Sudah hampir setahun, saya rutin pergi ke Rembang, bersama Abah Nasih, bapak ideologis, guru, sekaligus om bagi saya. Abah Nasih adalah panggilan akrab dari Dr Mohammad Nasih al-Hafidz, pendiri Pondok Pesantren dan Sekolah Alam Nurul Furqon atau yang lebih dikenal dengan Planet Nufo yang terletak di Desa Mlagen, Pamotan, Rembang, Jawa Tengah.
Kami pergi ke Rembang hampir dua kali dalam seminggu, setiap hari Senin dan Jumat. Terkadang berangkat pagi hari, terkadang juga siang hari. Menginap semalam dan esok siangnya sudah pulang ke Semarang.
Dahulu, ketika saya belum bisa menyetir mobil, Abah-lah yang menyetir mobilnya sendiri, pulang dan pergi. Kini, saat saya sudah bisa menyetir mobil, kami bergantian pegang kemudi. Kadangkala saya yang berangkat dan Abah yang pulang, begitupun sebaliknya. Tak terhitung berapa kali kami melakukan perjalanan, juga pelajaran yang didapat. Karena setiap perjalanan selalu memberikan pelajarannya masing-masing.
Kami melakukan perjalanan ke Rembang dengan mengendarai sebuah mobil perang, begitu Abah Nasih menyebut mobilnya. Memang, mobilnya hanyalah mobil keluarga seperti mobil yang lainnya, akan tetapi fungsinya seperti mobil yang digunakan untuk berjihad.
Bayangkan, mobil mana di dunia ini yang sanggup membawa kandang ayam beserta ayamnya, membawa kambing beserta glung-nya, membawa maggot beserta medianya, dan masih banyak yang lainnya.
Ya, Abah Nasih lebih mementingkan fungsi dari sebuah kendaraan. Tidak seperti orang kebanyakan yang lebih mementingkan penampilan dan kenyamanan kendaraannya. Itulah, salah satu kesederhanaan Abah Nasih yang selalu diterapkan dan diajarkan kepada anak-anak ideologisnya.