Buku Populisme Islam

Populisme Islam: Ancaman Terhadap Demokrasi di Indonesia

378 kali dibaca

Buku Populisme Islam: Kesalehan, Politik Identitas, dan Dekonsolidasi Demokrasi mengupas fenomena populisme yang semakin mencuat dalam lanskap politik Islam kontemporer.

Buku ini menyoroti bagaimana populisme berkembang dalam konteks masyarakat muslim, dan dampaknya terhadap politik identitas serta stabilitas demokrasi. Karya ini menjadi sangat relevan di tengah meningkatnya fenomena populisme di seluruh dunia, khususnya di dunia Islam.

Advertisements

Dengan pendekatan yang kritis dan komprehensif, penulis mengeksplorasi berbagai dinamika, tantangan, dan peluang yang muncul dari interaksi antara populisme Islam dan proses demokratisasi.

Penulis mendefinisikan populisme Islam sebagai gerakan politik yang menggunakan narasi agama untuk memobilisasi massa, seringkali dengan mengklaim representasi “suara rakyat” yang terpinggirkan oleh elit yang korup.

Populisme Islam muncul dalam berbagai bentuk dan konteks, mulai dari gerakan sosial hingga partai politik. Prof Amal—penulis buku ini—menggambarkan bagaimana populisme Islam berbeda dari bentuk populisme lainnya dengan menekankan elemen keagamaan yang kuat.

Populisme Islam seringkali menantang prinsip-prinsip demokrasi, terutama pluralisme dan toleransi. Gerakan populis Islam cenderung mengadopsi retorika eksklusif yang membatasi ruang bagi kelompok minoritas dan oposisi.

Buku ini menunjukkan bagaimana populisme Islam dapat mengancam stabilitas demokratis dengan menggoyahkan institusi-institusi demokrasi dan mempolarisasi masyarakat.

Selain itu, penulis menjelaskan bahwa populisme Islam di Indonesia mendapatkan momentum signifikan setelah reformasi 1998, dengan berbagai kelompok dan tokoh Islam mulai memainkan peran yang lebih besar dalam politik nasional.

Populisme Islam di Indonesia dicirikan oleh penggunaan retorika keagamaan yang kuat dan mobilisasi massa berbasis agama.

Penulis menguraikan berbagai strategi yang digunakan oleh kelompok populis Islam untuk mempengaruhi politik di Indonesia. Strategi-strategi ini meliputi penggunaan media sosial untuk menyebarkan pesan keagamaan, pengorganisasian demonstrasi dan aksi massa, serta partisipasi aktif dalam proses pemilu.

Beberapa dampak utama adanya populisme Islam yang diidentifikasi oleh penulis adalah: Pertama, Polarisasi Sosial. Populisme Islam seringkali menciptakan polarisasi di kalangan masyarakat, dengan memisahkan “kami” (umat Islam sejati) dari “mereka” (kelompok lain yang dianggap sebagai musuh). Polarisasi ini dapat memperdalam perpecahan sosial dan melemahkan kohesi nasional.

Kedua, Erosi Nilai-Nilai Demokrasi. Penulis mengamati bahwa beberapa kelompok populis Islam cenderung mengabaikan atau bahkan menentang prinsip-prinsip dasar demokrasi, seperti kebebasan berpendapat dan perlindungan hak asasi manusia. Ini dapat mengarah pada erosi nilai-nilai demokrasi dan melemahkan institusi-institusi demokratis.

Ketiga, Peningkatan Otoritarianisme. Dalam beberapa kasus, populisme Islam digunakan oleh pemimpin politik untuk memperkuat kekuasaan mereka dan membatasi oposisi. Ini dapat menyebabkan peningkatan otoritarianisme dan membatasi ruang bagi partisipasi politik yang inklusif.

Penulis berhasil mengidentifikasi faktor-faktor kunci yang menyebabkan erosi nilai-nilai demokrasi dan menunjukkan bagaimana populisme Islam dapat berkontribusi pada polarisasi sosial dan peningkatan otoritarianisme. Studi kasus yang disajikan memberikan konteks empiris yang kuat dan memungkinkan pembaca untuk memahami dinamika konkret di lapangan.

Seiring dengan menguatnya populisme Islam dengan karakternya yang konservatif dan radiklalis, atau dalam istilah global dikenal dengan istilah populisme kanan (right populism), perkembangan kualitas demokrasi Indonesia pasca Orde Baru kian mengalami penurunan.

Setelah mengalami perkembangan progresif pada periode 1999 samai 2004, perkembangan demokrasi Indonesia mengalami stagnasi (2005-2014). Bahkan pada periode berikutnya (2015-2019), tren perkembangan demokrasi Indonesia dan global pada umumnya justru mengalami kemerosotan, terutama dalam bidang kebebasan sipil.

Dalam konteks ini, kebangkitan populisme (bawah seperti populisme Islam dan atas seperti populisme elit politik) memberikan andil yang tidak kecil bagi dekonsolidasi demokrasi Indonesia pasca Orde Baru.

Satu hal yang cukup menarik untuk kasus Indonesia ialah kemunculan aksi mobilisasi massa yang dipelopori oleh agen-agen Islam politik seperti FPI, FUI, HTI, dan lainnya. Gerakan mobilisasi massa dalam Aksi Bela Islam (411, 412), Aksi Bela Ulama, Reuni 212, sampai people power disebut-sebut sebagai ekspresi populisme Islam paling fenomenal dan mendapatkan perhatian luas dari banyak kalangan, termasuk para ahli baik dari dalam maupun luar negeri.

Gerakan mobilisasi massa yang menggunakan simbol-simbol agama ataupun politik identitas ini, tidak sebatas meramaikan kontestasi kekuasaan baik di tingkat lokal (Pilkada DKI Jakarta) maupun nasional (Pilpres). Bagaimanapun kehadirannya telah berperan penting dalam mengubah lanskap kepolitikan dan keislaman di Indonesia. Tidak sedikit ahli yang menilai bahwa kemunculan aksi mobilisasi massa terbesar dalam sejarah Indonesia pasca Orde Baru ini, berhasil menempatkan kelompok-kelompok Islamisme dalam arus mainstream perbincangan publik.

Data Buku:

Judul Buku: Populisme Islam: Kesalehan, Politik Identitas, dan Dekonsolidasi Demokrasi

Penulis: M. Khusna Amal
Penerbit: Bildung, CV. Bildung Nusantara Yogyakarta
Tahun Terbit: Cetakan I, Juni 2024
Tebal: xiv + 256 Halaman; 14 x 20.5 cm
ISBN: 978-623-8091-94-2

Multi-Page

Tinggalkan Balasan