Ekologi Pesantren: dari Idealita ke Realita*

87 kali dibaca

Era antroposen merupakan periode baru dalam sejarah geologi yang ditandai dengan dominasi pengaruh manusia terhadap lingkungan. Tentu hal ini membawa tantangan besar bagi berbagai aspek kehidupan manusia. Dalam konteks ini, ekologi pesantren menjadi tema penting untuk dipahami lebih dalam.

Mengingat bahwa pondok pesantren, sebagai lembaga pendidikan Islam tradisional di Indonesia, tidak hanya berfungsi sebagai pusat pembelajaran agama, tetapi juga sebagai agen perubahan sosial yang signifikan. Penduduk pesantren —yang dalam hal ini adalah kiai dan santri— tentu sangat banyak mengetahui bahwa menjaga dan melestarikan berlangsungnya kehidupan di Bumi merupakan tugas utama yang diemban oleh manusia pada fitrahnya. Hal ini sebagaimana tersimpul dalam surat al-Rahman (55) ayat 7-9.

Advertisements

Kajian semacam itu tentu sangat familiar bagi mereka mengingat bahwa tafsir menjadi pembelajaran tersendiri di pesantren. Ilmu yang tidak diamalkan laksana pohon yang tidak berbuah. Ungkapan tersebut menjadi pecut tersendiri bagi para santri untuk mengaplikasikan ilmu yang mereka ketahui. Namun, seiring dengan kemajuan zaman dan perubahan lingkungan global, para santri menghadapi tantangan yang kompleks.

Keterpurukan yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan, perubahan iklim, dan ketidakstabilan lingkungan mengancam keberlangsungan dan keseimbangan kehidupan di banyak komunitas, termasuk pesantren. Kesenjangan yang terjadi antara idealita dan fakta di lapangan sangat nampak dan memicu timbulnya beberapa kemungkinan. Kemungkinan berhasil menjaga keseimbangan lingkungan. Kemungkinan gagal. Dan beberapa kemungkinan lain.

Dari kemungkinan-kemungkinan tersebut kemudian menimbulkan beberapa pertanyaan. Dengan latar keilmuan klasik dan menggunakan kitab kuning sebagai bahan ajarnya, apakah pesantren juga dapat memiliki peran penting dalam keseimbangan Bumi? Adakah bukti bahwa pesantren memang dapat memainkan perannya dalam masalah ekologi? Apakah pesantren dapat mengeluarkan manyarakat dari lingkaran api era antroposen?

Di tengah tekanan ini, konsep jihad —yang sering diartikan sebagai perjuangan dalam mencapai tujuan mulia— mendapatkan dimensi baru dalam konteks ekologi dan keberlanjutan. Kaum santri, sebagai kelompok yang hidup dan berkembang dalam struktur pesantren, turut merasakan dampak dari perubahan tersebut. Maka dalam hal ini, mereka juga harus berjihad untuk menegakkan ekologi. Jihad berbasis lingkungan ini juga menggambarkan upaya imigrasi kaum santri dari keterpurukan era antroposen, baik dalam konteks mobilitas fisik maupun perpindahan ide dan praktik.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan