Dalam dunia tasawuf, manusia terdiri dari dua substansi, yaitu substansi yang bersifat materi (badan) dan substansi yang bersifat immateri (jiwa), dan hakikat dari manusia adalah substansi immaterialnya. Ketinggian dan pengetahuan tentang hakikat kesempurnaan (cinta Ilahiyah) yang menentukan hakikat kemanusiaannya.
Sepanjang sejarah Islam, pembahasan tentang cinta sudah mewarnai khazanah pemikiran umat Islam. Teori cinta menempati posisi yang tidak kalah penting dari diskursus lainnya, dikarenakan dalam diskursus tentang cinta tidak hanya membicarakan relasi antara manusia dengan manusia, akan tetapi perbincangan relasi antara manusia dengan pencipta maupun alam semesta.
Jalaluddin Rumi, yang merupakan salah satu tokoh sufi, kemudian hadir mengenalkan gagasan tentang cinta. Sufisme Jalaluddin Rumi dianggap sebagai gagasan yang sangat berbeda dengan gagasan sufi lainnya pada zamannya, karena kebanyakan sufi-sufi terdahulu cenderung mengungkapkan metafisik dan maqamat. Ini berbeda halnya dengan Rumi, yang pemikiran sufismenya memiliki nuansa tersendiri yang tertuang dalam bentuk sajak dan syair, sehingga ia dikenal dengan jalan sufinya sebagai jalan cinta (mistikus cinta).
Rumi dalam mendefiniskan cinta berbeda dengan sufi lainnya. Rumi menganggap cinta sebagai kecenderungan rasa kepada sesuatu secara total. Ia lebih mementingkan cinta daripada diri sendiri, mempunyai sikap sukarela yang dipengaruhi oleh ketertarikan terhadap yang dicintai.
Cinta dalam gagasan Rumi mengedepankan untuk hidup harmoni dengan prinsip perdamaian dan toleransi. Dengan prinsip-prinsip yang demikiran, akan membuka jalan menuju gerbang ke-Ilahi-an untuk menuju cinta yang sejati.
Dalam pandangan Rumi, cinta sebagai dimensi pengalaman rohani sepenuhnya mengendalikan keadaan batin dan psikologis sufi. Ia tidak dapat dijelaskan melalui kata-kata, tetapi hanya dapat dipahami melalui pengalaman.
Konsep cinta Rumi merupakan jalan untuk menuju kesempurnaan. Ia mmerupakan jalan untuk membersihkan diri sehingga mengantarkan manusia sampai kepada Tuhan. Pengalaman cinta melampaui semua bentuk kata-kata, ungkapan konsep, dan pemikiran. Cinta justru menjadi pengalaman maha indah yang lebih nyata dari semesta dan memiliki kekuatan dahsyat yang menakjubkan. Kekuatan cinta inilah yang mengantarkan seorang pecinta melabuhkan kepasrahan utuh secara menakjubkan kepada Tuhan, sang kekasih abadi.