Sekelumit Cerita tentang Kiai Nisful Laila

233 views

Ada yang memanggilnya “Pak Guru.” Ada pula yang menyebutnya “Pak Kiai.” Dan, ada juga yang cukup memanggilnya “Kiai.”

Namun, di balik segala sebutan itu, KH Nisful Laila Iskamil adalah sosok yang diterima dengan tangan terbuka oleh siapa saja. Senyumnya yang hangat dan kebijaksanaannya selalu berhasil menyentuh hati setiap orang yang bertemu dengannya. Rumah beliau selalu terbuka, baik untuk santri yang ingin mendalami ilmu agama maupun warga sekitar yang datang untuk bersilaturahmi atau meminta nasihat.

Advertisements

Kiai Nisful adalah pengayom, mencintai, dan mengasihi semua orang tanpa memandang latar belakang atau status yang datang.

Kiai Nisful laila Iskamil lahir dari keluarga yang jauh dari kecukupan. Masa kecil dan remaja dihabiskannya dengan berpindah-pindah dari Desa Talun, Gading, hingga Bebean. Setiap kepindahan memiliki alasan tersendiri. Tetapi, satu hal yang tidak pernah berubah adalah kecintaannya terhadap ilmu agama.

Di tengah keterbatasan, Kiai Nisful selalu berpegang pada keyakinan bahwa ilmu adalah jalan hidupnya. Beliau belajar di Pondok Pesantren Miftahul Huda, Gading, di bawah bimbingan KH Muhammad Yahya dan KH Abdurohim Amrullah Yahya. Dalam segala kondisi, beliau tidak pernah absen mengaji, tak peduli seberapa sulit keadaannya.

Selain mengaji, Kiai Nisful juga membantu ibunya berjualan jajanan, bumbu dapur, bahkan kerupuk. Pernah pula beliau menjadi kuli bangunan untuk membantu menopang kebutuhan keluarga. Meski harus menanggung beban hidup yang berat, beliau tetap teguh mengejar mimpi untuk memperdalam ilmu dan berbagi dengan sesama.

Selepas menamatkan Sekolah Teknik, Kiai Nisful sempat bercita-cita melanjutkan pendidikan ke Jepang untuk mempelajari ilmu elektronik. Namun, impian itu harus diurungkan karena ibunya tidak mengizinkan. Alih-alih kecewa, beliau tetap bersyukur dan memilih mengabdi sebagai guru honorer di SMP Sumberjambe, Jember. Di sana, beliau tinggal sementara di sebuah ruangan kosong di gedung sekolah yang lebih menyerupai gudang.

Dalam kondisi serba terbatas, Kiai Nisful Laila menabur impian baru: mendirikan sebuah pesantren yang diberi nama Pondok Pesantren Asy Syifa. Pesantren Asy Syifa. Pesantren ini dirintisnya dimulai dari bilik sederhana, dibangun dengan dukungan masyarakat sekitar, khususnya, warga desa Cumedak, Sumberjambe, Jember, Jawa Timur.

Beliau tidak hanya mengasuh santri yang tinggal di pesantren, tetapi juga membuka pintu bagi santri-santri dari desa-desa sekitar yang ingin belajar agama. Setiap sudut pesantren, meskipun sederhana, menjadi saksi ketulusan Kiai Nisful dalam menyebarkan ilmu.

Hari-hari Kiai Nisful diisi dengan mengajar. Selain mengasuh santri yang menetap di pesantren, setiap sore-malam beliau menerima santri dan tamu, baik yang dari dari lingkungan sekitar maupun dari luar daerah.

Masyarakat sekitar menjadikannya sebagai rujukan untuk menyelesaikan berbagai persoalan hidup. Dengan penuh kesabaran, beliau mendengarkan keluh kesah tamu-amu yang datang silih berganti dan memberikan nasihat bijak yang mampu meredakan kegundahan.

Peran Kiai Nisful Laila Iskamil dalam masyarakat juga sangat nyata. Beliau sering menjadi penengah dalam perselisihan antarwarga, membantu mereka menemukan jalan keluar dengan penuh kebijaksanaan. Ketika ada warga yang sakit, Kiai Nisful selalu hadir untuk memberikan doa dan dukungan. Ketika musibah menimpa, beliau senantiasa mengulurkan tangan, baik dalam bentuk doa maupun bantuan materi.

Kepedulian Kiai Nisful juga mencakup aspek ekonomi. Beliau mendorong warga sekitar untuk mandiri secara ekonomi. Mengajarkan mereka cara berwirausaha dengan memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitar. Nasihat-nasihat beliau membuat banyak warga mampu memperbaiki taraf hidup mereka.

Tidak hanya melalui lisan dan perbuatan, Kiai Nisful juga berdakwah melalui tulisan. Bagi beliau, menulis adalah salah satu bentuk dakwah yang penting, bahkan wajib. Melalui tulisan, ilmu bisa menjangkau lebih banyak orang dan menjadi warisan yang tak lekang oleh waktu. Karya-karya beliau tidak hanya membuka pintu pengetahuan bagi pembacanya, tetapi juga menjadi amal jariyah yang pahalanya terus mengalir.

Buku-buku karya Kiai Nisful yang sudah diterbitkan, antara lain, Ziarah Agung (2013), Ziarah Agung 2 (2022), Sekapur Sirih Penyembuh Luka (2021), Meretas Takdir, dan Menggapai Husnulkhatimah.

Dalam buku-buku tersebut, beliau menekankan bahwa setiap manusia memiliki jalan takdir yang unik, dan husnul khatimah—akhir yang baik—adalah sesuatu yang harus diupayakan oleh setiap muslim. Bagi beliau, menyebarkan pemahaman agama yang benar melalui tulisan adalah cara efektif mendekatkan umat kepada Allah.

Kiai Nisful sangat percaya bahwa tulisan memiliki kekuatan luar biasa. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Al-Ghazali, “Jika Anda bukan anak raja, dan bukan pula anak ulama besar, maka menulislah.”

Melalui ungkapan ini, beliau terinspirasi untuk terus menulis sebagai cara memperluas dakwah, menjangkau lebih banyak orang, dan menembus batas ruang dan waktu.

Selain itu, Kiai Nisful juga terinspirasi oleh Ibnu Taimiyah yang mengatakan, “Dakwah tidak hanya dengan lisan, tetapi dengan tinta para ulama.”

Bagi Kiai Nisful, ilmu yang tertulis dalam buku-buku dapat terus hidup dan menyebar bahkan setelah penulisnya wafat, menjadikannya amal jariyah yang tak pernah putus.

Sebelum wafat, Kiai Nisful Laila Iskamil tengah merancang sebuah karya penting tentang sejarah Masjid Al-Shabirun dan Panti Asuhan Noer Mulyani. Bagi beliau, masjid dan panti asuhan yang didirikan bukan hanya tempat ibadah dan perlindungan bagi anak-anak yatim, tetapi juga simbol kebersamaan dalam masyarakat. Melalui buku yang belum selesai itu, beliau ingin mengabadikan sejarah panjang antara Panti Asuhan dan Masjid, agar generasi mendatang dapat memahami betapa pentingnya peran masjid dan panti asuhan dalam membina umat.

Hingga akhir hayatnya pada 25 Desember 2022, Kiai Nisful Laila Iskamil meninggalkan warisan yang tak ternilai meski buku yang dimaksud belum selesai beliau tulis. Kiai Nisful bukan hanya meninggalkan pesantren yang terus berkembang, tetapi juga jejak moral dan spiritual yang mendalam di hati masyarakat. Pesantren Asy Syifa tidak hanya menjadi tempat menimba ilmu, tetapi juga pusat pembinaan sosial yang terus tumbuh dan memberikan manfaat bagi lingkungan sekitarnya. Warisan moral, kesederhanaan, dan kebijaksanaan beliau akan terus hidup dalam hati santri dan masyarakat yang pernah berinteraksi dengannya.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan