Menyoal Peran Dakwah Gus dan Ning

288 kali dibaca

Perkembangan zaman sangat memberikan pengaruh yang signifikan bagi segala aspek kehidupan manusia di berbagai belahan bumi mana-pun. Mengikuti alur zaman yang ditandai dengan kehadiran media sosial, manusia berlomba-lomba melakukan self-branding demi mendapat apresiasi positif dari orang lain. Bahkan mirisnya, tindakan ini perlahan telah menggerus dan mengesampingkan hal yang lebih urgen, tak terkecuali dalam dunia dakwah.

Dalam dunia dakwah kepesantrenan, misalnya, khususnya para putra-putri kiai yang digadang-gadang menjadi penerus dakwah leluhurnya. Di tanah Jawa, putra-putri kiai akrab disebut dengan panggilan ‘Gus’ bagi laki-laki dan ‘Ning’ bagi perempuan. Ada pula panggilan ini baru disematkan ketika beranjak dewasa, dan masa kecilnya dipanggil ‘Mas’ atau ‘Mbak’. Peran mereka dalam dunia dakwah amat dibutuhkan bagi manusia modern sekarang ini.

Advertisements

Mengapa Peran Gus dan Ning Penting di Era Sekarang?

Kini, dunia anak muda mengalami krisis moralitas yang butuh perhatian lebih. Maksiat merajalela, tanpa mengenal kalangan mana pun. Serta ilmu berkaitan dengan ibadah keseharian dinilai masih perlu banyak diluruskan.

Lantas, siapakah yang berperan dalam memberantas fenomena ini? Dakwah progresif adalah jawaban yang kiranya tepat. Pendakwah muda, khususnya Gus dan Ning perlu menampilkan dirinya, berperan secara fungsional.

Gelar Gus dan Ning dalam dunia dakwah sebetulnya merupakan sebuah tanggung jawab besar. Namun kenyataannya, tidak jarang ditemui di zaman maraknya self-branding ini, atribut tersebut justru dipergunakan sebagai branding semata. Peran secara fungsional dikesampingkan begitu saja. Penyematan Gus atau Ning merupakan sebuah amanah, bukan beban yang menekan.

Secara struktural memang begitu adanya, bahwa Gus dan Ning dianugerahkan sebagai dzurriyyah ulama atau para kiai. Sebuah amanah supaya dakwah senantiasa mengalir, menghidupkan nilai-nilai ajaran Islam dalam masyarakat. Inilah yang dinamakan peran secara fungsional.

Jika kita melihat media sosial, sebagian besar Gus dan Ning mengambil perhatian besar para netizen. Artinya, adalah saatnya peluang itu dimanfaatkan menggiatkan dakwah-dakwah Islam.

Begitu pula pada dunia nyata, peran fungsional Gus dan Ning juga tidak luput menjadi suatu hal yang amat dibutuhkan masyarakat. Mengambil peran dengan tindakan nyata dengan ngadep dampar, yakni mengkaji kitab-kitab kuning atau sorogan Al-Qur’an. Menghidupkan nilai-nilai ajaran Islam dalam keseharian masyarakat.

Maka, untuk mengemban amanah sebagaimana telah disebutkan, terlebih dahulu proses ta’allum juga perlu riyadhah yang cukup memakan waktu yang tidak singkat supaya memperoleh ilmu yang mantap, kemudian menyampaikan kepada masyarakat.

Terlebih, sebagian besar Gus dan Ning dianugerahkan pula kemampuan di atas rata-rata yang mudah menangkap ilmu, sebab barakah doa-doa para leluhurnya. Kemampuan ini tidak lantas menjadi sebuah penggampangan untuk enggan belajar dan mathla’ah. Kesadaran ini perlu dipupuk dan ditanamkan oleh mereka, keturunan ulama

Menggebrak Dakwah Progresif 

Salah satu media yang menerima kehadiran seseorang selain dunia nyata adalah media sosial. Ini menjadi peluang bagi penyebar dakwah Islam, khususnya para Gus dan Ning sebagai pemuda-pemudi yang aktif bermedia sosial untuk melakukan inovasi-inovasi yang menarik supaya mampu tersampaikan dengan baik oleh para pengguna media sosial.

Rawan sekali mengena perspektif masyarakat yang menitikfokuskan kesima mereka pada fasyen atau gaya hidup Gus atau Ning, tanpa mengindahkan kualitas keilmuannya. Mereka lebih fokus mencontoh gaya hidupnya daripada ilmu yang disampaikan.

Di sinilah peran Gus dan Ning supaya media sosial menjadi ajang yang tepat memperbaiki moralitas anak muda sekarang ini.

Sehingga, selain memiliki branding atau peran struktural, seorang Gus atau Ning juga tidak kalah perlu untuk menggebrak peran fungsional. Yakni dengan menampilkan diri untuk menyampaikan ilmu-ilmu, serta memberikan teladan yang baik di lingkungan masyarakat. Tidak hanya berperan di media sosial, namun juga dalam dunia nyata. Memfokuskan diri memberikan teladan dalam bingkai kesalehan, bukan hanya memberikan contoh dalam segi gaya hidup keduniawian saja.

Dengan demikian, peran Gus dan Ning secara struktural dan fungsional harus digerakkan beriringan, supaya tidak sekadar branding semata. Mengobarkan semangat diri supaya terus mempelajari ilmu. Sehingga kemudian mampu menggebrakkan diri dalam dakwah progresif di segala aspek kehidupan, khususnya para pemuda era sekarang ini yang mengalami krisis moralitas, dan segi keilmuan-keilmuan lainnya. Khususnya masalah ubudiyah yang berkaitan erat dengan ibadah wajib.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan