Urgensi Kaderisasi Santri Berwawasan Ekologi*

45 kali dibaca

Alam pada awalnya bergerak secara teratur. Air mengalir dari hulu ke hilir, hujan turun secara wajar dan tanah bertugas menyerap curah hujan berapapun banyaknya. Alur ini adalah hukum Tuhan yang berjalan teratur, kecuali ada perbuatan manusia sebagai biang keladi rusaknya sistem yang sudah tertata tersebut. Perbuatan manusia yang sombong, serakah, dan melampaui batas dalam memanfaatkan alam menjadi faktor penentu keberlanjutan kehidupan di Bumi ini.

Manusia selama ini hanya mengambil haknya saja dalam memanfaatkan alam, namun seakan lupa dengan kewajibannya terhadap alam. Bukan rahasia umum lagi bahwa adanya hak dan kewajiban harus dilaksanakan secara seimbang. Seperti itulah harusnya, bukan hanya untuk memuaskan hasrat pribadi, akan tetapi ada tugas lain yang lebih urgen dalam pelaksanaannya, yakni menjaga kelestarian lingkungan (kebutuhan ekologis).

Advertisements

Salah satu pelajaran terkait ekologi yang diajarkan di dalam pesantren adalah معاملة مع البيئة. Dalam konteks agama Islamمعاملة مع البيئة   diartikan sebagai atauran-aturan terkait hubungan manusia dengan lingkungan sekitarnya. Manusia dengan lingkungan adalah dua komponen yang tidak dapat terpisahkan. Maka interaksi yang dijalin oleh keduanya akan terus berkesinambungan. Seharusnya interaksi yang dilakukan oleh manusia sama halnya dengan simbiosis mutualisme antara lebah dan bunga, sama-sama saling diuntungkan. Bukannya simbiosis parasititsme yang hanya mengambil keuntungan sepihak.

Hal ini didukung fakta lapangan, seperti tercemarnya lingkungan oleh sampah yang tak dapat dikelola dengan baik. Adanya campur tangan manusia yang hanya mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri tanpa adanya timbal balik terhadap lingkungan sekitarnya. Jadilah ketimpangan terhadap lingkungan tak dapat terhindarkan. Manusia bagaikan parasit yang menghinggapi pohon. Mengambil keuntungan darinya, akan tetapi tak ada timbal balik yang didapatkan oleh pohon itu sendiri. Paham kesadaran akan lingkungan seharusnya lebih disosialisasikan kepada khalayak ramai. mengingat mencegah lebih baik daripada mengobati.

Apabila kesadaran manusia terhadap lingkungan tidak segera terbentuk, besar kemungkinan akan lebih runyam konsekuensi yang akan dirasakan bersama akibat rusaknya lingkungan sekitar. Penanaman kesadaran ini sejatinya perlu dilakukan sejak dini kepada anak-anak yang masih mengenyam pendidikan formal di sekolah. Bukan tanpa alasan, bila anak-anak sejak dini telah diberikan doktrin kesadaran terhadap pentingnya menjaga lingkungan, secara tidak lamgsung akan menjadi mindset dalam mengarungi kehidupannya yang masih panjang. Sebab generasi yang peduli terhadap lingkungan dapat bersinergi memperbaiki kualitas lingkungan saat ini.

Pandawara Group adalah salah satu organisasi yang didirikan oleh beberapa pemuda yang memiliki kesadaran terhadap lingkungan. Berawal dari pertemanan dan komitmen Bersama, Pandawara memulai aksinya pada tahun 2022. Gerakan cinta lingkungan yang dipelopori oleh Pandawara seharusnya dapat menjadi teladan bagi kaum muda lainnya. Gerakan semacam ini masih minim di negeri ini, sedikit sekali orang yang hatinya tergerak mengikuti kegiatan cinta lingkungan. Seharusnya bila ingin memperbesar lingkup kesadaran pada khalayak ramai, sebenarnya berbagai cara dapat diaplikasikan, tapi yang paling efektif adalah jika pemerintah khsusnya Kemendikbudristek mau mengadopsi sistem pendidikan yang menggabungkan antara pembelajaran formal dan praktik pemberdayaan lingkungan.

Memang di beberapa lembaga pemerintah ada yang menerapkan sistem sekolah Adiwiyata. Namun dalam penyelenggaraanya tidak menyeluruh dan dirasa kurang dalam memupuk kesadaran peserta didik. Apalagi lingkupnya yang kurang menyeluruh, mengingat hanya bebrapa lembaga saja yang menerapkan sistem Adiwiyata. Sebenarnya, jika dibandingkan lembaga formal negeri dengan pondok pesantren, masih lebih banyak pesantren yang menganut sistem ekologi dalam pengajarannya. Karena lembaga pondok pesantren lebih banyak dijumpai menerapkan sistem tersebut.

Beberapa tahun silam, tepatnya 2008 muncul konsep pendidikan yang menggabungkan nilai-nilai Islam dengan praktik-praktik lingkungan, seperti konservasi sumber daya alam dan kesadaran terhadap lingkungan dalam kesehariannya. Pesantren ekologi bertujuan untuk menciptakan komunitas pesantren yang hijau, mandiri, dan ramah lingkungan. Sebut saja Pesantren Annuqayyah Sumenep, Madura. Pondok pesantren tersebut telah dapat melakukan pemilahan sampah secara mandiri. Menggunakan sistem 3R (Reuse, Reduce, Recycle). Belum lagi penggunaan PLTS sebagai sumber energi terbarukan yang dipergunakan untuk Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) setiap harinya.

Hingga saat ini pesantren yang menganut pembelajaran ekologi mulai menjamur. Sebenarnya bukanlah hal yang mengherankan kalau banyak pondok pesantren yang menerapkan sistem ini. Hal ini sejalan dengan penanaman nilai Islam terkait lingkungan (معاملة مع البيئة). Pengimplementasian ekologi dalam pendidikan sangatlah berpengaruh bagi keberlangsungan lingkungan yang saat ini tengah berada dalam ambang ketidak seimbangan.

Didukung oleh fakta yang dilansir dari laman Kompas.com menurut Indeks Kinerja Lingkungan (Environmental Performance Index) EPI tahun 2024, Indonesia berada di peringkat 162 dari 180. Memang peringkat saat ini lebih baik daripada dua tahun silam, akan tetapi masih banyak ruang yang harus diselesaikan terkait lingkungan. Secara tidak langsung ini menjadi PR sekaligus teguran keras bagi pemerintah mengingat kondisi lingkungan yang masih terbengkalai belum menemukan titik terang dalam penyelesaian problem nasional ini.

Menjamurnya pesantren yang menanamkan rasa cinta lingkungan seharusnya sudah dapat terlihat gerakan-gerakan aktif buah dari kurikulum yang menyematkan konsep ekologi di dalamnya. Akan tetapi, namanya juga pondok pesantren yang kebanyakan membatasi ruang gerak santrinya, maka tak ayal bahwa gerakan yang mereka lakukan hanya dalam lingkup internal pondok itu sendiri. Namun timbul sebuah tanda tanya besar, mengapa hanya hitungan jari organisasi yang dipelopori oleh santri, padahal dalam kesehariannya pondok pesantren ekologi telah menanamkan karakter cinta serta peduli terhadap lingkungan.

Pondok pesantren ekologi harusnya melakukan serangkaian kegiatan semacam kaderisasi, agar lahir sekumpulan generasi yang peduli akan keberlanjutan lingkungan yang kian harinya makin miris. Supaya tidak sia-sia pengajaran yang dilakukan oleh lembaga selama ini. Bermula dari menjamurnya kader pondok akan terbentuk berbagai macam perkumpulan-perkumpulan yang mengkritisi problematika lingkungan. Dari sinilah setelahnya akan menggaet masyarakat untuk memupuk kesadaran agar mencintai alam sekitar. Apalagi harapan supaya para santri tersebut dapat merealisasikan ilmunya dengan melakukan aksi-aksi nyata dalam menjaga kelestarian ekosistem alam. Karenanyalah urgensi kaderisasi kaum santri yang berwawasan ekologi perlu diciptakan agar lahir kumpulan pemuda-pemuda tangguh yang cinta lingkungan.

Segala cara harus digalakkan untuk mewujudkan keseimbangan ekosistem alam agar tetap lestari. Tak ada lagi yang namanya kerusakan alam, lebih-lebih bila kerusakan tersebut ditengarai oleh perilaku manusia yang merusak. Semua juga berharap supaya lingkungan tetap terjaga sampai anak cucu nanti. Jangan sampai meninggalkan kerusakan bagi penerus bangsa, agar dapat merasakan keasrian alam. Manusia dapat memanfaatkan segala yang dimiliki dan disediakan oleh alam, tapi juga harus menjaga keasrian alam sebagai timbal balik.

*Naskah peserta Lomba Karya Tulis Ekologi Kaum Santri dengan jusul asli “Memupuk Kesadaran Urgensi Kaderisasi Santri Berwawasan Ekologi”.

Multi-Page

Tinggalkan Balasan