Napak Tilas Pesantren Laskar Diponegoro di Kediri

437 views

Pesantren Darussalam Sumbersari terletak di Desa Kencong Timur, Kecamatan Kepung, Kabupaten Kediri, Provinsi Jawa Timur. Perintisan Pesantren Darusalam Sumbersari berawal dari kedatangan Kiai Nur Aliman. Berkat ketelatenan orangtua beliau yang selalu menanamkan sifat zuhud, sabar, dan ulet akhirnya menjadikan beliau seorang anak yang tegar dan tabah menghadapi cobaan apa pun. Sifat-sifat tersebut terbukti ketika beliau ikut memperjuangkan kemerdekaan RI, yaitu dengan bergabung bersama pasukan Pangeran Diponegoro.

Pada 1830, Belanda mengajak berunding Pangeran Diponegoro di Magelang, Jawa Tengah. Ternyata, perundingan itu hanya tipu muslihat Belanda yang ingin menangkap Pangeran Diponegoro. Setelah tertangkap, Pangeran Diponegoro diasingkan ke Makasar, Sulawesi Selatan, hingga akhirnya wafat.

Advertisements

Dengan tertangkapnya Pangeran Diponegoro, Laskar Pangeran Diponegoro akhirnya menyebar ke seluruh Nusantara. Salah satu anggota laskar Pangeran Diponegoro, Kiai Nawawi, memutuskan untuk hijrah ke arah timur. Setelah menempuh perjalanan jauh sampailah beliau di Desa Ringinagung, Kabupaten Kediri. Di desa itulah beliau mulai merintis sebuah pesantren salafi yang tetap eksis hingga sekarang yang kita kenal dengan Mahir Arriyadl, yang berada kira-kira 2 km ke arah timur dari Sumbersari. Setelah beberapa lama Nur Aliman, murid Kiai Nawawi dulu, datang ke Pondok Mahir Arriyadl untuk tholabul ilmi. Kedatangan Nur Aliman ini berniat meneruskan pangabdian dan memperdalam ilmu agama.

Setelah selasai tholabul ilmi, Kiai Nur Aliman berniat berdakwah dengan mendirikan pesantren. Beliau melakukan perjalanan-perjalanan untuk mencari tempat yang strategis. Pada akhir perjalanannya, beliau sampai di sebuah hutan yang belum dihuni. Terbesit dalam kalbu beliau untuk merombak hutan tersebut sebagai lokasi untuk mendirikan pesantren. Setelah merasa yakin dan mantap akan hal itu, maka niat beliau disampaikan pada gurunya, Kiai Nawawi. Kiai Nawawi merestui keputusan Kiai Nur Aliman.

Kemudian mulailah Kiai Nur Aliman membuka hutan untuk mendirikan pondok pesanten. Diawali dengan membaca basmillah, yang diringi restu dari sang guru dan tekad kuat, beliau berhasil memulai mendirikan pesantren di hutan tersebut. Atas ridla Allah SWT, akhirnya Kiai Nur Aliman berhasil mendirikan sebuah pondok pesantren sederhana. Pondok tersebut yang menjadi cikal bakal Pesantren Darusalam.

Setelah mendirikan Pesantren Darusalam, Kiai Nur Aliman mempersunting Rusminah, cucu Hasan, seorang mursyid dari Blitar. Dari pernikahan ini beliau dikaruniai tiga orang keturunan, yaitu Murtiatun, Musriatun, dan Abdurrahman. Putra-putri Kiai Nur Aliman semuanya tinggal di Sumbersari kecuali Nyai Musriatun. Putri kedua beliau dipersunting seorang pemuda dari Jombangan yang bernama Abu Umar sekaligus diboyong ke Jombangan dan beliau mendirikan Ma’had Miftahul Ulum.

Setelah Kiai Nur Aliman wafat, Kiai Iskandar, menantu Kiai Nur Aliman, dan Kiai Abdurrahman, putra bungsu Kiai Nur Aliman, melanjutkan perjuangan dakwah Kiai Nur Aliman. Metode pendidikan yang telah diterapkan oleh beliau masih menggunakan cara nduduk (datang sore pulang pagi). Guna meneruskan perjuangan beliau, maka beliau mendirikan sebuah masjid yang pada akhirnya diberi nama “Baiturrahman”.

Di masjid ini sarana pengajian yang diberikan pada santri hanya sebatas pada pengajian al-Quran dengan metode sorogan (santri menghadap guru satu per satu). Pada 13 Maret 1949, Kiai Imam Faqih Asy’ari bersama istri beliau, Ibu Nyai Munifah, cucu Kiai Nur Aliman, mengajak dua belas santri dari Pondok Pesantren Jombangan Pare, Kediri, Jawa Timur untuk membantu Kiai Iskandar dan Kiai Abdurrahman.

Karena jumlah santri terus bertambah, Kiai Iman Faqih Asy’ari kemudian memutuskan untuk mendirikan Lembaga Pendidikan dan Pengajaran Pondok Pesantren Darussalam Ma’had Islami Darussalam yang disingkat “MAHISD” . Setelah itu, tepatnya pada 1958, berdirilah sistem pendidikan klasikal Madrasah Diniyah yang diberi nama Madrasah Islamiyah Darussalamah yang disingkat “MIDA”.

Saat ini Pondok Pesantren Darussalam Sumbersari membawahi dua unit organisasi, yaitu Madrasah Islamiyah Darussalamah (MIDA) dan Ma’had Islami Salafi Darussalam (MAHISD). MIDA lebih berfokus kepada urusan pendidikan santri mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan tingkatan Madrasah ‘Aliyah, sedangkan MAHISD fokus kepada pendidikan tinggi.

Ponpes Darussalam Sumbersari juga memiliki unit kegiatan dakwah yang disebut Majelis Musyawarah Darul Falah (MMD) yang secara rutin menggelar Kajian Forum Bahtsul Masa’il. Forum ini berisi kegiatan diskusi seputar masalah sehari-hari meliputi akidah dan fiqih yang dipandu pengasuh pesantren dengan mencantumkan referensi jawaban dari kitab kuning.

Jumlah santri yang menuntut ilmu di Pondok Darussalamah Sumbersari rata-rata sebanyak dua ribu orang per tahun. Berdasar data statistik 2012, ada 2025 santri dengan rincian 1200 santri nonpondok dan 825 santri yang tinggal di pondok. Santri yang tidak tinggal di pondok berasal dari daerah sekitar, sedangkan yang tinggal di pondok berasal dari luar kota atau luar pulau.

Lembaga pendidikan Madrasah Islamiyah Darussalamah Pondok Pesantren Darussalam adalah salah satu elemen pendidikan nasional yang eksistensinya semenjak berdiri pada 1943 sampai kini tetap mendapatkan perhatian yang besar dari masyarakat sebagai wahana keilmuan Islam dalam makna yang seluas-luasnya. Dalam usahanya untuk mencetak santri yang beriman, bertakwa, dan berilmu pengetahuan luas serta mampu mengamalkan ilmu yang telah dimilikinya dengan fondamen akhlaqul-karimah. Madrasah Islamiyah Darussalamah juga selalu berusaha meningkatkan pelayanan pendidikan dengan semaksimal mungkin yang berciri khas mengedepankan nilai-nilai salafiyah dengan mempertahankan program-program yang dinilai relevan serta berusaha memfilter berbagai informasi kemajuan dunia pendidikan yang positif demi meningkatkan mutu pendidikan yang ada pada saat ini.

Membinaan generasi muda sebagai generasi penerus menuju terwujudnya manusia yang berkualitas, baik jasmani maupun rohani. Demi meningkatkan derajat manusia menuju martabat insan muttaqiin serta menjunjung tinggi nusa, bangsa, dan agama melalui jalur pendidikan di Pondok Pesantren Darussalam.

Metode pembelajaran yang dipakai Pondok Pesantren Darussalam meliputi metode sorogan, metode bandongan/ wetonan, metode musyawarah/bahtsul masa’il, metode takrar/study club, metode pengajian pasaran/kilatan, metode hafalan/muhafadzah, metode demonstrasi/praktik ibadah, metode rihlah ilmiyah/studi tour, metode muhawarah/muhadatsah/percakapan, metode mudzakarah/diskusi, metode riyadhah/berlatih mental, dan metode safari dakwah.

Pada awalnya, Pondok Pesantren Darussalam menyelengarakan pendidikan salaf saja, yaitu PAUD/TK dan Madrasah Diniyah Salafiyah/Klasikal (MI, MTs, MA, dan MMD). Kemudian, pada 1993 menyelengarakan Pendidikan Kesetaraan melalui Program Wajar Dikdas Salafiyah 9 tahun (tingkat ULA/SD, WUSTA/SMP, MA MU’ADALAH/SMA, dan Program Paket C).

Kemudian, pada 2013 berdirilah Perguruan Tinggi STISFA (Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah Faqih Asy’ari) sesuai dengan keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agara RI Nomor 779 Tahun 2013 tentang Persetujuan Pendirian Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta.

Kini, Pondok dan Madrasah (MAHISD-MIDA) merupakan lembaga pendidikan dan pengajaran di bawah naungan Yayasan Salimiyah Sumbersari. Untuk memenuhi kebutuhan 2025 santri, Pondok Pesantren Darussalam Sumbersari membangun berbagai fasilitas, di antaranya ruang belajar klasikal terdiri dari 35 lokal kelas, bangunan asrama santri putra sebanyak 22 gedung, bangunan asrama santri putri berjumlah 3 gedung, satu masjid induk, musala 5 unit,  perpustakaan putra dan putri, Pos Kesehatan Pesantren dan Ambulance, Laboratorium bahasa Arab, Laboratorium keterampilan (menjahit dan bordir), 2 gedung koperasi pondok, 1 gudang perlengkapan, kamar mandi khusus guru putra, kamar mandi guru putri, mandi khusus santri putra, kamar mandi putri, kantin putra, kantin putri, dapur santri, dan bengkel untuk praktik.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan