“Sesungguhnya ilmu saraf diibaratkan sebagai ibumu, sedangkan ilmu nahu sebagai bapakmu.” (Qowaidu shorfiyah).
Ilmu saraf bisa dikatakan sebagai induk atau ibunya segala ilmu. Sebab, dari ilmu saraf menghasilkan bentuk kata dan makna. Dari bentuk kata tersebut lahirlah bermacam ilmu.
Adapun, ilmu nahu dikatakan sebagai bapak dari ilmu pengetahuan. Sebab, tugas dari ilmu nahu adalah memperbaiki setiap lafal atau kalimat agar menjadi sebuah kalimat yang bisa dipahami.
Namun, pada faktanya, ilmu saraf ini bukanlah ilmu yang mudah dipelajari, meskipun bukan berarti tidak bisa dipelajari sama sekali. Maka dari itu, setiap pesantren memiliki ciri khas tersendiri dalam mengajarkan ilmu saraf agar mudah dipahami santri-santrinya. Yang semua itu tidak lepas dari yang namanya metode pembelajaran.
Secara umum, metode yang digunakan di pondok pesantren mencangkup dua aspek. Pertama, metode tradisional (salaf). Kedua, metode modern (khalaf). Di Pondok Pesantren Cigaru 1 Majenang, metode yang digunakan adalah metode tabel. Metode ini diciptakan oleh Almaghfirah KH Ahmad Zaeni.
Metode tabel temasuk ke dalam jenis metode modern (khalaf). Namun, metode ini belum banyak dijumpai di pesantren manapun. Dari sini dapat diketahui, metode tabel cukup menarik perhatian karena hanya diajarkan di Pesantren Pembangunan Miftahul Huda Cigaru.
Seperti yang telah disinggung, metode tabel ini diciptakan oleh seorang guru sepuh Almaghfirah KH Ahmad Zaeni yang kalau itu menjabat sebagai ketua Madrasah Diniyah (Madin) di Cigaru selama 32 tahun. Metode tabel ini merupakan metode yang digunakan para santri dalam mempelajari ilmu saraf di Pesantren Cigaru.
Ciri khusus dari metode ini adalah memiliki beberapa kolom tabel yang bertuliskan lafaz yang berarti sebagai lafaz/soal yang dibuat oleh guru untuk dikerjakan oleh para santri. Selanjutnya, ada kolom sighat, wawan, bina, ashal, fi’il madi, fi’il mudhare’, isim fai’il,isim maf’ul, fi’il amar, dan isim zaman makan.
Kolom-kolom tersebut diadakan guna mendapatkan jawaban, yakni shigat dari lafaz yang ditanyakan itu apa. Kemudian, wazan-nya apa, bina-nya apa, asal kalimatnya apa, dan seterusnya. Kolom tersebut nantinya ditulis sesuai dengan jawaban dari lafaz yang diberikan tersebut. Setelah itu dilanjutkan dengan kolom yang bertuliskan shigat-shigat lain pada tashrif istilah, seperti fi’il madhi dijawab dengan fi’il madhi, fi’il mudhore dari lafaz ini apa, dan seterusnya sesuai dengan bab yang ditanyakan. Dalam hal ini, seperti tasrif Tsulasi Mujarrad, Tsulasi Mazid, Ruba’i, dan Khumasi.

Keseluruhan dari proses pembelajaran yang dilakukan di Pesantren Cigaru ini pada umumnya masih sama seperti dulu, yaitu lalaran bersama yang dilanjutkan dengan latihan soal yang diberikan oleh guru untuk dikerjakan para santri untuk menuliskannya di papan tulis yang sudah disediakan. Hanya, sekarang bukan lagi Mbah Kiai Zaeni langsung yang mengajar karena beliau lebih dulu dipanggil Allah (semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah SWT, amin.)
Sekarang pembelajaran saraf di Pesantren Cigaru dilanjutkan oleh para santrinya yang mahir dan sudah diamanahi atau dipercaya untuk mengampu kitab tersebut. Pembelajaran saraf di Pesantren Cigaru ini memang lebih terkesan dengan latihan-latihan soal dan mentasrifkannya. Dengan itulah guru melatih para santri untuk aktif berpikir dalam proses kegiatan belajar dan mengajar.