Ro’an sebagai Upaya Menanam Kesadaran Ekologis*

173 kali dibaca

Saya mencoba mengingat-ingat apa yang sudah saya lakukan sebagai sebuah upaya aplikatif dalam mencintai lingkungan selama berada di pondok pesantren dahulu. Mencoba untuk tidak muluk-muluk dalam berpikir dan akhirnya menemukan satu kata ro’an dalam otak saya. Istilah ro’an memiliki arti gotong royong membersihkan lingkungan di pesantren. Kata-kata ini tentu tidak asing lagi. Sebab, semua santri pernah melakukannya, entah karena hukuman atau memang karena waktu giliran.

Ketika sudah tidak lagi di pesantren, saya kembali berpikir tentang apa yang sudah saya lakukan selama ini dalam upaya mencintai lingkungan. Beberapa bulan lalu saya menemukan jawabannya, sekaligus menandai kesadaran saya akan pentingnya menjaga Bumi dan berpikir tentang kehidupan berkelanjutan. Beberapa kegiatan kecil coba saya lakukan, seperti menanam, memanfaatkan bahan dari alam, mengolah sampah menjadi kompos, dan beberapa lainnya yang masih dalam lingkup menjaga kelestarian lingkungan.

Advertisements

Kegiatan ini memang bersifat pribadi, akan tetapi dari sini saya belajar banyak hal. Meski bukan petani yang dapat mengenyangkan perut banyak orang atau nelayan yang memenuhi gizi tiap piring makanan, setidaknya saya belajar sebuah kemandirian, kesabaran, kesahajaan, dan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan. Ajaran yang juga dahulu saya dapatkan ketika hidup di pesantren dan sekarang menjadi bagian dalam hidup saya dalam memahami sebuah ekologi.

Kemandirian yang saya maksud adalah bagaimana saya belajar melakukan hal sebagaimana yang dilakukan oleh para penyedia bahan pangan meskipun tentu tidak sama persis. Dari kemandirian pangan, saya belajar arti kesabaran menunggu dan konsistensi menjaga serta merawat agar sebuah tanaman bisa tumbuh subur dan akhirnya bisa diambil manfaatnya. Belajar sahaja dari menyediakan pupuk berbahan hal-hal sederhana yang ada di sekitar kita, seperti memanfaatkan dedaunan kering dan kotoran hewan yang diolah menjadi satu, menjadi rabuk. Menanam pada akhirnya membawa saya pada kesadaran menjaga hal-hal sederhana di lingkungan saya agar bisa dimanfaatkan dengan baik.

Pada akhirnya bagi saya ekologi mengandung pengertian yang luas, mendalam, dan filosofis. Ia menyangkut kehidupan dan interaksi mata rantai dan siklus yang menghubungkan semua kehidupan dengan ekosistemnya, dengan Bumi tempat hidup semua kehidupan. Jika umumnya pembahasan ekologi lebih banyak dikaitkan dengan kerusakan alam maupun pencemaran, maka sesungguhnya ekologi juga persoalan tentang sekadar bagaimana menanam pohon. Dari sudut pandang kedua inilah saya mencoba menerapkan perilaku ekologis dalam kehidupan sehari-hari.

Meski sudah banyak sekali gerakan menanam pohon yang dilakukan oleh berbagai komunitas dan menjadikannya sebuah upaya menjaga keselamatan Bumi, namun menanam dari rumah juga dapat menjadi upaya memupuk kesadaran diri dalam menjaga lingkungan hidup. Mengingat, penanaman pohon memberikan manfaat yang luar biasa bagi kehidupan manusia, di antaranya; meningkatkan kualitas udara, mencegah banjir, menciptakan lingkungan yang nyaman, dan menyediakan makanan untuk satwa, maka sebagai manusia yang memiliki kesadaran seharusnya kita bergerak lebih cepat lagi untuk segera mengaplikasikannya. Kalau dahulu ketika di pesantren saya melakukan ro’an untuk menjaga kebersihan lingkungan pesantren, maka hari ini saya akan tetap ro’an bersama miliaran manusia di Bumi ini untuk menjaga lingkungan yang lebih luas lagi.

Anjuran Menanam Kebaikan

Agama Islam memiliki banyak sekali ayat dalam Al-Qur’an yang membahas persoalan lingkungan, baik terkait kerusakan maupun penjagaan lingkungan. Ayat tentang kerusakan lingkungan terhitung lebih banyak daripada sebaliknya, sebab memang benar adanya bahwa manusia telah melakukan banyak kerusakan di muka Bumi ini. Akan tetapi, beberapa ayat juga menjelaskan tentang betapa pentingnya menjaga lingkungan yang manfaatnya akan kembali kepada manusia itu sendiri. Salah satu ayat yang membahas tentang pentingnya menjaga lingkungan adalah surat al-A’raf ayat 58:

Artinya: “Tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur seizin Tuhannya. Adapun tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami jelaskan berulang kali tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.” (QS. Al-A’raf: 58).

Dalam tafsir al-Misbah karya Prof Quraish Shihab dijelaskan bahwa sebagaimana ada perbedaan antara tanah dengan tanah, maka ada perbedaan antara kecenderungan dan potensi jiwa manusia dengan jiwa manusia lainnya. Tanah yang baik, yakni yang subur dan selalu dipelihara, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin, yakni berdasarkan kehendak Allah yang ditetapkan-Nya melalui hukum-hukum alam. Dan tanah yang buruk, yakni yang tidak subur, Allah tidak memberinya potensi untuk menumbuhkan buah yang baik, karena itu tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana, hasilnya sedikit dan kualitasnya rendah. Demikian Allah mengulang-ulang dengan beraneka ragam ayat sebagai tanda kebesaran dan kekuasaan-Nya bagi orang yang bersyukur, yakni yang mau menggunakan anugerah Allah sesuai dengan fungsi dan tujuannya.

Dari tafsir ayat tersebut dapat kita pahami bahwa tidak cukup hanya menanam, akan tetapi perlu juga untuk memeliharanya secara konsisten apabila ingin mendapatkan hasil yang baik. Sedangkan, tanah yang tidak dipelihara menjadi tanah yang buruk dan hanya akan menghasilkan tanaman dengan kualitas yang rendah dengan hasil yang sedikit.

Dalam hadis sahih Bukhari-Muslim juga disebutkan terkait menanam pohon. Jika ada yang memakan (memanfaatkan) bagian dari pohon itu (buah, daun, ranting, batangnya, dan bahkan dimanfaatkan untuk berteduh) maka menjadi sedekah, jika dicuri juga menjadi sedekah, jika dirusak oleh seseorang juga menjadi sedekah. Hadis tersebut mengingatkan saya tentang sebuah filosofi bahwa menanam pohon sama dengan menanam kebaikan bagi yang menanamnya.

Allah menciptakan alam semesta beserta ketentuan-ketentuan-Nya. Alam merupakan bagian dari kehidupan, dan alam itu sendiri adalah hidup serta bertasbih kepada-Nya dengan cara masing-masing. Allah senantiasa mengingatkan kita agar tidak melampaui batas dalam segala sesuatu, termasuk juga memanfaatkan alam yang ada agar keseimbangan ekosistem dunia senantiasa terjaga. Di tengah pemanfaatan alam yang ada, alangkah baiknya jika kita tumbuhkan kembali pohon-pohon baru sebagai penggantinya. Tak perlu jauh-jauh ke hutan Kalimantan sana, cukup tumbuhkan di depan atau di samping rumah. Setidaknya, dengan menanam kita dapat memaknai banyak hal dalam kehidupan kita. Sudahkah kita menanam pohon kebaikan di lingkungan kita?

Wallahu a’lam bishawab.

*Naskah peserta Lomba Karya Tulis Ekologi Kaum Santri dengan judul asli “Upaya Menanam Kesadaran Ekologis Diri”.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan