Pondok pesantren salaf telah lama dikenal sebagai pusat pendidikan Islam yang mendalami kitab-kitab klasik dan literatur kuno dalam tradisi Islam. Mereka tidak hanya mempelajari literatur klasik, namun juga mendalami ilmu gramatika bahasa Arab secara mendalam dan memiliki sanad ilmu agama yang dapat dipertanggungjawabkan.[1] Keberadaan mereka tidak hanya bertindak sebagai lembaga pendidikan, tetapi juga sebagai penjaga keautentikan serta kesinambungan pemahaman terhadap ajaran Islam yang bermakna dalam konteks zaman yang terus berubah.
Dalam kesehariannya, pondok pesantren salaf tidak hanya berfokus mengajarkan ilmu agama, tetapi juga fokus dalam membentuk karakter dan moralitas para santrinya.[2] Mereka mengajarkan nilai-nilai Islam yang bersifat universal dan mendorong kesadaran akan tanggung jawab moral dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, pengajaran dalam pondok pesantren salaf bukan hanya tentang literatur klasik Islam, namun juga tentang bagaimana menerapkan nilai-nilai agama dalam praktik sehari-hari.
Salah satu nilai agama yang berusaha dipaktikkan oleh pondok pesantren salaf adalah nilai yang berkenaan dengan konservasi lingkungan. Penanaman nilai itu tercermin dalam pendekatan mereka terhadap alam dan cara mereka memandang lingkungan sekitar. Mereka tidak hanya mengajarkan nilai-nilai Islam tradisional, tetapi juga mengajarkan penghormatan yang mendalam terhadap alam sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari karya Tuhan.[3] Pendekatan ini tercermin dalam praktik sehari-hari mereka, mulai dari kebiasaan menjaga kebersihan lingkungan hingga penggunaan sumber daya alam secara bertanggung jawab.
Salah satu tradisi di pondok pesantren salaf yang berkenaan dengan upaya konservasi lingkungan adalah “roan”. Dikutip dari artikel Mukafi Niam di website NU Online, tradisi ini biasa dilakukan di beberapa pondok pesantren salaf di Kediri, Jawa Timur, seperti Pondok Pesantren Lirboyo dan Pondok Pesantren Al-Falah Ploso. Tradisi itu sudah ditanamkan sejak dulu, dan dilaksanakan setiap hari Jumat oleh seluruh santri.
Tradisi itu terus dipertahankan untuk menumbuhkan kesadaran para santri terkait pentingnya lingkungan dalam kehidupan. Dalam realitanya, tradisi itu tidak saja bermanfaat untuk pondok pesantren salaf dan santrinya, tapi juga bermanfaat untuk masyarakat sekitar. Hal itu dipaparkan oleh Mukafi dalam artikelnya yang berjudul, “Roan, Tradisi Pelihara Lingkungan Para Santri.” Dalam artikel itu, Mukafi menyampaikan bahwa pada tahun 2007, tradisi roan berhasil menginspirasi Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal) Jawa Timur dalam hal konservasi lingkungan, termasuk dalam mengatasi problem sampah.[4]
Daripada itu, jika ditilik ke belakang, sebenarnya latar belakang kuatnya penanaman nilai-nilai konservasi lingkungan, tidak terlepas dari ajaran agar selalu mengambil teladan dari kepribadian Rasulullah SAW untuk diimplementasikan dalam perilaku sehari-hari. Pandangan ini memperlihatkan bahwa dalam ajaran Islam, kepedulian terhadap lingkungan bukanlah konsep yang terpisah, melainkan sebuah inti yang terkandung dalam tuntunan yang diwariskan Rasulullah. Rasulullah SAW dikenal sebagai teladan yang memperhatikan lingkungan sekitarnya dengan penuh kasih sayang dan rasa tanggung jawab.
Kepribadian Rasulullah SAW memperlihatkan bagaimana setiap tindakan kecil dapat memiliki dampak besar terhadap alam. Keterlibatannya dalam menjaga kebersihan, merawat tumbuhan, dan bahkan memberikan petunjuk tentang penggunaan sumber daya secara bijaksana menjadi contoh nyata yang perlu diikuti oleh umat Islam.
Selain itu, pondok pesantren salaf juga paham betul bahwa konservasi lingkungan bukan hanya tanggung jawab moral, namun juga menjadi bagian integral dari tujuan syariat (maqāṣid al-sharī‘ah) dalam Islam. Dalam pemahaman ini, konservasi bukan sekadar pelestarian, melainkan juga upaya untuk memastikan kesejahteraan manusia dan makhluk lainnya dalam jangka panjang. Al-Qur’an sebagai sumber utama ajaran Islam memberikan banyak ayat yang menyoroti alam dan komponen-komponen lingkungan, serta menekankan pentingnya penghargaan terhadap keberadaan alam semesta sebagai bagian dari ciptaan Tuhan. Kehidupan laut, air, tumbuh-tumbuhan, dan binatang semua disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai bagian penting dari ekosistem yang membentuk lingkungan.
Dalam ajaran Al-Qur’an, prinsip-prinsip terkait lingkungan sangat jelas dinyatakan. Al-Qur’an menegaskan bahwa alam semesta adalah tanda-tanda kebesaran Tuhan. Karena itu, Al-Qur’an mengajak umat manusia untuk memahami dan menghargai keberadaan lingkungan sebagai manifestasi keagungan Tuhan. Manusia, sebagai khalifah Allah di bumi, diberi amanah untuk merawat dan menggunakan alam dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan prinsip amanah yang diemban. Keadilan juga menjadi prinsip penting dalam konteks lingkungan, dan keseimbangan alam menjadi hal yang harus dijaga, karena kerusakan lingkungan dapat terjadi jika manusia melupakan prinsip keseimbangan tersebut.[5]
Hal ini disadari betul oleh pondok pesantren salaf, karenanya mereka senantiasa menekankan kepada para santrinya, akan urgensi lingkungan bagi kehidupan manusia serta tanggung jawab dalam menjaga dan merawatnya. Pondok pesantren salaf juga berusaha memberi pemahaman bahwa setiap muslim bertanggung jawab untuk memelihara kebersihan dan menjaga kelestarian lingkungan, dan ketika tidak menjaga kebersihan di lingkungan pondok pesantren, hal itu bukan hanya pelanggaran terhadap aturan pondok, tetapi juga pelanggaran terhadap peran sebagai khalifah di bumi ini dalam menjaga lingkungan. Bagi mereka, hubungan antara manusia dan lingkungan hidup tidak hanya sebatas keterkaitan, melainkan sebuah keselarasan yang erat. Konsep keselarasan dalam ajaran Islam mencakup keselarasan dengan Tuhan, masyarakat, lingkungan alam, dan diri sendiri. Konsep itulah yang dipegang oleh pondok pesantren salaf dalam mendorong santrinya untuk menjaga keberlangsungan lingkungan.
Selain alasan-alasan di atas, kuatnya penanaman nilai konservasi lingkungan di pondok pesantren salaf juga tidak terlepas dari kesadaran akan hasil yang didapat jika nilai itu berhasil diwujudkan dalam kehidupan para santri. Hasil paling nyata dari konservasi lingkungan adalah terciptanya lingkungan yang sehat dan terjaga. Dampak positif itu bakal terasa dalam kehidupan sehari-hari, di mana lingkungan yang bersih dan terpelihara menciptakan kesejahteraan bagi para individu di dalam pondok pesantren salaf. Lebih dari itu, melalui upaya pelestarian lingkungan, santri juga akan terbentuk menjadi individu yang memiliki kedalaman religiusitas terkait pengetahuan lingkungan serta kesadaran untuk merawat kelestarian lingkungan. Hal ini mencerminkan kemajuan spiritual dan moral santri, yang tidak hanya menjadi penjaga lingkungan fisik, tetapi juga menjadi agen perubahan untuk masa depan yang lebih baik dan sehat.
Keterlibatan santri dalam pelestarian lingkungan tidak hanya berdampak pada lingkungan fisik, tetapi juga dalam pembentukan karakter pribadi dan masa depan mereka. Mereka tidak sekadar mengaplikasikan pengetahuan tentang lingkungan, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Dari sini, penanaman nilai konservasi lingkungan oleh pondok pesantren salaf, setidaknya akan melahirkan generasi santri yang tidak hanya memiliki pemahaman mendalam tentang agama, tetapi juga memiliki kepedulian yang tinggi terhadap lingkungan sekitar. Mereka yang di kemudian hari lulus dari pondok pesantren salaf, akan menjadi aset berharga, tidak hanya bagi perkembangan diri mereka sendiri, tetapi juga dalam kontribusi mereka terhadap masyarakat dan lingkungan di sekitarnya.
Daftar Pustaka
[1] Ari Prayoga dkk., “Karakteristik Program Kurikulum Pondok Pesantren,” AL-HIKMAH: Jurnal Pendidikan dan Pendidikan Agama Islam, vol.2, no. 1 (2020): 78.
[2] Sholeh Huda dan Adiyono, “Inovasi Pengembangan Kurikulum Pendidikan Pesantren di Era Digital,” ENTINAS: Jurnal Pendidikan dan Teknologi Pembelajaran, vol.1, no. 2 (2023): 371–387.
[3] M. Wawan Gunawan dan Muhammad Adib Alfarisi, “Eco-Pesantren: Perspektif Pengelolaan Lingkungan Pada Ponpes Salafi Abdussalam Kabupaten Kubu Raya,” Jurnal Alwatzikhoebillah: Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, Humaniora, vol.9, no. 2 (2023).
[4] Mukafi Niam, “‘Roan’, Tradisi Pelihara Lingkungan para Santri,” NU Online, 2007, https://nu.or.id/warta/amp8220roanamp8221-tradisi-pelihara-lingkungan-para-santri-u0o7T.
[5] Dede Rodin, “Al-Qur’an dan Konservasi Lingkungan: Telaah Ayat-Ayat Ekologis,” Al-Tahrir, vol.17, no. 2 (2017): 391–410.
*Naskah peserta Lomba Karya Tulis Ekologi Kaum Santri dengan judul asli “Peran Pondok Pesantren Salaf dalam Konservasi Lingkungan”.