. Suatu perjalanan yang sangat indah dan bermakna.

Atas suksesnya misi ini, kami mengucapkan terima kasih pada Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan, Bapak Michael Tras Kuncahyono beserta seluruh jajaran, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ibu Arifatul Choiri Fauzi, PT Djarum, Kementrian Kebudayaan, Ruah Simprug, Mbak Julia, Mbak Yanie, Mbak Retno, dan semua pihak yang telah membantu pelaksanaan misi kebudayaan ini. Semoga berkah dan manfaat.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan