Ingat santri, ingat terung. Ya, terung, nama sayuran yang satu ini memang tidak asing lagi di telinga santri. Bahkan, ada anggapan bahwa terung merupakan lauk yang sering tersaji untuk menemani makan para santri yang tinggal di pondok pesantren.
Terung nyaris identik dengan “menu wajib” hidangan di lingkungan pondok pesantren. Dari situlah sering muncul anggapan atau bahkan stigma akan kualitas asupan atau makanan bagi para santri di lingkungan pondok pesantren. Ada anggapan, karena terlalu banyak mengonsumsi terung ini, tingkat kecerdasan santri menjadi kurang kompetitif.
Terung sendiri sebenarnya memiliki banyak manfaat untuk kesehatan tubuh. Terung juga banyak mengandung vitamin yang tentu saja sangat berguna untuk kesehatan tubuh kita. Namun kebanyakan orang, utamanya generasi milenial, mereka tidak menyukai sayuran yang satu ini. Mereka cenderung sulit untuk menerima makanan yang berbahan dasar sayur dan lebih menyukai makanan cepat saji serta daging atau ikan.
Hal ini mungkin karena kebiasaan sejak kecil serta kebiasaan di rumah masing-masing sebelum tinggal di pesantren. Sehingga, untuk membiasakan santri baru agar suka dengan sayuran yang satu ini memang sedikit sulit dan memerlukan kesabaran yang lebih lagi. Pada akhirnya, para santri yang sudah tinggal di pondok bisa menyukai sayuran ini. Hal itu karena mereka terus dilatih untuk menerima dan membiasakan diri mengonsumsi terung sebagai lauk mereka sehari-hari.
Kenapa terung begitu akrab dengan dunia santri? Mungkin karena terung memang mudah ditemukan di mana pun berada. Harganya yang terjangkau bisa jadi sebagai alas an kenapa banyak pesantren cenderung memilih sayuran yang satu ini untuk dijadikan lauk untuk para santrinya.
Makanan berbahan dasar terung memang simpel dan mudah untuk mengolahnya, tidak membutuhkan waktu yang lama untuk memasak yang sayur ini karena termasuk sayur yang mudah melunak ketika dimasak. Selain terung, kalangan pesantren biasanya juga membuat menu berbahan dasar kangkung, labu, kacang panjang, dan juga timun.
Karena banyaknya pesantren yang memilih terung untuk lauk para santrinya, maka terung menjadi makanan yang khas dan populer di kalangan santri. Jika ada yang membicarakan tentang pesantren, mereka pasti akan mengingat sayur terung ini.
Dari situ pula ada anggapan yang muncul di masyarakat bahwa penyebab santri gampang mengantuk adalah sayur terung ini. Mereka mempercayai bahwa terung menyebabkan santri kurang energik dan gampang mengantuk setelah memakannya.
Namun hal ini ternyata tidak benar, karena terung sesungguhnya mempunyai banyak manfaat dan kandungan vitamin yang tinggi serta bisa menambah kesehatan organ dalam tubuh. Maka asumsi bahwa santri gampang mengantuk dikarenakan memakan terung terlalu banyak itu tidaklah benar adanya.
Namun sebenarnya, pesantren memilih terung sebagai lauk dasar bukan karena harga yang terjangkau atau sayur ini mudah ditemukan. Lain dari itu adalah untuk melatih hidup sederhana dalam diri santri. Sebab, pesantren tidak hanya bertanggung jawab mengenai ilmu kitab dan Al-Quran yang harus dikuasai seorang santri, namun juga harus bertanggung jawab dalam mendidik karakter yang baik untuk seorang santri yang kemudian akan hidup bermasyarakat setelah lulus dari pesantren.
Pendidikan karakter ini membutuhkan proses yang lama dengan penuh kesabaran. Jika santri setiap hari harus makan sayur terung, lama-lama mereka akan terbiasan untuk hidup dengan sederhana dan tidak manja. Bagi seorang santri yang tidak suka dengan sayur terung, misalnya, namun lama-lama mereka akan terpaksa dan sedikit bersabar untuk bisa menerima kebiasaan baru di pesantren. Karena selain ilmu agama yang didapatkan selama hidup di pesantren, seorang santri juga akan mendapatkan ilmu kehidupan yang sesungguhnya. Berbaur dengan banyak orang akan membuat jiwa sosialnya berkembang, dan kegiatan sehari-hari akan menumbuhkan karakter yang berakhlak serta berbudi luhur dan sederhana dalam menjalani kehidupan.
Wallahua’lam Bisshawab.
Masa saya mondok dulu, terung dianggap sebagai daging ayam, hee,,,, nyam..nyam…nyam…