Meningkatnya kasus perundungan atau bullying di sekolah perlu menjadi perhatian serius di Indonesia, seperti data yang ditunjukkan oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI).
Pada 2022, tercatat 226 kasus perundungan, meningkat drastis dibandingkan 53 kasus pada 2021. Ini menunjukkan bahwa perundungan masih menjadi ancaman besar bagi anak-anak, meskipun sekolah seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman.
Dalam upaya menangani masalah ini, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memperkenalkan Permendikbudristek Nomor 46 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan (PPKSP).
Regulasi ini memberikan definisi yang jelas untuk berbagai jenis kekerasan dan mengharuskan pembentukan tim pencegahan dan penanganan kekerasan (TPPK) di tingkat satuan pendidikan serta satgas pencegahan dan penanganan kekerasan (Satgas PPK) pada tingkat pemerintah daerah.
Faktor Penyebab
Kenapa perundungan dan aksi kekerasan di sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan masih begitu marak? Terdapat beberapa kemungkinan yang menjadi faktor penyebabnya.
Pertama, lingkungan keluarga. Bisa jadi, perundungan atau kekerasan terjadi lantaran kurangnya perhatian dan kasih sayang dari orang tua. Atau, anak-anak sering melihat adanya kekerasan di rumah sehingga apa yang terjadi di rumah ditiru dan dipraktikkan di sekolah.
Kedua, pengaruh media sosial. Konten-konten negatif dan berbau kekerasan yang mudah diakses di media sosial dapat mempengaruhi perilaku anak yang bisa dibawa ke sekolah sebagai tindak perundungan atau kekerasan.
Ketiga, kurangnya pendidikan karakter. Sekolah yang tidak mengajarkan pendidikan karakter yang mencakup nilai-nilai toleransi, empati, dan menghargai perbedaan berpotensi tinggi mengalami perundungan.
Keempat, tekanan teman sebaya. Anak seringkali melakukan perundungan untuk mendapatkan penerimaan dari kelompok teman sebaya untuk menjadi bagian dari kelompok pertemanan.
Upaya Pencegahan
Karena tren atau fenomena perundungan dan tidak tindak kekerasan di sekolah sudah sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan, maka perlu dilakukan berbagai upaya untuk mencegah dan menanganinua. Jika tidak, hal tersebut akan menggangu atau bahkan merusak masa depan generasi bangsa .ada beberapa cara yang bisa ditempuh.
Pertama, mengangkat topik perundungan dalam obrolan antara guru dan orang tua dengan anak-anak didik. Dengan begitu, anak-anak akan menyadari dampaknya dan tahu bahwa ini adalah perilaku yang tidak dapat diterima. Bisa juga di lingkungan sekolah diadakan sesi kelas khusus atau seminar yang membahas tentang perundungan dan dampaknya.
Kedua, stakeholder pendidikan, terutama guru dan orang tua, harus responsif setiap ada tanda-tanda terjadinya perundungan dan memberikan bantuan kepada korban serta memberikan sanksi kepada pelaku. Contohnya dengan membentuk tim konseling yang dapat dengan cepat menindaklanjuti laporan perundungan.
Ketiga, tidak mengabaikan tindakan perundungan, tetapi menghadapinya secara langsung dengan memberikan konsekuensi yang sesuai. Contohnya menetapkan kebijakan yang jelas tentang hukuman bagi pelaku perundungan, seperti layanan masyarakat atau program rehabilitasi.
Keempat, sekolah perlu mengajak orang tua untuk berpartisipasi dalam pencegahan perundungan melalui komunikasi yang intensif. Contohnya mengadakan pertemuan rutin dengan orang tua untuk membahas perkembangan dan masalah yang ada di sekolah.
Kelima, sekolah, guru, dan orang tua harus membantu anak-anak untuk mengembangkan rasa percaya diri sehingga mereka tidak menjadi target atau pelaku perundungan. Contohnya dengan menjalankan program mentoring atau kegiatan ekstrakurikuler yang mempromosikan self-esteem dan keterampilan sosial.
Keenam, kepada anak didik harus diajarkan untuk tidak melawan pelaku perundungan dengan kekerasan, tetapi mencari bantuan dari orang dewasa. Contohnya dengan memberikan pelatihan asertivitas dan teknik penyelesaian konflik.
Ketujuh, mengajarkan kepada anak untuk menggunakan pengalaman perundungan sebagai motivasi mencapai prestasi. Contohnya dengan memberikan penghargaan kepada siswa yang menunjukkan peningkatan signifikan dalam bidang akademik atau non-akademik meskipun menghadapi perundungan.
Kedelapan, mengajarkan kepada anak untuk tidak menunjukkan reaksi yang diinginkan oleh pelaku perundungan. Hal ini bisa dilakukan dengan memberikan latihan peran dan simulasi situasi untuk mempersiapkan anak menghadapi perundungan.
Kesembilan, mendorong keberanian anak untuk melaporkan perundungan kepada guru, konselor, atau pihak berwenang lainnya. Hal ini bisa dilakukan dengan menyediakan saluran pelaporan yang mudah diakses dan dijamin kerahasiaannya, seperti kotak saran atau hotline.
Bagaimana Peran Guru
Tentu, dalam upaya mencegah dan menangani perundungan dan aksi kekerasan di sekolah, guru memiliki peran sentral karena gurulah yang sehari-hari membersamai anak-anak di lingkungan sekolah.
Hal yang bisa dilakukan, misalnya, guru menetapkan kebijakan antiperundungan di kelas yang jelas dan disepakati bersama dengan siswa. Guru juga harus menciptakan Iklim positif di dalam kelas, membangun suasana yang hangat dan hubungan yang saling mendukung di antara siswa. Dan, semua siswa harus merasa terlibat dan bertanggung jawab dalam menciptakan lingkungan yang bebas dari perundungan. Yang tak kalah penting, guru harus bisa menyediakan dukungan emosional bagi korban perundungan dan membantu mereka merasa aman di sekolah.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan perundungan dan tindak kekerasan di sekolah dapat dicegah sedini mungkin, dan lingkungan belajar yang aman dan nyaman bagi semua siswa dapat tercipta. Wallahu ‘alam.