Semua orang yang ingin menafsirkan Al-Quran harus melalui beberapa tahapan. Melalui pemahaman terhadap hadis, gramatika bahasa Arab, asbabun nuzul, dan sebagainya. Sehingga, kandungan Al-Quran benar-benar kita pahami, dan tidak serta-merta sembarangan dalam menggunakannya. Ini diperlukan agar kesakralan Al-Quran dan seluruhnya tentang agama Islam tetap terjaga.
Alasan mengapa perlu studi Al-Quran ialah bahwa mayoritas umat muslim, khususnya di Indonesia, berislam sebab keturunan, bukan karena kebenaran yang dibawa oleh Islam itu sendiri. Banyak sekali orang atau kelompok masyarakat hari ini yang sembarangan dalam menggunakan Al-Quran.
Akibat serampangan dalam memahami Al-Quran, sering kita jumpai berbagai macam aktivitas manusia yang menggunakan ayat dan isi Al-Quran sebagai alat. Alat untuk memperkaya diri dan kelompok atau lembaga sendiri, kelompok yang seakan-akan pemangku kebenaran Tuhan. Mewakili semua kebenaran, sehingga akibatnya timbul masalah yang rentan memutuskan persaudaraan.
Jika ditelusuri lebih jauh, hal yang kita temukan bukan sedemikian. Melainkan hanya perbedaan dalam pemahaman serta kegagalannya dalam memakni ajaran Al-Quran. Kegagalan berupa tanpa menerjemahkan secara kontekstual ayat-ayat Al-Quran, tanpa memahami asbabun nuzul, tanpa memahami segala sesuatu tentang ilmu Al-Quran. Kesalahan semacam itu selalu kita temui di tengah-tengah konflik masyarakat. Sehingga awal tujuan Al-Quran diturunkan sebagai rahmat berubah menjadi sumber masalah yang memicu konflik.
Tak jarang kita temui sekelompok politikus mengolok-olokkan ayat Al-Quran demi melindungi kelompoknya dengan menggunakan keskralan agama. Juga dalam perdagangan dan aktivitas sosial lainnya, nama sesuatu, entah manusia, nama tempat, nama toko, busana, dan sebagainya banyak menggunakan simbol-simbol keislaman. Seperti toko barokah, baju muslimah, dan lain-lain. Padahal belum tentu si pengguna paham bagaimana kosep berkat dan muslim dalam ayat-ayat Al-Quran.
Imam As-suyuti sudah jauh-jauh hari membagi turunnya Al-Quran ke dalam dua bagian: turunnya ayat tanpa sebab dan turunnya ayat disertai dengan sebab. Dari situ kita lihat pentingnya memahami asbabun nuzul; mengapa ayat itu turun, atas dasar apa ayat itu turun.
Sebagai contoh kisah, seorang pemuda pada suatu hari datang kepada Rasul untuk menanyakan tentng syariat kepadanya. Kemudian turun ayat yang merespons pertanyaan yang diajukan pemuda tadi. Dan untuk menerjemahkan konsep syariat, juga perlu melihat asbabun nuzul itu.
Belajar asbabun nuzul bukan berarti kita diajak untuk mengikuti realitas masyarakat sewaktu Al-Quran diturunkan. Bukan karena Al-Quran diturunkan di Mekkah dan Madinah lalu dalam memaknainya disesuaikan dengan kedua daerah itu. Melainkan, dikaji ulang dan dipahami kembali malalui dekontruksi paham Al-Quran ke realitas saat ini. Mengingat, Al-Quran sebagai acuan kehidupan sejak diturunkan ke bumi sampai pada hari akhir nanti.
Maka untuk mengetahui esensi dalam suatu ayat penting mempelajari asbabun nuzul sebagai salah satu alat dari berbagai alat untuk menafsirkan Al-Quran. Tak hanya membaca sebab-sebab turunnya ayat, tetapi juga memahaminya untuk mencari kesesuaian dengan ajaran-ajaran yang dibawa oleh Nabi (hadis). Jika sesuai, maka penerjemahan atau ijtihad dan penggalian makna dalam Al-Quran sudah sesuai dengan jalan yang ditunjukkan Tuhan.
Tak hanya Al-Quran, hadis juga perlu pengkajian dengan melihat sebab dari hadis itu disampaikan oleh Rasul. Penting juga memahami asbabul wurud atau sebab-sebab datangnya hadis. Ini diperlukan agar kesalahpahaman dalam menggunakan hadis bisa dihindari. Sehingga, ajaran-ajaran yang ingin disampaikan oleh Nabi dan cita-cita agama Islam diturunkan ke bumi bisa kita nikmati, tidak keluar dari konsep yang dibawanya.
Semua isi dari Al-Quran entah esensi ayat, huruf, atau bahkan kata dalam Al-Quran mempunyai makna yang tersembunyi di baliknya. Komunikasi antara malaikat Jibril dan Nabi dalam menyampaikan wahyu tidak selamanya menggunakan kalimat-kalimat. Tetapi juga simbol-simbol seperti bunyi lonceng. Atau dengan datangnya utusan Allah yang langsung duduk serta menyampaikan wahyu kepada Nabi. Serta banyak lagi model-model turunnya Al-Quran pada Nabi.
Maka semua masyarakat muslim perlu dan bahkan harus mempelajari Al-Quran tak hanya dengan membaca dan mengahafal saja. Melainkan, harus bisa menikmati isi yang disampaikan oleh Tuhan dalam Al-Quran. Agar keislaman yang kita anut sebagai acuan hidup tetap terjaga dari kesalahan dan kesembarangan dalam memaknai Al-Quran.