Putri Pesisir yang Menjadi Mufasir

229 kali dibaca

Tumbuh di lingkungan keluarga yang menggandrungi ilmu, perempuan bergelar profesor-doktor menjadi penulis produktif di bidang tafsir Al-Qur’an.

Nama lengkapnya adalah Aisyah Abdurrahman atau yang lebih dikenal dengan nama pena Bintu Syati’ yang berarti “Putri Pesisir”. Ia lahir di Dimyat sebelah barat delta sungai Nil, persisnya bagian utara pesisir pantai. Ia lahir pada 6 November 1913 M/6 Dzulhijjah 1331 H. Ia putri dari pasangan Syekh Muhammad Ali Abd al-Rahman dan Faridah Abd al-Salam Muntasir.

Advertisements

Ia tumbuh di lingkungan keluarga yang taat beragama. Ayahnya, Syekh Muhammad bin Ali bin Abdurrahman, adalah pengajar di Ma’had al-Azhar Dimyath. Kakek dari jalur ibunya, Syekh Muhammad al-Damhuji, adalah seorang ulama besar al-Azhar.

Dari kecil, Aisyah sudah akrab dengan pendidikan agama. Di usia 6 tahun ia telah berhasil menghafal Al-Qur’an hingga 15 juz.

Setelah menggenggam ijazah madrasah ibtidaiyah di usia 10 tahun dengan nilai tertinggi, ayahnya memintanya putus sekolah dan menetap di rumah karena budaya konservatif yang masih kuat saat itu.

Namun, putri pesisir ini memberontak. Ia bersikeras untuk dapat melanjutkan pendidikan. Melalui dorongan ibu dan kakek, sang ayah dapat luluh hingga Aisyah dapat melanjutkan pendidikannya. Bahkan kakeknyalah yang langsung turun tangan dalam menangani pendaftaran.

Awalnya sang ibu merekomendasikan putrinya masuk Madrasah Muta’alimat yang tergolong favorit di Manshuroh, tetapi sang ayah memilih pendidikan putrinya di Madrasah Thanta.

Aisyah pernah mengatakan: “Aku belajar berlandaskan manhaj al-Azhar. Kitab yang kali pertama menjadi acuanku adalah Al-Qur’an, ialah inspirasi yang membutku dapat mabuk cinta ilmu, semangat belajar mengalir dalam darahku. Ayahku pun seorang alim, dia menanamkan kecintaan ilmu. Namun mengapa ayah juga ingin menghalangi jalanku, maka akan aku tabrak haluannya dan aku berhak untuk menang.”

Pengaruh dalam bakat jurnalistik telah mengalir sejak ia belajar di sekolah menengah. Hal itu bermula karena sang  kakek sering menitip untuk dibelikan koran al-Ahram dan al-Muqattam oleh Aisyah untuk dibaca sebagai rutinitas harian.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan