Santri dan Ragam Islam Kota Industri

50 views

Ketika masih berada di pesantren, kita pasti sepakat bahwa keimanan seorang santri sedang berada di posisi yang cukup kokoh. Namun, ukuran keimanan seorang santri bukanlah ketika berada di pesantren. Di pesantren, ‘penjaga’ iman itu banyak. Justru, kadar kesantrian seorang santri yang sesungguhnya adalah ketika santri sudah memutuskan untuk mengakhiri masa studinya di pesantren, dan mulai melakukan kegiatan di dunia luar. Ibarat seekor burung yang bertahun-tahun betah hidup di sangkar, kini memutuskan untuk terbang ke hutan. Jangankan ke hutan, terbangnya pun mungkin belum semahir kawan-kawannya yang lain.

Begitupun yang dialami penulis ketika memutuskan untuk memulai lembaran baru dalam kehidupan di masyarakat. Setelah berpamitan dan sowan pada kiai di Pondok Pesantren Nurul Hidayah Al-Falah, penulis memutuskan melanjutkan studinya pada jenjang sarjana di UIN Sunan Ampel Surabaya. Beranjak dari kota kecil macam Mojokerto, dengan bekal hidup di lingkungan pesantren selama kurang lebih 6 tahun, menuju kota Surabaya. Sebuah kota yang dijuluki sebagai Ibu kota kedua, tentu hal ini membuat penulis berkali-kali mengalami shock culture yang cukup ekstrem.

Advertisements

Surabaya dikenal sebagai kota Industri terbesar kedua di Indonesia, setelah Jakarta. Hal ini membuat Surabaya memiliki demografi penduduk yang sangat plural, karena sebagian besar penduduknya adalah perantauan. Kondisi ini membuat santri (dalam hal ini penulis), mengalami lompatan yang cukup besar, dari lingkungan yang cukup homogen selama bertahun-tahun.

Tantangan yang harus diterima penulis selama hidup di Surabaya bagai berjalan di antara dua jurang yang cukup dalam. Jurang pertama adalah gemerlapnya kota metropolitan yang penuh dengan pergaulan bebas, dunia malam, dan kerasnya kehidupan sosial. Jurang kedua adalah makin banyaknya penulis berjumpa dengan orang-orang yang memiliki pemahaman agama yang berseberangan dengan keyakinan penulis.

Bagi penulis, jurang kedua nampak lebih mengerikan dibanding jurang yang pertama. Karena jurang kedua ada wilayah abu-abu. Titik permasalahannya adalah keyakinan yang sifatnya debateable. Makin bias kebenaran yang diyakini penulis dengan kebenaran yang diyakini oleh jurang kedua ini membuat level kengerian untuk jatuh di dalamnya menjadi semakin besar. Tantangan yang diterima penulis adalah bagaimana mampu mempertahankan apa yang selama ini ia yakini, dengan tetap bergaul dan bereputasi baik diantara para penghuni jurang kedua ini.

Halaman: First 1 2 3 Next → Last Show All

One Reply to “Santri dan Ragam Islam Kota Industri”

Tinggalkan Balasan