Sikap Zuhud di Era Milenial

377 views

Seringkali zuhud disalah-tafsirkan sebagai sikap seseorang dengan penampilan kumal, kumuh, dan kotor. Hal ini tentu saja perlu diluruskan, agar makna zuhud mendaptkan marwahnya sebagai sikap seseorang yang di hatinya hanya ada Allah swt. Karena hakikat zuhud adalah persoalan hati, jadi tidak dapat dinilai hanya dengan tampilan luarnya saja. Meskipun, bisa niscaya bahwa seseorang dengan tampilan “gila” adalah termasuk sebagai ahlu al-zuhd.

Di dalam chanel YouTubenya, Dr. A. Wahid Hasan menjelaskan secara lebih kompleks terkait dengan zuhud, kaitannya dengan era milenial, era digital, atau era industri 4.0. Mengutip pendapat Imam Al-Junaid dalam kitab Madarij as-Salikin, dosen pascasarjana INSTIKA Sumenep ini menjelaskan, “Orang yang zuhud tidak menjadi bangga karena memiliki dunia dan tidak menjadi sedih karena kehilangan dunia.” Jadi zuhud adalah sikap seseorang yang hatinya selalu bersama Allah swt.

Advertisements

Jika sikap zuhud itu dimaknai sebagai orang yang miskin atau tidak memiliki harta adalah suatu kekeliruan. Karena tidak sedikit para sahabat di masa Rasulullah saw yang mempunyai harta melimpah. Ustman bin Affan misalnya, yang memiliki harta berlimpah tetapi tetap bersikap zuhud. Artinya, ketika harta yang banyak itu diperlukan untuk kegiatan dakwah, maka Utsam bin Affan tidak segan-segan untuk memberikan hartanya dengan begitu banyak. Dan Sahabat Utsman bin Affan tidak merasa sedih dengan mentsharrufkan harta bendanya di jalan Allah swt. Dan demikian itu hakikat dari sikap zuhud yang sebenarnya.

Abu Sulaiman Addaraini mengatakan bahwa zuhud adalah membuang segala sesuatu yang menyebabkan lupa kepada Allah swt. Misalnya, dengan membeli HP pintar yang terbaru, kemudian seseorang tidak ingat lagi untuk berzikir kepada Allah swt, maka hal demikian jauh dari sifat zuhud. Namun, jika dengan gadget baru kita tidak dilupakan dengan tetap mengingat Allah swt, maka hal tersebut bukan sebagai penghalang dalam sifat dan sikap zuhud.

Ciri-ciri Zuhud

Menurut Imam Al-Ghazali, zuhud memiliki ciri-ciri sebagai berikut. Pertama, tidak gembira dengan yang dimiliki dan tidak sedih jika yang dimiliki itu hilang. Baik hilang karena diambil seseorang tanpa sepengetahuan, maupun hilang karena disedekahkan. Tidak gembira dengan harta yang dimiliki bukan berarti menghilangkan rasa syukur. Sebab kebahagiaan yang paling purna adalah diberinya sikap wara’ oleh Allah swt. Jadi sikap syukur tetap eksis di dalam jiwa para orang zuhud dengan segala kondisi yang telah diberikan.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan