Syukur dalam Perspektif Al-Qur’an dan Psikologi

190 kali dibaca

Dikotomi ilmu umum dan ilmu agama selalu digiring sebagai upaya untuk merusak tatanan hidup yang integratif dan damai. Dua hal secara tidak langsung diinginkan dalam upaya ini; antara membuat orang-orang kelaparan etika dalam hidup atau justru konservatif dalam menghadapi permasalahan.

Tak dapat disangkal bahwa ilmu umum sebagai media penyampai manusia kepada kepastian membutuhkan cairan etika yang tak luput dari narasi keagamaan. Oleh karenanya upaya pemisahan dan dualisasi ilmu (ilmu umum dan ilmu agama) tidak pantas untuk dipelihara.

Advertisements

Dalam tulisan ini kami berusaha memaparkan bagaimana agama (Islam) dengan kitab sucinya (Al-Qur’an) mampu bergandengan tangan dengan psikologi positif; bahwa Al-Qur’an dengan narasi spiritual yang ditawarkan bukanlah dogma yang tak memiliki kandungan ilmiah. Apa yang menurut Al-Qur’an baik tidak selamanya kosong dari narasi rasional.

Pada saatnya akan terbukti bahwa bukan Al-Qur’an yang tidak memiliki seragam rasionalitas, melainkan manusia, sebagai makhluk berakal, yang belum mencerna rasionalitas Al-Qur’an.

Itulah Al-Quran dengan segala mukjizatnya yang selalu selaras dengan apa yang senyatanya (das sein) dan apa yang seharusnya (das sollen). Sisi kesamaan antara keduanya yang akan kami bahas dalam hal ini adalah terkait syukur.

Pertama, hubungan keduanya dalam mendefinisikan syukur. Esensi makna syukur menurut Islam memiliki kesesuaian dengan makna dengan kebersyukuran dalam psikologi positif. Kesesuaian tersebut terdapat dalam aspek sikap menghargai, mengakui kebaikan yang dilakukan oleh pihak lain.

Makna syukur dalam Al-Qur’an menitikberatkan pada aspek praksis, yakni sebentuk pengakuan hati, pengakuan lisan, dan pengakuan anggota badan yang terwujud dalam sikap peduli sosial. Makna ini berkaitan dengan istilah syukur yang menggunakan kata kerja, yang menitikberatkan perintah untuk menjalankan ajaran agama.

Hal ini berbeda dengan makna syukur dalam psikologi positif yang lebih menekankan pada aspek kondisi psikologis, yakni menghargai, mengakui atas kebaikan yang dilakukan oleh orang lain. Oleh karena itu terminologi yang digunakan dalam psikologi positif menggunakan istilah kebersyukuran (gratitude).

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan