Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep, Madura, kembali menggelar acara rutin Ngaji Kitab Riyadhus Shalihin. Kali ini, Jumat 3 September 2021, Ngaji Kitab Riyadhus Shalihin dilaksanakan di rumah Ustaz Maliki di Desa Marengan Laok, Sumenep.
Ustaz Maliki yang juga alumnus Pesantren Annuqayah merupakan pengusaha percetakan Tri Muliya dan produk kesehatan Annoni. Ngaji yang diikuti para alumni Pesantren Annuqayah ini diawali dengan tawasul, berkirim doa fatihah kepada pada sesepuh Annuqayah, yang dipimpin langsung oleh Kiai Hanif Hasan. Dilanjutkan dengan tahlil dan bacaan doa lainnya.
![](https://i0.wp.com/www.duniasantri.co/wp-content/uploads/2022/09/Duniasantri-Telegram-Acquistion.jpeg?fit=1280%2C720&ssl=1)
Setelah itu barulah dilanjutkan dengan acara inti, Ngaji Kitab Riyadhus Shalihin yang kali ini masih membahas topik dimensi ikhlas dalam melaksanakan amal kebajikan. KH Hanif Hasan sebagai pengampu pengajian Kitab Riyadhus Shalihin mengawali dengan menukil sebuah sabda Nabi “Thuba almukhlisun,” (berbahagialah orang-orang ikhlas).
Nukilan tersebut merujuk pada orang-orang yang tidak dikenal dalam masyarakat, jika ada tidak dipandang dan jika tidak ada tidak merasa kehilangan. Tetapi mereka (orang-orang ikhlas) itu adalah pelita yang sangat dekat kedudukannya di sisi Allah.
Kiai Hanif kemudian menjelaskan tentang Uwais Al-Qarni, seorang sahabat tabiin yang paling mulia di sisi Allah. Dalam sejarah, Kiai Hanif menjelaskan, Uwais pernah sampai di rumah Rasulullah. Akan tetapi pada saat itu Nabi Muhammad sedang tidak ada di rumah, pergi keluar dalam rangka dakwah. Uwais kemudian memutuskan untuk pulang karena harus melayani seorang ibu yang sudah uzur (berusia lanjut).
Demikianlah, Uwais Al-Qarni tidak sempat berjumpa dengan Rasulullah di masa hidup Beliau. Akan tetapi, Nabi pernah berkata kepada sahabat-sahabatnya, termasuk Umar bin Khattab, bahwa jika bertemu dengan Uwais Al-Qarni hendaknya mereka meminta didoakan olehnya. Kemuliaan itu didapat oleh Uwais karena keikhlasannya dalam melayani seorang ibu.
Pada bahasan hadis yang terakhir, hadis ke-12 dari bab pertama tentang ikhlas, disebutkan bahwa Rasulullah berkisah kepada para sahabat terkait dengan tawasul dengan amal kebaikan yang pernah dilakukan secara ikhlas dalam kehidupan.
Di dalam hadis ini, dijelaskan pada halaman 10, bahwa amal kebajikan dapat membantu kita terlepas dari suatu musibah. Artinya, perbuatan baik yang kita lakukan terhadap orang lain dapat menyebabkan kita terlepas dari berbagai kemudharatan di dalam kehidupan.
Rasulullah berkisah bahwa, ada tiga orang musafir, —dijelaskan di dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Bukhari ini,— di tengah perjalanan kemalaman dan mereka memutuskan untuk bermalam di sebuah goa. Setelah mereka masuk ke dalam goa, tiba-tiba terjadi malapetaka, sebuah batu besar bergelinding dari atas bukit dan menutup akses pintu goa. Mereka tidak dapat keluar dari dalam goa tersebut karena batu yang menutup mulut goa sangat besar dan begitu berat.
Kemudian salah seorang di antara mereka berkata, “Kita harus bertawasul dengan perbuatan baik yang pernah kita lakukan sebelumnya. Mudah-mudahan dengan perantaraan amal kebaikan yang ikhlas kita lakukan, Allah memberikan pertolongan kepada kita,” demikian salah seorang di antara mereka memberikan usul dan disepakati bersama.
“Saya dulu mempunyai kedua orang tua yang sudah sangat lanjut usia,” demikian orang pertama di antara mereka memulai mengingat-ingat perbuatan baiknya. “Saya tidak pernah memberikan makan atau minum kepada siapa pun (istri, anak-anak, hamba sahaya) sebelum kepada kedua orang tua saya. Pada suatu waktu, saya bepergian jauh untuk mencari pakan ternak. Saya datang terlambat ke rumah dan mendapati kedua orang tua saya sudah tidur pulas. Kemudian saya memerah susu dan berjaga di dekat kedua orang tua, menunggu mereka bangun. Saya tidak membangunkan mereka karena takut mereka terganggu. Sementara anak-anak saya bergelanjotan meminta minum dan makan. Tetapi saya tidak mengindahkan nya karena ingin mendahulukan kedua orang tua saya,” begitu orang yang pertama mengingat kebaikan kepada orang tua yang sudah sepuh.
“Ya Allah, jika hal tersebut merupakan perbuatan ikhlas, semata-mata mengharap ridha-Mu, maka tolonglah, singkirkan batu yang menutup pintu goa.” Tiba-tiba batu besar yang menghalangi pintu goa bergeser sedikit. Tetapi mereka masih belum bisa bebas dan keluar di dalamnya.
Kemudian lelaki kedua berucap, “Dulu saya memiliki keponakan yang sangat cantik. Keponakan itu dicintai oleh banyak orang karena kemolekan wajahnya. Saya termasuk orang yang begitu menginginkan tubuhnya.”
Demikian orang yang kedua terus mengingat kejadian yang telah lampau. “Saya pernah mengutarakan kepada keponakan itu untuk berbuat layaknya suami istri. Tetapi keponakan itu merasa enggan kecuali jika saya menyediakan uang sebanyak 120 Dinar.”
Kemudian lelaki kedua itu mengatakan bahwa setelah bekerja beberapa tahun, akhirnya ia mampu memberikan uang yang diminta. “Setelah saya siap melakukan perzinahan, tiba-tiba keponakan itu berkata, ‘Takutlah Engkau kepada Allah swt atas perbuatan haram ini,'” kemudian ia sadar dan meninggalkan perbuatan terlarang tersebut. Dan orang kedua itu tidak peduli dengan uang dinar yang telah ia berikan.
“Ya Allah, jika memang perbuatan itu terdapat nilai ikhlas semata karena berharap kemuliaan dari-Mu, maka tolonglah kami dari musibah ini.”
Demikian orang kedua itu mengakhiri doanya. Maka tiba-iba batu besar yang menghalangi mulut goa itu bergeser untuk yang kedua kalinya. Namun mereka masih belum bisa keluar dari dalam goa.
Akhirnya, orang ketiga pun berucap dalam doanya. “Saya memiliki karyawan yang bekerja untuk saya. Dari pekerjaan itu mereka saya upah sesuai dengan kesepakatan. Suatu waktu tibalah saatnya saya harus membayar kerja mereka. Dan saya pun membayarnya tanpa ada sisa atau tanggungan pada diriku. Kecuali ada satu karyawan yang tiba-tiba menghilang dan tidak mengambil upahnya.”
Demikian orang ketiga itu berucap dalam doa dan pengharapan. “Kemudian upah karyawan yang tidak diambil itu saya investasikan hingga berkembang dan menjadi harta yang banyak. Hingga tiba saatnya, karyawan itu datang kepada saya dan meminta upah yang dulu tidak diambil. Aku berkata kepadanya bahwa apa yang kamu lihat, dari kambing, sapi, unta, dan budak adalah semua hartamu.”
Karyawan itu terperangah dan merasa dipermainkan. “Anda jangan mempermainkan saya, ya,” ucapnya terlihat kesal.
“Aku tidak mempermainkanmu. Ini semua (harta yang banyak) adalah investasi dari upahmu yang dulu tidak Kau ambil.”
Karyawan itu merasa senang dan mengambil semua harta tersebut tanpa bersisa sedikit pun.
“Ya Tuhan, jika apa yang aku lakukan merupakan sebuah keikhlasan semata karena-Mu, maka tolonglah kami keluar dari dalam goa ini.”
Dan tiba-tiba saja batu besar itu bergeser dan ketiga musafir itu dapat keluar dengan selamat. Tak kurang suatu apa, berkah amal kebaikan yang pernah mereka lakukan dalam hidupnya.
Kiai Hanif menambahkan penjelasan, bahwa perbuatan baik dapat dijadikan tawasul (perantara) ketika seseorang mengalami kesulitan dalam hidup. Ikhlas adalah perbuatan yang dilakukan oleh seseorang semata-mata karena mengharap ridha dari Allah swt. Kita harus waspada dengan ujub, yaitu sifat hati yang merasa telah melakukan kebaikan melebihi dari kebaikan orang lain. Hal ini meskipun tidak terungkapkan, hanya terpikirkan dalam hati, juga termasuk kedalam perbuatan yang tidak baik.
Demikianlah kegiatan Ngaji Kitab Riyadhus Shalihin pada kesempatan ini. Sebuah hadis panjang yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, merupakan hadis yang terkahir dari bab pertama (ikhlas). Berikutnya adalah bab taubah yang Insyaallah akan dilaksanakan pada pertemuan di bulan yang akan datang. Berharap bahwa pengajian ini menjadi perantara bagi kita untuk saling bersilaturrahmi dan menjadi bagian dari thalabul ilm, yang akan dimudahkan thariqah (jalan) kita menuju surga. Wallahu A’lam!
Semoga beliau diberi keaehatan oleh Allah
Aamiin ya Robbal Alamin!
Barakallah..