Wisata Kuliner ala Santri Sukorejo (1): Santapan Gratis Berbuah Manis

16 views

Mondok ke Sukorejo sebenarnya tidak pernah masuk dalam rencana hidup saya. Namun, meski harus terpental lebih 800 kilometer dari rumah, saya tidak pernah menyesalinya. Sukorejo memberi saya banyak pengalaman berharga. Bukan hanya soal keilmuan. Ia juga mengajak saya untuk berwisata kuliner khas Nusantara dengan cara yang tak biasa.

Loh, kok bisa? Ya, bisa, lah.

Advertisements

Kalau dulu nenek moyang kita berburu makanan untuk bertahan hidup, sekarang kita berburu makanan untuk kepentingan gaya hidup. Perlahan tapi pasti, posisi makanan mulai mengalami perluasan makna. Yang awalnya semata-mata kebutuhan primer (dlarury), sekarang mulai merambah ke ranah tersier (tahsiny).

Buktinya, kini fungsi makan bukan hanya untuk menuntaskan rasa lapar, melainkan untuk memanjakan lidah, mengikuti tren atau bahkan menegaskan status sosial. Karena itulah, konten-konten seperti food vlogging, cooking live, berburu street food dan semacamnya semakin diminati. Berbagai hashtag viral juga tak lepas dari makanan. Sebut saja #Foodstagram, #EatLocal, #Yummy atau #FoodPhotography. Tidak heran, food vlogging dan influencer makanan berkembang pesat beberapa tahun terakhir.

Sebagai seorang santri yang terikat aturan pesantren, saya—dan mungkin teman-teman santri lainnya, di manapun berada—tidak bisa leluasa ikut tren seperti anak-anak muda di luar sana. Mau ngonten? HP-nya saja gak pegang. Mau ikut food tour? Mana bisa. Perizinan ketat. Waktu liburan juga singkat. Tidak mungkin dihabiskan hanya untuk menjelajah kuliner dari satu tempat ke tempat lainnya. Apalagi ditambah dengan dompet santri yang pas-pasan, semuanya semakin terasa sulit digapai.

Namun, orang bijak memandang gelas yang terisi setengah sebagai gelas setengah berisi, bukan setengah kosong. Mereka mampu melihat kelebihan dalam kekurangan; melihat peluang dalam keterbatasan.

Belakangan, saya baru sadar, lingkaran pertemanan saya di Sukorejo ternyata sangat  bermanfaat. Kalau saat SD saya hanya berteman dengan orang-orang sedesa, saat MTs sekecamatan, dan saat SMA berkembang menjadi seprovinsi, maka saya perlu banyak-banyak bersyukur, di bangku perkuliahan, teman-teman saya berasal dari hampir seluruh penjuru Nusantara.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan