*Catatan Perjalanan Ki Ageng Ganjur ke Vatikan (7)
Suhu di Vatikan pagi itu, Rabu 4 Desember 2024, berkisar antara 5 sampai 8 derajat celcius. Sangat dingin untuk ukuran masyarakat tropis. Meskipun waktu sudah menunjukkan jam 07.00 pagi, namun suasana masih gelap seperti subuh, maklum sedang berada di pengujung musim dingin untuk kawasan Italia.
Di tengah udara dingin menusuk dan suasana pagi yang berkabut, rombongan Ki Ageng Ganjur berjalan menuju Lapangan Santo Petrus untuk menjalankan misi perdamaian dan dialog lintas iman melalui jalur kebudayaan.
Rombongan yang dipimpin Dr Ngatawi Al-Zastrouw itu didampingi Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan, Bapak Michael Trias Kuncahyono beserta istrinya. Ada lima mobil mengantarkan Ki Aggeng Ganjur menuju Lapangan Santo Petrus yang terletak di depan Gereja Basilika.
Rombongan masuk dari pintu belakang, menembus penjagaan ketat para petugas. Mobil berhenti tepat di pintu depan samping kanan Gereja Basilika (kalau menghadap Lapangan Santo Petrus). Satu per satu anggota Ki Ageng Ganjur turun dan berjalan menuju pelataran sambil menenteng gamelan dan alat musik lainnya. Petugas memandu sampai di pelataran tempat pentas. Lokasinya berada di zona dua, suatu pelataran dengan lebar sekitar 3 sampai 4 meter panjang 50 meter. Setelah ditunjukkan posisi dan lokasi, seluruh kru Ganjur langsung menata alat musik.
Saat Ki Ageng Ganjur tiba, masyarakat sudah menyemut memenuhi deretan kursi yang ada di zona satu, zona tiga, dan zona dua sisi kiri. Sisi kanan diperuntukkan bagi para seniman yang akan tampil. Belum ada satupun kelompok kesenian datang, sehingga kami mengira Ganjur menjadi satu-satunya pengisi acara kesenian akan tampil. Namun sekitar pukul 08.20, datang kelompok kesenian dari Italia yang membawa alat musik bigpipe (terompet tradisional Skotlandia). Kemudian datang lagi rombongan kesenian yang membawa panji-panji. Jumlah mereka sekitar 20 orang dengan alat musik terompet, flute, dan tambur.
Sekitar pukul 09.10 petugas memberikan aba-aba kepada Ki Ageng Ganjur untuk main. Tanpa menunggu waktu, Ki Ageng Ganjur langsung memainkan komposisi gendhing Kebo Giro. Alunan gendhing Kebo Giro berkumandang ketika Bapa Paus belum keluar dan saat masyarakat mulai berdatangan ke pelataran Basilika. Suasana terasa syahdu dan teduh saat gendhing Kebo Giro mengalun mengiringi masyarakat jang berjalan menuju pelataran Basilika untuk berdoa bersama.
Saya membayangkan suasana hari itu seperti istighasah kubro dan selawatan yang dilaksanakan umat Islam Indonesia. Puluhan ribu manusia datang dengan membawa bekal masing-masing berkumpul di majlis istighasah untuk berdoa dan membaca selawat, kemudian bertemu dan bersalaman dengan para ulama untuk ngalap berkah (mencari berkah). Suasananya persis seperti itu, tapi di sini yang hadir jemaah dari seluruh dunia.
Menjelang pukul 10.00, Paus Fransiskus keluar dari sisi kanan Lapangan Santo Petrus, kemudian belok kiri, lewat di depan pelataran tempat pagelaran Ki Ageng Ganjur.
Jalur yang dilewati Paus berada persis di depan Ganjur. Saat berada di depan rombongan Ki Ageng Ganjur, Paus melambaikan tangan. Selanjutnya, Paus terus berjalan mengelilingi pelataran Basilika Santro Petrus untuk menyapa umat dengan mengendarai mobil terbuka warna putih.
Setelah selesai mengelilingi seluruh sisi lapangan untuk menyapa umat, Paus Fransiskus bergerak menuju mimbar utama yang ada di zona paling atas. Pada saat itu Ki Ageng Ganjur dipersilakan memainkan satu lagu untuk mengiringi perjalanan Paus Fransiskus menuju mimbar utama. Setelah mendapat aba-aba dari petugas, Ganjur langsung memainkan lagu Heal The Word dari Michael Jackson.
Sampai di mimbar utama, prosesi audiensi umum dimulai dengan pembacaan doa yang dipimpin oleh Paus Fransiskus, dilanjutkan dengan sambutan singkat menyapa audiens yang datang dari berbagai penjuru dunia.
Setelah itu, prosesi audiensi umum dilanjutkan dengan sambutan dari beberapa petugas yang maju satu per satu secara bergantian. Masing-masing orang membaca sambutan dalam bahasa yang berbeda, ada bahasa Itali, Inggris, Arab, Latin, German, Prancis., China, dan sebagainya.
Sambutan sesi pertama melaporkan asal negara jemaah yang hadir serta ucapan salam kepada Paus. Sambutan dalam bahasa Arab menyatakan bahwa masyarakat Iraq, Iran, Yordan, Syiria, Mesir, dan umat Islam yang ada di Kawasan Arab menyampaikan salam pada Paus. Saat sambutan dalam bahasa Inggris disebutkan bahwa masyarakat dari Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Vietnam hadir dalam acara audiensi umum dan menyampaikan salam pada Paus. Setiap negara yang disebut selalu mendapat tepukan dari umat yang hadir dari negara tersebut. Dan ketika nama Indonesia disebut, aplaus pengunjung sangat meriah.
Sambutan sesi dua berisi pesan-pesan dari jemaah. Masing-masing petugas menyampaikan pesan sekitar dua sampai lima menit. Setiap petugas selesai menyampaikan pesan, Paus memberikan tanggapan singkat. Pesan yang dalam bahasa Arab disampaikan oleh seorang perempuan. Diawali dengan selawat dan salam pada Rasul, sapaan penghormatan kepada perempuan dan anak, doa kepada mereka yang sakit semoga mendapat rahmat. Selanjutnya pesan menyebutkan mengenai hubungan antara Islam dengan roh Kudus dan posisinya dalam ajaran Islam.
Setelah semua petugas menyampaikan pesan, Paus memberikan sambutan penutup. Dalam sambutannya, Paus menyinggung soal perang di Ukraina, tindakan Zionis Israel di Palestina, serta konflik yang terjadi di Myanmar. Paus berdoa semua konflik tersebut segera berakhir dan kedamaian bisa terwujud.
Setelah acara audiensi selesai, seluruh rombongan Ki Ageng Ganjur dipanggil naik ke atas mimbar untuk bersalaman dan berfoto dengan Paus Fransiskus. Ini sesuatu yang di luar dugaan, karena bagi Ganjur, mendapat kesempatan pentas di pelataran lapangan Santo Petrus sudah cukup membanggakan karena dapat menyampaikan pesan damai di hadapan publik internasional. Panggilan naik ke mimbar utama dan bertemu langsung dengan Paus Fransiskus merupakan berkah tersendiri yang dirasakan oleh Ki Ageng Ganjur.
Kami tak bisa berkata apa-apa menerima semua ini. Perasaan haru, bangga, bahagia, dan suka cita bercampur jadi satu sehingga membuat kami kehabisan kata untuk mengungkapkannya (speechless). Saat rombongan Ki Ageng Ganjur sudah sampai di atas dan menunggu giliran untuk bersalaman, seorang petugas bicara kepada staf kedutaan agar Ganjur mempersiapkan satu lagu untuk dinyanyikan di hadapan Paus. Kami semua bingung harus nyanyi lagu apa, karena hanya membawa rebana, suling, dan angklung.
Karena bingung memilih lagu, secara spontan Zastrouw, ketua rombongan, berkata: “Kita selawatan saja, supaya bisa diiringi rebana, suling, dan angklung.”
Akhirnya semua sepakat membawakan Selawat Badr jika diminta menyanyi di hadapan Paus. Kami memang agak ragu ketika mau membawakan selawat, apakah diperkenankan. Tapi itu lagu yang muncul dalam benak kami, sehingga kami memilih untuk dibawakan di hadapan Paus.
Setelah menunggu beberapa lama, akhirnya tiba giliran Ki Ageng Ganjur bertemu dan bersalaman dengan Paus Fransiskus. Bapak Dubes memperkenalkan rombongan Ki Ageng Ganjur pada Paus. Beliau menjelaskan misi perdamaian dan persaudaraan yang dibawa oleh Ki Ageng Ganjur. Mendengarkan penjelasan Pak Dubes, Paus mengacungkan jempol sambil tersenyum. Karena diperkenalkan sebagai grup musik religi, kemudian Ganjur diminta menyanyikan lagu.
Sebelum menyanyi, kami minta izin untuk membawakan lagu selawat, dan Paus mengizinkan dan mempersilakan kami menyanyikan selawat. Setelah mendapat izin dari Paus, kemudian para personil menyanyikan Selawat Badr. Saat mendengar alunan selawat, Paus mengacungkan kedua jempol dan melambaikan tangan. Beliau terlihat tersenyum puas sambil mengangguk-anggukkan kepala mengikuti alunan selawat.
Menurut Zastrouw, meskipun pemilihan Selawat Badr tersebut disampaikan secara spontan, namun sebenarnya memiliki makna tersendiri. Pertama, Selawat Badr merupakan karya ulama Nusantara, KH Ali Mansyur dari Banyuwangi, sehingga alunan selawat tersebut mencerminkan budaya Islam Nusantara.
Kedua, karena selawat identik dengan budaya umat Islam, sehingga jika disenandungkan di Basilika akan terlihat dan terasakan nuansa perdamaian dan persaudaraan lintas iman.
Ketiga, pembacaan selawat bukan merupakan ritual formal agama, tetapi lebih merupakan ekspresi kultural atas spirit religiusitas cinta Nabi, sehingga dapat dilantunkan di forum mulia di mana saja.
Duta Besar RI untuk Takhta Suci Vatikan, Michael Trias Kuncahyono, menyatakan bahwa alunan Gendhing Kebo Giro, lagu Heal the Word, dan Selawat Badr yang dibawakan Ki Ageng Ganjur merupakan peristiwa monumental dalam gerakan kebudayaan untuk membangun persaudaraan antarumat manusia dan perdamaian dunia.
Melalui event ini, dunia akan melihat bangsa Indonesia adalah bangsa yang moderat, toleran, dan bersaudara. “Peristiwa ini (alunan Kebo Giro dan Selawat Badr) membuktikan apa yang dinyatakan Paus Fransiskus tentang Pancasila sebagai perajut keberagaman bangsa adalah benar adanya,” demikian kata Dubes Trias Kuncahyono.
Setelah pentas di pelataran Santo Petrus, bertemu dengan Paus, bersalaman dan berfoto bersama beliau di mimbar utama Basilika, Ki Ageng Ganjur merasa tugas menyuarakan perdamaian dan persaudaraan yang menjadi misi utama Roadshow Internasional Ganjur ke Vatikan sudah tertunaikan secara komplit. Ada perasaan puas dan bangga dpat menunaikan tugas mulai ini. Rasanya tidak sia-sia menembus dinginnya cuaca dan tebalnya kabut yang menyelimuti Vatikan pada pagii tu.