Sami`na wa `Ashoyna

252 kali dibaca

Moralitas dan intelektualitas adalah komoditas utama di dalam pondok pesantren. Semua pesantren tanpa terkecuali akan mengajari peserta didiknya untuk menjadi manusia yang bermoral sekaligus berakal. Semua bentuk moralitas dan beragam macam keilmuan yang berbau agama diajarkan dalam kurikulum pembelajaran pesantren, mulai dari sopan santun kepada sesama manusia bahkan kepada seluruh makhluk hidup.

Jadi, sudah jelas goal dari pesantren adalah kaderisasi manusia yang bermoral tanpa meninggalkan akal. Sekilas nampak indah, namun tak jarang hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan.

Advertisements

Dua komoditas tadi, moralitas dan intelektualitas, harus berjalan secara berdampingan. Masing-masing dari keduanya seyogyanya tidak saling mendahului dan saling sikut. Masing-masing dari keduanya harus saling melengkapi. Karena, ketika terdapat ketimpangan di antara keduanya, maka akan menimbulkan problem atau masalah.

Orang yang mengunggulkan moral tanpa intelektual menjadikannya manusia yang kolot, kaku, atau terlampau lurus. Sedangkan, intelektual tanpa moral jatuhnya akan memiliki sifat tinggi hati dan licik. Jadi, mengawinkan moralitas dan intelektualitas adalah sebuah pekerjaan rumah dari semua orang, terkhusus yang berada di lingkungan pendidikan pondok pesantren.

Sami`na wa Atho`na

Ungkapan sami`na wa atho`na bukanlah hal yang asing di dunia pesantren. Ungkapan yang berartikan kesiapsediaan seorang santri dalam menjalankan apa yang diperintahkan kepadanya. Salah satu bentuk moral yang diajarkan dalam dunia pesantren adalah patuh terhadap orang yang lebih tua atau lebih atas dari padanya. Sifat ini tentunya sangat mengagumkan.

Atmosfer pesantren yang serba peraturan membuat santri dilatih untuk menjadi pribadi yang hormat dan patuh terhadap regulasi dan peraturan, dengan harapan latihan ini berbuah pada kapabilitas santri dalam mengekang hawa nafsunya .Dan santri yang tidak mau mengikuti aturan dan melanggarnya akan mendapatkan konotasi dari lingkungannya sebagai pribadi yang nakal dan bandel, sehingga santri yang tahu akan hal ini lebih memilih “sami`na wa atho`na” (oke, kami dengar dan laksanakan!)

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan