Allah menciptakan kebhinekaan di Nusantara sebagai anugerah. Atas karunia itu, masyarakat Nusantara hidup dalam keanekaragaman, mulai dari suku, agama dan adat istiadat, bahasa daerah, rumah adat, baju adat, lagu daerah, dan masih banyak yang lainnya. Itulah yang membuat Indonesia menjadi menarik di mata dunia.
Karena itu, pluralisme merupakan paham cocok untuk masyarakat Nusantara karena menghargai kebhinekaan yang dimiliki Indonesia. Sebagai bangsa yang beragam, kita perlu menghargai perbedaan agar bangsa kita menjadi bangsa yang besar.
Namun, dengan tumbuhnya penggunaan Internet, tergerusnya rasa nasionalisme, dan kebebasan berpendapat menyebabkan banyak masyarakat Indonesia masih memanfaatkan keberagaman untuk kepentingan kelompok atau individunya. Sebenarnya, hal tersebut bukan kali pertama terjadi. Hal yang sama pernah dilakukan oleh para bangsa imperialis beratus-ratuh tahun yang lalu. Mereka memanfaatkan perbedaan bangsa Indonesia dengan cara memecah-belah kemudian menguasai kekayaan alam yang ada di bumi pertiwi ini. Hal ini menyadarkan para pejuang Indonesia untuk menumbuhkan rasa pluralisme dan nasionalisme rakyat Indonesia agar dapat menjadi kekuatan utuh untuk melawan para penjajah.
Para penerus generasi bangsa pun juga harus menggagas semangat pluralisme atau semangat kebhinekaan dan tunggal ika. Semangat persatuan yang akan memupuk adanya kebersamaan akan terjalin. Bhineka tunggal ika juga mewakili semangat hidup selaras dan saling menghormati adanya perbedaan. Konflik yang memecah belah pun sebisa mungkin untuk dihindari. Karena perlu adanya kesadaran bahwa hanya dengan bersatu, dan menjunjung nilai plularisme, negara ini mampu untuk mencapai tingkat kesuksesan yang hakiki.
Pluralisme bukan tentang menonjolkan perbedaan, melainkan saling menghormati perbedaan. Dalam pluralisme juga semua pihak sedianya mampu mengatasi sentimen eksklusivisme. Tujuan hal tersebut agar tidak terjadi lagi kasus pengeroyokan atau persekuesi terhadap kaum minoritas.
Adanya perbedaan menimbulkan adanya rasa saling menghargai, rasa saling memiliki, dan saling melindungi antarumat manusia. Tanpa adanya pluralisme, mungkin sampai saat ini,kita tak mengenal betapa pentingnya arti menghargai.
Selain pluralisme, juga dibutuhkan konteks pendidikan,yang merupakan elevator bagi masa depan sebuah generasi emas bangsa dan tetap merawat identitas keindonesiaan. Jangan sampai ada cara pandang yang mengacaukan identitas keindonesia tercinta ini.
Berbicara mengenai generasi muda Indonesia emas 2045, perlu diperhatikan betapa pentingnya menjaga para generasi muda yang akan membawa Indonesia menuju zaman keemasan dan menjadi tonggak kejayaan di tahun 2045.Pada tahun 2045, umur Indonesia telah mencapai satu abad.
Pada tahun itu, Indonesia diperkirakan akan mendapat bonus demografi, presentase usia produktif (15-64 tahun) lebih besar dari pada usia nonproduktif (di bawah 14 tahun dan di atas 65 tahun). Jika bonus demografi ini tidak dimanfaatkan dengan baik, akan membawa dampak buruk bagi Indonesia sendiri. Misalnya, meledaknya nilai kemiskinan, banyaknya manusia yang memiliki kesehatan rendah, bertambahnya angka pengangguran, dan meningkatnya tingkat kriminalitas dalam negeri.
Generasi emas tak bisa terbentuk hanya dengan menjentikkan jari kemudian membawa Indonesia jaya. Tak bisa pula dengan mengandalkan keturunan atau pangkat. Hal inilah yang menjadi tugas wajib bagi negara untuk memfasilitasi serta memberikan dukungan penuh kepada para generasi muda Indonesia emas 2045.
Santri Penerus Bangsa
Istilah santri mungkin sudah tidak asing lagi di telinga kita. Sebutan bagi seseorang yang mengenyam pendidikannya di pesantren, dan biasanya menetap di pesanten hingga masa pendidikannya selesai. Penjagaan santri dari lingkungan luar seringkali membuat masyarakat berpendapat bahwa santri adalah golongan kaum kudet (kurang update) dan kerap kali hanya dipandang sebelah mata.
Kebanyakan masyarakat terkadang enggan untuk memasukkan kaum santri menjadi kandidat penerus bangsa. Padahal pada hakikatnya, tidak semua santri tertinggal jauh di bidang teknologi. Karena santri zaman sekarang tak hanya sekadar nyantri, ngaji, dan ngabdi. Tapi mereka juga memperkuat pengetahuan dunia luar mereka dengan bersekolah berbasis formal.
Santri yang akan menjadi penerus agama sekaligus juga melek Internet, mengusai teknologi informasi dan digitalisasi, suka dengan kebebasan berteknologi, senang melakukan personalisasi, mengandalkan kecepatan informasi yang instan, suka belajar, bekerja dengan lingkungan inovatif, aktif berkolaborasi, menguasai hyper teknology, kritis dan terbiasa berpikir out of the box, sangat confidence, connected atau pandai bersosialisasi, gemar di media sosial, dan sangat tergantung pada Internet.
Tugas santri milenial bukan hanya melanjutkan perjuangan ulama dalam bidang dakwah dan menjaga ajaran Islam. Santri milenial juga terpanggil untuk ikut menjaga keutuhan bangsa dan negara, serta berpartisipasi aktif dalam membangun demi mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, masyarakat makmur sejahtera dan berkeadilan sosial.
Memang, pada hakikatnya, seorang santri identik dengan memperkuat iman, mempertebal ketakwaan, selalu berkawan setia dengan kumpulan kitab kuning, tapi mereka terus mengasah kecerdasan intelektual, meningkatkan kompetensi dan keterampilan, terutama yang berkaitan dengan teknologi dan digitalisasi untuk menghindari anggapan ketertinggalan yang melekat pada dirinya. Mereka akan mematahkan pandangan masyarakat bahwa santri adalah kaum gaptek dengan kemajuan mereka.
Jangan salah, santri tak hanya berpotensi menjadi seorang kiai atau pendakwah. Zaman sekarang, banyak santri yang ahli di berbagai bidang profesi, seperti dokter, dosen, bahkan seorang pejabat dalam negeri. Hal ini menunujukkan santri juga memiliki potensi besar untuk membawa Indonesia menuju masa keemasan di tahun 2045. Karenanya peran pesantren dalam mencetak santri sebagai generasi muda Indonesia emas 2045 tak bisa diremehkan.
Jadi, jangan sekali-kali memandang remeh terhadap seorang santri, karena hakikatnya, santri juga termasuk para calon generasi Indonesia emas 2045. Santri Indonesia mampu membuktikan bahwa dirinya mampu untuk mengenggam kejayaan Indonesia. Seorang santri tak akan pernah malu untuk menyandang kata santri dalam dirinya, karena mereka yakin sanggup untuk mengubah pandangan masyarakat tentangnya. Tidak ada yang tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Siapa tahu, masa depan Indonesia akan berada di tangan santri.