Pesantren dan Ekologi Konservasi Sampah*

245 kali dibaca

Santri, sebagai generasi muda penerus bangsa, memiliki peran penting dalam menjaga kelestarian lingkungan. Salah satu upayanya adalah dengan meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap sampah. Sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan.

Ekologi merupakan hubungan timbal baik antara makhluk hidup (baca: santri) dengan kondisi lingkungan sekitar. Santri memiliki peran yang cukup fundamental terkait dengan konservasi sampah. Sampah yang dikelolo dengan baik, akan memberikan dampak lingkungan sekaligus karakter yang bermuara pada kebaikan.

Advertisements

Di dalam Al-Quran dijelaskan, “Janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi setelah (diciptakan) dengan baik. Itulah yang lebih baik bagimu jika kamu orang beriman.” (QS Al-A’raf: 85). Ayat ini menjelaskan ekologi (hubungan timbal balik) antara manusia dengan alam. Jika alam sekitar dikelola dengan baik, maka alam tersebut akan memberikan nilai-nilai kebaikan bagi seluruh manusia. Sebaliknya, jika kerusakan selalu diperbuat manusia terhadap lingkungannya, maka alam akan memberikan efek buruk.

Di pesantren, khususnya pesantren yang sudah besar memiliki problematika terkait sampah. Sampah-sampah ini lahir dari aktivitas para santri dalam kehidupan sehari-hari. Kebiasaan membeli barang atau makanan dengan menggunakan plastik merupakan bagian keseharian yang sangat miris dan riskan.

Maka tidak heran jika Kiai M Faizi, salah satu pengasuh Pondok Pesantren Annuqayah Sumenep, Madura, di dalam bukunya yang berjudul Merusak Bumi dari Meja Makan sangat menyayangkan dengan penggunaan bungkus plastik. Semestinya bungkus yang sulit terurai ini harus kita hindari. Hendaknya bungkus alami dijadikan alternatif demi kesehatan kita dan lingkungan.

Problematika Sampah

Pesantren, sebagai tempat pendidikan Islam, seringkali menghasilkan sampah dalam jumlah yang cukup besar. Sampah ini berasal dari berbagai sumber, seperti sisa makanan, plastik, kertas, dan lain sebagainya. Jika tidak dikelola dengan baik, sampah di pesantren dapat menimbulkan masalah lingkungan, seperti pencemaran air dan tanah.

Bukan sekadar menjadi problem bagi pesantren itu sendiri, namun juga bermasalah dengan warga sekitar. Seperti yang pernah terjadi di PP Wali Songo Lampung Utara, bahwa sampah yang merupakan limbah tersebut membuat warga sekitar resah. Maka problematika tersebut harus dicarikan jalan keluarnya.

Di dalam sebuah artikel, Muhammad Ulinnuha menjelaskan bahwa pesantren memiliki peran besar terhadap dampak buruk sampah. Ulinnuha menulis, “Bagaimana tidak, sampah yang diproduksi pesantren sangat banyak. Jika rata-rata setiap santri membuang sampah sehari seberat 0,6 ons, dikali 2500-an santri, sehari saja sampah pesantren bisa 1,5 ton. Jika 1,5 ton dikalikan 30 hari berarti 60 ton. Bayangkan! Sampah 60 ton mau dikemanakan?”

Dalam sebuah rilis penelitian yang diterbitkan tahun 2015, para peneliti dari Universitas Georgia yang dipimpin oleh Jenna Jambeck membuat pemeringkatan negara-negara pembuang sampah plastik terbanyak ke laut. Dari estimasi total 275 metrik ton (MT) sampah plastik yang diproduksi dari 192 negara di seluruh dunia pada tahun 2010, diperkirakan terdapat antara 4,8-12,7 juta MT masuk ke laut lepas (Bintarsih Sekarningrum, 2017, hal. 9-10). Kondisi ini menjadi problem kita bersama, termasuk santri yang mesti menjadi garda terdepan dalam penanggulangan sampah.

Maka sudah menjadi keharusan bahwa pesantren harus mencari solusi atas persoalan sampah yang sangat meresahkan. Apalagi sebagai lembaga yang mengedepankan kesucian dan kebersihan, pesantren dituntut untuk mewujudkan relaisasi atas persoalan sampah agar tidak menjadi bumerang bagi pesantren itu sendiri.

Konservasi Sampah

Konservasi sampah adalah upaya untuk meminimalkan dampak negatif sampah terhadap lingkungan. Salah satu cara untuk melakukan konservasi sampah adalah dengan menerapkan 3R, yaitu Reduce (pengurangan), Reuse (pemanfaatan kembali), dan Recycle (pendaurulangan).

Salah satu pesantren yang melakukan konservasi sampah dengan segala teknisnya adalah PP Annuqayah Sumenep di Jawa Timur. Pesantren yang ada di ujung timur Pulau Madura ini telah sejak lama melakukan upaya-upaya untuk meminimalisir dampak sampah. Kegiatan untuk menangani dampak sampah telah menjadi ikhtiar sejak awal. Karena Islam merupakan agama yang berpedoman pada kaidah “Annadzafatu minal iman; kebersihan adalah sebagian dari iman.”

Demikian juga dengan PP Tanwirul Hija yang berdomisili di Lenteng, Sumenep, Jawa Timur. Pondok pesantren ini juga memaksimalkan ikhtiar untuk menanggulangi dampak negatif sampah. Jika diupayakan dengan maksimal, bukan tidak mungkin, sampah yang berdampak negatif akan memberikan nilai-nilai edukasi yang bersifat positif.

Sementara itu, dilansir dari laman tmial-amien.sch.id, bahwa Pesantren Al-Amin Prenduan begitu konsen terhadap kebersihan lingkungan. Kampanye Anti Sampah (KAS) di lingkungan Ma’had TMI telah digelar beberapa tahun yang lalu dan dibuka langsung oleh KH Dr Ghozi selaku pengsuh Ma’had TMI. Program yang termasuk terobosan baru di lingkungan Ma’had TMI itu dikomando langsung oleh salah satu anggota Majelis Permusyawaratan Organtri (MPO), Ustaz Abd Basith.

Tujuan utama dilaksanakannya program ini adalah untuk mengelola sampah-sampah di lingkungan TMI dengan cara yang lebih professional dan efektif, selain sebagai bagian dari media pelekat santri terhadap salah satu kegiatan positif yang paling dicintai oleh Allah SWT dan Rasulullah SAW, yaitu kebersihan.

Daur Ulang Sampah

Proses daur ulang sampah dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung jenis sampahnya. Sampah plastik, misalnya, dapat didaur ulang menjadi bahan baku baru untuk membuat berbagai produk, seperti botol, tas, dan mainan. Sampah organik, seperti sisa makanan, dapat diolah menjadi kompos yang bermanfaat untuk menyuburkan tanaman.

Sikap yang tepat dalam menyikapi teknis daur ulang sampah adalah dengan aktif berpartisipasi dalam prosesnya. Berikut beberapa langkah yang bisa dilakukan. Pertama, adalah dengan memilah sampah di pesantren. Pisahkan sampah organik dari sampah non-organik, dan pisahkan kembali sampah non-organik berdasarkan jenis materialnya, seperti plastik, kertas, logam, dan kaca. Kedua, belilah produk yang terbuat dari bahan daur ulang. Hal ini akan meningkatkan permintaan terhadap produk daur ulang dan mendorong industri daur ulang untuk berkembang.

Ketiga, ikuti program daur ulang yang tersedia di lingkungan kita. Kita dapat mencari informasi tentang program daur ulang di website pemerintah daerah atau organisasi lingkungan. Keempat, bagikan pengetahuan kita tentang daur ulang sampah kepada orang lain. Kita dapat melakukannya dengan berbicara kepada teman, keluarga, dan tetangga, atau dengan menulis artikel di media sosial.

Kelima, berinovasi; temukan cara-cara baru untuk mendaur ulang sampah. Kita dapat bereksperimen dengan membuat kerajinan tangan dari bahan daur ulang, atau dengan mengembangkan teknologi baru untuk mendaur ulang sampah.

Dengan berpartisipasi dalam daur ulang sampah, kita dapat membantu mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA), menghemat sumber daya alam, dan mengurangi emisi gas rumah kaca.

Kesimpulan

Santri dapat berperan aktif dalam konservasi sampah dengan menerapkan 3R di lingkungan pesantren. Dengan demikian, santri dapat berkontribusi dalam menjaga kelestarian lingkungan dan menciptakan pesantren yang bersih dan sehat. Pesantren harus memberikan contoh yang baik dalam konservasi sampah.

Ada banyak cara agar kita dapat berpastisipasi dalam kegiatan bersih lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan kemampuan dan kapasitas yang kita miliki. Melakukan berbagai inovasi agar sampah yang menumpuk bukan lagi sebuah permasalahan. Akan tetapi menjadi peluang untuk membuat sampah menjadi produk yang berkualitas.

Sampai saat ini, sampah memang masih menjadi problem. Namun dengan semangat untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan indah, maka keberadaan sampah akan menjadi peluang (berkah), kesempatan untuk membuat produk yang bermanfaat. Wallahu A’lam! 

*Naskah peserta Lomba Karya Tulis Ekologi Kaum Santri dengan judul sama.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan