“Semakin banyak ilmunya, harusnya orang itu semakin baik perilakunya.”
Socrates
Sufi besar ini berasal dari Balkhi, daerah Afganistan. Ia hidup di abad ke-13, tepatnya lahir tahun 1207 M dan meninggal tahun 1273 M. Sufi Jalaluddin Rumi ini terkenal tidak hanya di dunia Islam. Orang Barat juga banyak yang jatuh cinta dengan Jalaluddin Rumi. Dulu waktu tahun 2007, delapan ratus tahun peringatannya Rumi, UNESCO dan PBB mencanangkan bahwa tahun 2007 adalah tahun Jalaluddin Rumi. Jadi orang Barat banyak yang jatuh cinta, padahal kita banyak yang tidak kenal.
Sejauh ini, muka atau wajah kita, wajah umat Islam ini banyak diselamatkan oleh sufi-sufi seperti Jalaluddin Rumi. Jika ada stigma-stigma negatif terkait Islam; bahwa Islam teroris, pemarah, ngamukan, menjawabnya mudah karena ada orang-orang seperti Jalaluddin Rumi ini. Jadi kalau ada yang bicara Islam itu ngamukan jawabannya tidak; coba dilihat Rumi. Kebetulan nama ini diakui.
Bahkan Paus Yohanes ke-23 menghormati Rumi. Dia bilang: “Kalau di hadapan Rumi saya harus tunduk dan patuh.” Termasuk juga yang mengidolakan Rumi; Muhammad Iqbal, Mahathma Gandhi (Tokoh Hindu). Di Yogya, tempat di mana saya pernah menjadi santri di Pesantren Maulana Rumi juga mengkaji karya-karyanya sekaligus tari sufinya.
Ayahnya Rumi sendiri seorang wali, seorang ulama, gelarnya Sulthaanul Ulamaa. Namanya Syaikh Bahauddin Walad. Aslinya dari Balkh, Afganistan. Zaman dulu Afganistan ikut wilayah Persia. Waktu Rumi umur tiga tahun, Syaikh Bahauddin Walad dan keluarga pindah ke Konya, di satu daerah namanya Rum. Konya hari ini masuk wilayah Turki. Makanya, karena tinggalnya di daerah Rum gelarnya atau panggilannya Rumi. Nama aslinya Jalaluddin.
Jalaluddin Rumi sejak kecil sudah pintar. Bahkan begitu masuk ke Konya, saat berumur sekira 6/7tahun, sama ayahnya diajak sowan ke wali besar saat itu Fariduddin Attar. Begitu Fariduddin Attar melihat Rumi, waktu itu Rumi berdiri di belakang ayahnya. “Lihatlah lautan sedang datang dan di belakang lautan itu ada samudera,” kata Attar. Ya biasa, sufi dan wali itu lebih mengerti siapa yang jadi siapa. Dan ramalannya Fariduddin Attar benar bahwa Rumi ini jauh melebihi ayahnya .
Setelah ayahnya meninggal, Rumi menggantikannya. Kalau zaman sekarang mungkin di pondoknya. Santrinya banyak, 4000 orang lebih. Sehingga dikenallah Rumi dengan gelar Maulana; Maulana Rumi, tuan kami, tuannya orang Rum. Itu karena kepintarannya. Jadi dia profesor di zaman itu. Meskipun nanti ada titik balik kehidupannya yang membuat dia jadi tidak sekadar orang pintar, tapi juga sufi besar.
Yang membuat Rumi mengalami titik balik ini ketika ketemu gurunya namanya Syamsuddin at-Tabrizi; sufi misterius. Kisah Syamsuddin ini juga ada singgungannya dengan Sunan Kali Jaga. Waktu Sunan Kali Jaga ingin naik haji ke Mekkah kemudian transit di Malaya di Pulau Upih sedang menunggu kapal, bergurulah Sunan Kali Jaga kepada seorang wali yang bernama Syamsu Tabriz. Kalau di Serat Jawa namanya Syeikh Sut Tabrit. Syeikh Sut Tabrit ini dimungkinkan wali pengembara Syamsu Tabriz tadi. Meskipun ada beberapa kritik termasuk tidak singkron tahunnya. Tapi bisa jadi juga.
Jalaluddin Rumi jatuh cinta luar biasa sama gurunya. Jadi kita tidak usah heran kalau membaca sejarahnya Rumi. Rumi kok sampai segitunya, ya, sama gurunya, gurunya cowok lo. Ya seperti kita kagum sama guru yang kita anggap luar biasa. Dan Rumi ekstase kalau sama gurunya ini. Rumi dapat banyak sekali pelajaran dari Syamsu Tabriz. Dari situlah Rumi kemudian menarik diri dari dunia ramai; mulai zuhud, mulai uzlah, yang nantinya memunculkan fitnah-fitnah bikin Syamsu Tabriz tidak nyaman berada di dekat Rumi, kemudian pergi.
Ketika gurunya pergi, Rumi mengalami semacam depresi, semacam stres karena ditinggal orang yang paling disayangi. Mulai keluar bakat sastranya, syair-syairnya lahir. Termasuk nanti setelah ditinggal gurunya ini lahirlah tarian paling terkenal yang dapat kita lihat; orang barat menyebutnya Whirling Dervishe atau Tari Darwis: sufi berputar.
Suatu ketika dia pergi ke tempat salah satu muridnya, namanya Sholahuddin, seorang pandai atau penempa besi. Rumi di situ merenung, tiba-tiba dia dengar ketukan besi: teng-teng-teng. Lama-lama bunyi ketukan ini di telinganya Rumi kedengaran seperti bunyi wirid, zikir: Allah-Allah-Allah. Terus-menerus di setiap ketukannya dan secara tidak sadar tubuhnya bergerak mengikuti irama ketukan besi itu.
Dari situ nanti dia terus berputar dan dari situ pula nanti lahir Whirling Dervishe yang terkenal dalam Tarekat Maulawiyah. Tarekat yang dikembangkan sesuai ajaran-ajarannya Rumi, yang dirumuskan oleh sahabatnya yang bermana Syaikh Husyamuddin.
Rumi menulis beberapa kitab besar yang populer, yaitu Rubaa’iyat; Kitab yang berisi 1600 bait syair. Nanti kitab yang ditulis dan paling terkenal lagi adalah Diwanu Syamsu Tabriz, berisi pujian-pujian syair tentang gurunya. Adalagi tentang gurunya juga, yaitu Maqaalatu Syamsu Tabriz. Rumi menulis juga Maktuubaat. Namun yang paling terkenal dari Rumi, secara internasional juga, adalah Matsnaawi. Bagi beberapa tokoh, Matsnaawi ini disebut “Qur’an”nya Persia karena ditulis memakai bahasa Persia. Berisi 25.000 bait syair. Didiktekan pada sahabatnya Syaikh Husyamuddin dalam jangka kurang lebih 15 tahun. Meskipun tidak secara kontinu, di tahun-tahun terakhir kehidupannya Rumi, untuk menutupi kerinduannya kepada gurunya.
Syaikh Husyamuddin ini sahabatnya yang bertugas menulis sayir-syairnya Rumi. Namun jangan salah, Rumi kalau bersyair tidak pakai mikir tidak pakai menulis, namanya bil bidaachah. Jadi seperti orang bicara tiba-tiba keluarnya syair saja. Kalau orang kebanyakan bikin puisi satu baris keliru dicoret dihapus ganti lagi. Kurang indah dihapus ganti lagi. Tapi tidak dengan Rumi. Ia secara langsung, bil bidaachah; dari kata badichi yang artinya langsung. Jadi begitu Rumi ekstase, dia bicara dan muridnya mencatat. Dari situlah lahir Matsnaawi.
Dan syairnya Matsnaawi itu, diterjemahkan seorang orientalis, Nicholsen. Ia menerjemahkannya cukup lama, hampir 25 tahun. Menerjemahkan karya Rumi mulai 1925-1950. Orientalis itu berkenan sekian puluh tahun menggeluti karya umat Islam. Jangan dibandingkan dengan kita. Nanti kita malu. Kita bisanya hanya mencemooh orientalis. Padahal kita tidak setekun orientalis untuk belajar Islam. Itu kelebihan kita hari ini.
Dari sisi fikih Rumi pengikut Imam Hanafi, Hanafiyah. Dari sisi kalam ikut Imam al-Maturidi, Maturidiyah. Sunni jelas. Maka di antara sufi besar kebanggaannya orang Sunni adalah Jalauddin Rumi.