Ikatan Alumni Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep, Madura, Jawa Timur kembali mengadakan Pengajian Kitab Riyadhus Shalihin. Pengajian yang dilaksanakan pada Jumat, 11 Juni 2021, ini topik bahasannya adalah hijrah dan jihad.
Seperti biasa, pengajian rutin bulanan ini diampu oleh pengasuh seharusnya dilaksanakan pada 4 Juni 2021, sepekan sebelumnya. Tetapi karena ada kagiatan lain dari pengasuh Pesantren Annuqayah, KH A Hanif Hasan. Topik ini menarik lantaran kedua istilah tersebut sedang tren di sebagian masyarakat muslim Tanah Air.
Berdasarkan Kitab Riyadhus Shalihin, dalam pengajian ini KH A Hanif Hasan membahas kedua istilah tersebut secara gamblang. Dijelaskan, hijrah secara etimologi adalah berasal dari akar kata hajara (هَجَرَ) yang berarti berpindah (tempat, keadaan, atau sifat).
Pengertian lain adalah memutuskan, yakni memutuskan hubungan antara dirinya dengan pihak lain, atau panas menyengat, yang memaksa pekerja meninggalkan pekerjaannya.
Sedangkan, secara epistimologi, hijrah merupakan perpindahan Rasulullah bersama para sahabat dari Mekah ke Madinah. Atau sebagaimana dijelaskan dalam Kitab Riyadhus Shalihin (hal. 6), hijrah memiliki dua pengertian (takwil). Pertama, hijrah tidak akan terjadi setelah penaklukan kota Mekah, sebab pada saat itu Mekah telah menjadi kota Islam. Kedua, dan ini yang lebih utama, bahwa hijrah adalah nilai kebaikan (fadhilah) yang dapat terjadi kapan pun dan dimana pun dengan kegiatan yang bernilai baik.
Salah satu hadis yang dibahas dalam pengajian kitab Riyadhus Shalihin kali ini adalah hadis nomor tiga bab yang pertama. “Dari Aisyah RA berkata, ‘Bersabda Nabi Muhammad saw, “Tidak ada hijrah setelah penaklukan Mekah (fathu makkah), akan tetapi (yang tersisa) adalah jihad dan niat, jika kalian diminta berangkat (dalam kebaikan) maka berangkatlah,” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis ini menjelaskan bahwa hijrah (bertolak dari negeri perang menuju negeri damai) sudah tidak ada lagi, yang ada tinggallah jihad dan niat.
Dalam penjelasannya, Kiai Hanif juga menekankan pentingnya berhati-hati dalam memaknai jihad. Sebab, akhir-akhir ini makna jihad telah dipolitisasi untuk melakukan perbuatan radikal, kriminal, dan anarkis.
Dalam sebuah ayat Al-Quran, Allah berfirman, “Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar- benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabuut : 69).
Ayat ini menjelaskan terkait dengan jihad dan kebaikan. Jadi, jihad tidak semata berarti perang, akan tetapi segala hal perbuatan yang ditujukan untuk keridhaan Allah.
Dalam pengajian ini dijelaskan juga pengertian jihad (bahasa Arab: جهاد). Jihad menurut syariat Islam adalah berjuang, berusaha, berikhtiyar dengan sungguh-sungguh. Jihad dilaksanakan untuk menjalankan misi utama manusia, yaitu menegakkan agama Allah atau menjaga din/agama tetap tegak, dengan cara-cara sesuai dengan garis perjuangan para Rasul dan Al-Quran.
Jihad tidak ada kaitannya dengan radikalisme, kriminalisme, dan anarkisme. Akan tetapi, jihad merupakan ikhtiar dakwah Nabi dengan cara-cara yang lembut, manusiawi, dan membangun hubungan dengan akhlakul karimah.
Dalam penjelasan terkait jihad, Kiai Hanif menegaskan bahwa kegiatan keseharian jika diniatkan demi kemaslahatan, maka akan bernilai ibadah atau jihad di sisi Allah. Semisal, menyapu halaman, mandi, tidur, dan lain sebagainya, jika diniatkan untuk kebaikan dan kemaslahatan, maka kebiasaan (al-‘adah) tersebut bernilai ibadah (kebaikan di sisi Allah). Membangun masjid, musala, membelanjakan harta dalam kebajikan, menurut Kiai Hanif, termasuk dalam makna jihad. Jihad dengan segala aspek kebaikan yang ada di dalamnya adalah makna jihad yang sebenar-benarnya.
Memang, tidak salah jika ada yang memaknai jihad sebagai perang atau peperangan. Namun, dalam hal ini tidak serta merta menjadi sebuah keharusan dalam arti perang. Karena perang itu sendiri tidak akan pernah terjadi jika di dalamnya tidak memenuhi persyaratan perang yang cukup ketat. Dalam sejarah Islam, perang akan terjadi jika terpaksa untuk dilakukan, tidak ada jalan lain kecuali dengan peperangan itu sendiri. Selagi ada solusi, sebuah permasalahan dapat dilakukan tanpa perang, maka pertikaian tersebut tidak akan dilakukan. Begitu Islam membangun hubungan damai demi kemakmuran bersama dalam pluralisme kehidupan.
Hijrah dan jihad di era milenial (era digital saat ini) merupakan sebuah keniscayaan. Dalam pemahaman yang lebih luas, hijrah dapat dilakukan oleh generasi saat ini dengan segala hal yang bernilai positif. Hijrah dalam makna yang lebih luas adalah berpindah dari sesuatu yang kurang baik menjadi lebih baik. Sementara jihad, makna yang lebih luas adalah mengerahkan kemampuan untuk bersungguh-sungguh dan berkomitmen untuk melakukan kebaikan. Maka jika makna ini yang dimaksud, hingga saat ini hijrah dan jihad dapat dilakukan oleh generasi milenial.
Itulah sebagian materi Ngaji Kitab Riyadhus Shalihin yang dapat dijabarkan dalam artikel ini. Tentu masih ada beberapa materi yang tidak tercover karena keterbatasan jangkauan pemahaman penulis. Tentu saya harus memohon maaf, terutama kepada pengampu Kajian Kitab ini KH A. Hanif Hasan, pengasuh Pesantren Annuqayah. Semoga Beliau selalu dalam lindungan Allah, dan senantiasa punya waktu dan kesempatan untuk membimbing kami para alumni Annuqayah.
Wallahu A’lam bis Shawab!