Perbaikan Manajemen Pesantren untuk Mengurangi Kasus Kekerasan

40 views

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia pesantren di Indonesia sering diguncang berita tragis yang melibatkan kekerasan terhadap santri, baik kekerasan fisik maupun kekerasan seksual. Bahkan, santri yang menjadi korban kekerasan ada yang sampai meninggal. Kasus terbaru adalah meninggalnya Bintang Balqis Maulana, santri di Pondok Pesantren Al-hanifiyyah Kediri, Jawa Timur yang baru berusia 14 tahun. Ia meninggal pada Februari 2024 setelah dianiaya seniornya.

Berdasarkan data Kementerian Perlindungan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), sepanjang 2018-2019, terdapat 37 kekerasan di lingkungan pesantren. Dari jumlah itu, sebanyak 33 persen merupakan kekerasan fisik, sisanya merupakan kekerasan seksual.

Advertisements

Terjadinya kasus kekerasan yang terus berulang di lingkungan pesantren memicu desakan untuk dilakukan evaluasi dan perbaikan manajemen di lingkungan pesantren. Peristiwa ini membuka mata banyak pihak akan pentingnya pengelolaan yang lebih baik dalam menjaga keamanan dan kesejahteraan para santri.

Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Abdul Hakim Mahfudz atau yang akrab disapa Gus Kikin, pernah menyampaikan keprihatinannya terhadap kejadian ini dan mengajak semua pihak untuk melakukan introspeksi mendalam. Gus Kikin menegaskan bahwa perbaikan manajemen pesantren harus menjadi prioritas utama agar insiden serupa tidak terulang di masa depan. Menurutnya, tragedi ini menjadi alarm bagi semua pesantren untuk lebih serius dalam mengelola dan mengawasi kegiatan di lingkungan pesantren tersebut.​

Untuk memulai perbaikan, ada beberapa langkah yang dapat diambil. Pertama, peningkatan pengawasan dan keamanan di pesantren. Pengelola pesantren perlu memastikan bahwa lingkungan belajar aman dari segala bentuk kekerasan. Ini bisa dilakukan dengan menerapkan (SOP) yang ketat dalam pengawasan harian dan menyediakan saluran pelaporan insiden yang mudah diakses oleh para santri.

Kedua, memberikan pelatihan kepada pengurus dan staf pesantren tentang manajemen konflik dan pendidikan karakter. Inisiatif seperti yang dilakukan oleh Lembaga Pengembangan Pesantren Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, yang mengadakan pelatihan manajemen perubahan bagi mudir pesantren se-Indonesia, sangat penting. Pelatihan ini memberikan keterampilan manajerial yang dibutuhkan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi pesantren saat ini dan meningkatkan kualitas pendidikan di sana​.

Ketiga, keterlibatan aktif orang tua dan komunitas dalam kegiatan pesantren. Orang tua harus dilibatkan dalam proses pengawasan dan pendidikan anak-anak mereka di pesantren. Komunikasi yang transparan antara pengelola pesantren dan orang tua akan membantu menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan mendukung bagi para santri.

Selain langkah-langkah praktis tersebut, pesantren juga harus mempertahankan nilai-nilai luhur yang menjadi dasar pendidikan mereka. Nilai-nilai ini harus tetap menjadi pedoman dalam segala kegiatan dan interaksi di pesantren. Gus Kikin menekankan bahwa pesantren harus tetap adaptif terhadap perubahan sosial tanpa mengabaikan nilai-nilai fundamental yang telah menjadi identitas mereka selama ini​.

Selain itu, pesantren juga perlu mengembangkan program-program yang mendukung kesejahteraan psikologis santri. Program konseling dan bimbingan harus diperkuat untuk membantu santri yang mengalami masalah pribadi atau kesulitan dalam beradaptasi dengan lingkungan pesantren. Pesantren harus menjadi tempat yang tidak hanya mendidik secara akademis dan religius tetapi juga mendukung perkembangan emosional dan mental santri.

Dalam menghadapi krisis ini, pesantren memiliki kesempatan untuk bertransformasi menjadi lembaga pendidikan yang lebih baik dan lebih aman. Dengan komitmen yang kuat untuk perbaikan manajemen dan kolaborasi yang baik antara semua pihak terkait, pesantren dapat kembali menjadi tempat yang ideal untuk mendidik generasi muda yang berkarakter dan berakhlak mulia.

Transformasi ini tidak hanya penting bagi keamanan dan kesejahteraan santri, tetapi juga bagi citra pesantren di mata masyarakat luas. Pesantren harus menunjukkan bahwa mereka mampu menjadi lembaga pendidikan yang modern dan responsif terhadap dinamika sosial tanpa kehilangan jati diri mereka. Ini adalah tantangan besar, tetapi juga peluang emas untuk memperbaiki dan memperkuat sistem pendidikan pesantren di Indonesia.

Transformasi manajemen pesantren juga perlu didukung oleh kebijakan pemerintah yang mendorong standar pengelolaan yang lebih baik. Kementerian Agama, sebagai otoritas yang bertanggung jawab terhadap pendidikan agama, harus memperkuat regulasi dan menyediakan panduan yang jelas mengenai manajemen pesantren. Ini termasuk pengawasan berkala, audit manajemen, dan dukungan untuk pelatihan pengurus pesantren.

Selain itu, pemerintah juga perlu menyediakan platform bagi pesantren untuk berbagi praktik terbaik dan berkolaborasi dalam memperbaiki sistem manajemen mereka. Dengan adanya dukungan dari pemerintah, pesantren dapat lebih mudah mengakses sumber daya yang diperlukan untuk melakukan perbaikan manajemen secara berkelanjutan.

Dalam jangka panjang, perbaikan manajemen pesantren akan berdampak positif tidak hanya bagi lingkungan internal pesantren, tetapi juga bagi citra pesantren di mata masyarakat luas. Pesantren yang dikelola dengan baik akan menarik lebih banyak santri, yang pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan secara keseluruhan.

Lebih dari itu, pesantren yang aman dan profesional akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam menciptakan generasi muda yang tidak hanya cerdas secara akademis tetapi juga kuat secara moral dan spiritual. Dengan demikian, upaya perbaikan manajemen pesantren adalah investasi penting bagi masa depan pendidikan dan moral bangsa.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan