Aku Berlibur Maka Aku Ada

317 views

“Jarak itu sebenarnya tak pernah ada. Pertemuan dan perpisahan dilahirkan oleh perasaan.” (Joko Pinurbo)

Demikian sepintas potongan larik puisi–dikutip dari buku kumpulan puisi berjudul “Celana Pacar Kecilku di Bawah Kibaran Sarung” –salah seorang penyair terkemuka, Joko Pinurbo. Jauh dan dekat, begitupun lama dan singkat, menurutnya tidak pernah ada. Rentang jarak dan waktu sejatinya tercipta oleh perasaan semata.

Advertisements

Lama dan jauh hanyalah sebutan bagi apa pun yang ditempuh dengan rasa berat dan terpaksa. Bukankah satu jam mengaji rasanya lebih lama dari seharian berlibur?

Demikian pula dekat dan singkat, sekadar kata untuk mendeskripsikan kesukahatian dalam melintasi sebuah ruang sela. Betapapun jarak tempuh yang jauh dan waktu yang panjang, jika dijalani dengan bahagia maka akan terasa dekat dan sangat singkat. Itu faktanya.

Tak aneh bila banyak teman yang tetiba uring-uringan setiap menjelang usai liburan pesantren sembari bertanya-tanya: mengapa hari-hari saat liburan (seakan) lebih singkat dari biasanya? Jawabannya adalah karena semua berlibur dengan perasaan dan hati senang. Sesederhana itu.

Sebaliknya, mengapa menunggu liburan tiba terasa begitu lama? Apakah berarti karena ketidaksenangan terlebih pada serangkaian kegiatan dan ketidakbebasan (di) pesantren?

Pertanyaan tersebut mengingatkan penulis akan alasan mengapa dalam Al-Qur’an (surah al-Hajj ayat 47) disebutkan satu hari di dunia setara dengan seribu tahun di akhirat. Hemat sebagian mufasir, hal itu disebabkan ketakutan dan peliknya siksaan yang tidak satu pun bisa menghadapinya dengan tentram (Tafsir al-Wasith). Dan mungkin saja perihal pertanyaan di atas sama. Karena ketidaknyamanan dan ketidakbetahan di pesantren semua menjadi bak slow motion, seakan melambat dan tak kunjung sampai. Mengaji yang satu jam lebih lama dari bersantai yang kendati seharian.

Mengalahkan jarak dan waktu, menyebrangi hari-hari dengan bermacam aktivitas dan kesibukan memang membutuhkan ketabahan. Terlebih lagi bila menjalaninya dengan rasa tidak suka ataupun tidak rela. Itulah sebabnya mengapa dalam ajaran Filsafat Timur, tatkala seseorang berhasil menaklukkan keinginan, memadamkan gejolak emosi dan meredam gelombang nafsu, berarti ia merupakan pribadi yang hebat.

Halaman: First 1 2 3 ... Next → Last Show All

Tinggalkan Balasan