Menuntut ilmu wajib hukumnya atas setiap kaum muslimin. Hal ini sudah menjadi fase kehidupan yang pasti akan kita jalani, terkhusus untuk para mujahid ilmu seperti para santri.
Ilmu adalah bekal, ilmu adalah senjata utama, dan ilmu adalah harta yang paling berharga dalam menjalani hidup dan kehidupan dunia ini. Lebih-lebih ilmu agama. Ilmu ukhrawi inilah yang akan menjadi senjata sekaligus pelindung di akhirat nanti.
Banyak anggapan yang mengatakan bahwa santri terutama di tanah air lekat dengan kultur Islam yang tradisionalis. Amalan yaumiah (harian) seperti salat berjamaah, ta’lim kitab kuning, tilawah qur’an, seawatan, hadrah, dan berbagai amalan lainnya menjadi ciri khas santri di pondok pesantren.
Aktivitas atau amalan santri yang terkesan hanya fokus pada akhirat ini menurut sebagian masyarakat dianggap sebagai cara pandang yang konservatif. Santri konservatif mewakili pandangan Islam tradisionalis yang melambangkan ketulusan, ketenangan, dan pemikiran yang menilai bahwa agama merupakan kunci utama meraih kebahagiaan dunia dan akhirat. Ilmu agamalah yang akan menuntun pada kebahagaiaan lahir dan batin.
Pondok-pondok pesantren tradisional (salaf) (bukan salaf yang suka membidah-bidahkan itu) ini sudah mengakar budaya karena memang sistem pendidikan pesantren beraliran konservatif dijalankan secara turun-temurun dari generasi ke generasi. Tak ada perubahan signifikan dari sistem pembelajarannya demi menjaga tradisi khas dari sang pendiri.
Zaman yang berubah dari waktu ke waktu memunculkan masalah-masalah agama dan tantangan yang sebelumnya belum pernah terjadi. Masalah kontemporer ini menjadi pembahasan tak terkecuali di kalangan para santri.
Pondok pesantren modern muncul sebagai salah satu opsi alternatif untuk memperluas khazanah pendidikan keislaman di tanah air. Tentunya istilah modern di sini mengacu pada makna yang positif seperti disipilin, kerja keras, tanggung jawab, bersih, rapi, dan lainnya.
Sistem pendidikan yang mengadopsi kurikulum nasional hingga mengintegrasikannya dengan kemajuan teknologi, menggabungkan ilmu pengetahuan agama dan ilmu pengetahuan umum hingga mengajarkan kemampuan berbahasa asing selain dari bahasa arab dalam metode pembelajarannya. Tujuan akhirnya yaitu melahirkan santri-santri progresif yang memiliki pola pikir ‘tajdid’ yang lebih kekinian tanpa meninggalkan aspek keislaman dalam menyelesaikan permasalahan.
Santri Kombinatif
Muncul perdebatan di kalangan masyarakat soal mana yang lebih unggul antara pesantren tipe konservatif dan progresif/modern. Tak salah bila ada yang berpendapat santri progresif lebih unggul daripada konservatif, begitu pula sebaliknya. Pada dasarnya santri-santri yang dihasilkan dari kedua jenis pesantren ini memiliki keunggulannya masing-masing.
Santri konservatif unggul dengan kemahiran kitab-kitab turatsnya, pemahaman ilmu agamanya (terutama bahasa arab, nahu, saraf, badi’, mantiq, bayan) yang mendalam serta adabnya yang lebih takzim terhadap para kiai dan ustaz.
Sedangkan santri progresif unggul dari aspek ilmu pengetahuan umum (ilmu saintifik, komputer, sosial) dan kemampuan berbahasa Inggris, kajian literatur dan kitab-kitab kontemporer, serta secara umum fasilitasnya yang lebih lengkap.
Masing-masing santri memiliki keunggulan sesuai ruang lingkupnya dalam implikasi dan aplikasinya dalam kehidupan.
Santri konservatif itu penting, mengapa? Tradisonalisme dan fundamentalisme santri pesantren yang kental dengan ‘adab dan akhlak’ ini tetap tak lekang termakan usia. Kultur yang memuliakan kiai dan para guru ini menjadi ciri khas utama yang sudah diajarkan sejak zamannya Hadhratussyekh KH Hasyim Asy’ari bahkan mungkin jauh sebelum itu. Ya, sanad tradisi dan metode pembelajaran klasik yang mengakar kuat tetap lestari hingga kini.
Santri progresif juga tak kalah penting karena akan mampu menjawab tantangan zaman terutama zaman now yang belum pernah ditemukan pada zaman terdahulu.
Sebagai contoh bagaimana hukum biaya dalam memesan barang atau makanan via gojek, membaca Al-Qur’an via handphone, masalah vaksin hingga permasalahan kontemporer lainnya. Santri progresif menghadirkan pemikiran yang lebih segar dan membuka wawasan keilmuan yang memberikan opsi dalam menjawab tantangan masa kini dan masa depan.
Lantas siapa yang lebih unggul? Santri konservatif atau progresif?
Sebenarnya semua punya segmentasinya masing-masing dan fungsinya yang komplementer sesuai maslahat umat. Namun secara pribadi saya berpendapat jawabannya adalah santri kombinatif. Santri yang mampu mengintegrasikan dan mengkombinasikan pemikiran tradisional dan modern menggunakan wahdatul ‘ulum atau integrasi ilmu. Ilmu agama sebagai fundamental dan ilmu dunia sebagai pendukung.
Pesantren tetap dengan pemikiran tradisional yang bersumber dari Al-Qur’an, hadis, qiyas, dan ijma’ ulama disertai dengan perpaduan antara kearifan lokal, ilmu pengetahuan dan perkembangan global. Santri kombinatif akan mampu menjawab semua perkembangan zaman tanpa mereduksi nilai-nilai Islam dalam kemaslahatan umat.