PATRIARKI TAK KUNJUNG HABIS
pada satu kelamin yang tak memiliki kebebasan
: ia dibuntuti bayang patriarki yang mengurung membelenggu
tak pernah lepas saban waktu tiap penjuru diburu
di tiang-tiang panjang dan tinggi
ia diikat disumpahserapahi memenggal mimpi
stigma sialan dari kultur nenek moyang
–rupanya masih melekat dan tak sempurna sirna
meski Putri Ayu yang berasal dari Jepara itu
sudah berpuluh-puluh peluh atas nama emansipasi
namun–lagi
tak jua dibabat habis ke akar
dengan segala kedunguan dan kebengisan hati
pemuja nenek moyang selalu dengan berdalih :
kamar, dapur, kasur jadi hakikat tempat kaum hawa mengabdi
tak perlu bersusah hati berlari-lari mencari mimpi sampai pendidikan tinggi
sebab ujung tombak ada pada rumah dan jadi pelayan
namun manusia-manusia dalam rumah
bukan hanya butuh disuapi dan disetubuhi;
bukan hanya butuh disusui dan diselangkangi;
bukan hanya butuh afeksi dan nafsu belaka kian hari;
tapi juga butuh disuguhi otak yang terisi dan memadai
2024.
PETAK UMPET BERSAMA TUHAN
di jalan-jalan yang disusuri
di dini malam yang terjaga tanpa mimpi
di bilik-bilik balik ruang yang dihuni
bahkan di tiap-tiap bait sajak puisi
ia kelelahan penuh peluh mencari-cari
: barangkali terselip pulih yang hendak didekapi
pada jalan panjang yang tak berpenghabisan
ia kelimpungan sendiri
tak kunjung didapatinya tempat berjeda untuk reda
jalan panjang itu tak pernah khatam dibacanya
hingga tuntas tanpa absurditas
—berputar-putar dikandung kepala
ia bermain petak umpet
mencari-cari uluran tangan Tuhan
kiranya sudi mengiba dan membantunya
yang sudah kewalahan kegilaan di jalan
namun agaknya Tuhan tengah ngambek
: sebab Dia lama tidak dilibatkan dalam pencarian tempat
agar kunjung menemui tempat jeda dan segera reda
agar redam segala sembuh menyetubuhi
sebab Tuhan tak pernah sakit
tak pernah kesasar
2024.
PAGAR YANG ADA PAGARNYA
Di jalan-jalan yang kita susuri
Di rumah-rumah yang kita lewati
Terselip harap yang kita ingini
Begitu terpatri dalam diri
“Ingin sekali punya rumah dengan pagar yang ada kembangnya.”
Meracau
Menggurau
Dibuatnya aku nian iba
Aku berseru,
“Nanti kubuatkan rumah dengan pagar yang ada kembangnya, bu!”
Dalam hati
Dalam diri
Tanpa ucap, tanpa suara
2024.
RIAK TANAH RANTAU
(1)
Bun,
Kalau tidak teringat wajahmu yang sudah senja hampir dilahap purnama;
Kulitmu yang menyusut kian hari;
Matamu yang cekung dan rambutmu yang memutih
Tentu semangatku untuk bangkit sulit dipacu kembali
Aku seperti sedang berkejaran dan diburu saban hari
Sebelum usiamu dilumat waktu
–dimakan tanah abadi
Bun,
Sampai tiba pada waktunya
Aku tidak tahu caranya bangkit kembali dengan satu kaki
Semangat itu memudar dan ikut dikubur dalam tanah
Tanpamu,
Aku seperti berjalan dengan satu kaki;
dengan satu tangan
Tidak sempurna dan hilang sebagian
(2)
entah berapa banyak dosa-dosa yang kuperbuat
dusta-dusta pada mulut tak henti-hentinya kuujar
ampun, Tuhan
agar sakit yang aku derita tak dideritanya juga
agar sedih yang aku rasa tak dirasanya juga
agar masalah yang mengadangku tak menghunusnya juga
biar segala tangis dan derita aku tampung seorang diri
tanpa diketahui
tanpa membagi
di tempat ini aku tidak baik-baik saja, bu
risau-risau di tanah rantau
tumbang berkali-kali
bu,
tolong bilang pada Tuhan, ampuni aku
(3)
Ma,
Aku lelah sekali
Tapi aku tidak akan menyerah
Hingga berdarah-darah pun akan aku taklukan
Ada janji dalam sanubari yang harus dituntaskan
Tolong bertahan lebih lama lagi, ma
2024.
Ilustrasi: pinterest.