Seakan tak ada habisnya dan selalu menarik jika berbicara tentang pondok pesantren. Misalnya budaya keseharian santri yang selalu bernilai baru sejak dari kehidupan santri baru. Atau tentang santri kawak atau santri amoh (sebutan santri yang sudah lama mondok), santri mokong (santri yang sering melanggar peraturan pondok), sampai santri yang mempeng (tekun dalam mengaji, salat jamaah, dan tirakat), memunyai sisi yang unik sendiri ketika sudah keluar dari pesantren.
ada berbagai macam karakter santri dari latar belakang daerah yang berbeda, mulai bahasa dan budaya yang berbeda pula. Hal inilah yang menjadikan pesantren adalah gambaran miniatur kehidupan masyarakat kecil sebelum terjun langsung berhadapan dengan masyarakat yang lebih luas.
Selama ini, dalam pandangan masyarakat umum, santri hanya dianggap ahli dalam bidang keagamaan saja. Misalnya, santri dipandang cakap dalam hukum agama, bisa khutbah, ahli suwuk, ahli mimpin tahlil, sampai ahli imamuddin (modin).
Namun sesungguhnya santri lebih dari itu. Dari didikan dan kebiasaan santri di pesantren, dan fasilitas yang selalu terbatas, muncul banyak para santri yang memiliki ide-ide inovatif, mulai dari yang berkhidmah menjadi kuli bangunan atau menjadi tukang bangunan, menjadi guru, menjaga koperasi pondok, menjadi tukang masak di dapur, sampai menjadi pengurus pondok. Dan masih banyak kegiatan lainnya selain kegiatan wajib, yaitu mengaji. Tanpa disadari, hampir semua kegiatan atau aktivitas sosial ada di pesantren, (lha wong namanya saja miniatur kehidupan masyarakat) seakan santri sudah terbiasa dengan kebiasaan yang dijalani masyarakat dalam kehidupan sehari-hari.
Inilah yang menjadikan ruang, bahwa pesantren bukan hanya tempat belajar mengaji, namun dalam kenyataan yang sudah dijalani ada banyak wahana dalam mengasah kemampuan santri mulai belajar jadi tukang bagunan, belajar menjadi chef alias tukang masak, belajar menjahit, belajar dari koperasi dan sebagainya.
Sehingga banyak dari lulusan pesantren mengambil banyak peran ketika sudah terjun ke masyarakat yang lebih luas. Ada yang menjadi arsitektur, dokter, pejabat, kiai, ustad, dosen, modin, ahli pertanian, profesor, dan lain sebagainya.
Dari realitas yang sudah terjadi dan tidak bisa dimungkiri, bahwa sosok santri yang selalu dicap hanya bisa mengaji, pada kenyataannya banyak juga yang mengisi berbagai peran yang dibutuhkan masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari kebiasaan di pesantren sebagai ruang belajar multidisipliner. Tabik!