Hafiz Al-Qur’an, Bukan Cuma Soal Hafalan

Dalam tulisan ini, saya menanggapi dua artikel yang membahas dinamika hafalan Al-Qur’an. Artikel pertama, “Quo Vadis Hafalan Al-Qur’an”, menyoroti isu niat dan kualitas hafalan para hafiz dewasa ini. Artikel kedua, “Catatan Kecil terhadap Quo Vadis Hafalan Al-Qur’an”, mencoba memberikan apresiasi sekaligus menunjukkan pentingnya validitas data ilmiah sebelum membangun argumen besar. Diskusi seperti ini, menurut saya, sangat diperlukan. Saya ingin menambahkan sedikit ulasan dari sudut fikih, ushul fikih, dan tafsir.

Dimensi Penjagaan Al-Qur’an

https://www.instagram.com/jejaringduniasantri/

Allah menegaskan dalam QS. Al-Hijr: 9—“Innā naḥnu nazzalnā al-dzikra wa innā lahu laḥāfiẓūn”—bahwa Al-Qur’an akan terjaga keotentikannya. Secara tekstual, ini deklarasi dari Allah. Namun, pada level implisit, ayat ini juga mengisyaratkan umat Islam turut aktif menjaga Al-Qur’an, salah satunya melalui hafalan.

Penegasannya terlihat dari, pertama, pilihan dan susunan diksi dalam ayat yang memuat penekanan penjagaan otentisitas Al-Qur’an. Kedua, sejarah, di mana Nabi Muhammad SAW beserta para sahabat menjaga Al-Qur’an lewat hafalan agar keasliannya terpelihara

Hukum Hafalan Al-Qur’an

Dalam fikih, tidak ditemukan alasan Islam memberi perintah sia-sia, apalagi berkaitan dengan kitab suci. Merujuk Mausu‘ah Fiqhiyyah (17/325), menghafal Al-Qur’an dikategorikan sebagai fardhu kifayah. Artinya, kewajiban ini tidak harus diemban setiap individu, tetapi cukup dipenuhi oleh sebagian kelompok dalam masyarakat.

Imam as-Suyuti, dalam al-Itqan fi ulum al-Qur’an, menambahkan, jumlah hafiz idealnya mencapai derajat tawatur—yaitu jumlah yang mustahil bersatu untuk berdusta. Dengan demikian, eksistensi para hafiz merupakan unsur integral dalam konstruksi sistem penjagaan Al-Qur’an. Tanpa mereka, orisinalitas Al-Qur’an akan sangat terancam.

Konsep Fardhu Kifayah

Fardhu kifayah adalah tanggung jawab kolektif. Penjelasan dalam kitab Ghayatul Wushul  fi ilm al-ushul menyatakan bahwa awalnya tanggung jawab melekat pada semua, namun gugur jika sudah ada yang menunaikan. Contohnya, seperti pengurusan jenazah. Hal ini juga berlaku dalam konteks menghafal Al-Qur’an; ketika beberapa orang sudah benar-benar menjalankan amanat hafalan, kewajiban terhadap yang lain menjadi gugur.

Halaman: 1 2 Show All

One Reply to “Hafiz Al-Qur’an, Bukan Cuma Soal Hafalan”

  1. Ustaz Adi Hidayat menjelaskan bahwa tidak semua penghafal Al-Quran akan mendapatkan kemuliaan. Ada tiga jenis penghafal Al-Quran nenurut UAH:

    1. Penghafal Al-Quran yang Zalim: Mereka yang menghafal Al-Quran tetapi perilakunya menyimpang dari ajaran Al-Quran itu sendiri.
    2. Penghafal yang Belum Bisa Mengamalkan Al-Quran: Mereka yang menghafal Al-Quran hanya untuk kepentingan diri sendiri dan belum bisa mengamalkan ajaran Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
    3. Penghafal dan Pengamal Al-Quran: Mereka yang tidak hanya menghafal Al-Quran tetapi juga mengamalkan ajaran Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Inilah jenis penghafal Al-Quran yang sejati dan akan mendapatkan kemuliaan dunia dan akhirat.

Tinggalkan Balasan