KEPADA IBU
awal mulanya ialah Cinta
maka di dalam rahim aku pernah berada
di sanalah surga tempatku bermukim kali pertama
sebelum terlempar keluar mencecap dosa dan derita.
ibu, mesti dengan apa kutadah sedihmu?
tangismu menjadi mata air bagi mataku.
kuingin kau selalu tersenyum
dari sanalah dapat kucium harum nujum.
siapakah yang mampu mendenyutkan jantung?
selain Cinta yang mengurat di setiap relung.
kaulah kesabaran yang terus menerus bergetar
pada setiap denyut dan debar di sekujur kelenjar.
kaulah sepasang lengan yang membentangkan pelukan
kedalaman palung tempatku selalu kau ijinkan pulang
entah aku sebagai pemenang atau pun pecundang.
terimakasih, ibu
telah kau ajarkan padaku bahasa paling hakiki
bahasa yang dirahasiakan Illahi
pada lidah para nabi.
ibu, masih sempatkah aku berucap maaf?
sebab nama akan lekas terpahat pada epitaf.
ini tubuh hanya sebongkah benda rapuh
usia hanya sebaris angka lekas punah
izinkan aku mohon ampun dan bersimpuh
sebelum tubuh rubuh tersekap tanah.
Yogyakarta, Desember 2021.
KEPADAMU AKU
kepadamu aku bernyanyi
dengan bunyi maupun sunyi.
rindu merdu bertilawah
sesyahdu angin mendesah
dari jantung gunung ke lembap lembah.
kepadamu aku bermunajat
dengan lafaz khidmat setiap rakaat.
demi Langit juga demi Laut
demi Cinta yang tak mampu kusebut
namun berdenyut-denyut selembut Maut.
Yogyakarta, Desember 2021.
YANG LUPUT KUPAHAMI
sering kali luput kupahami
hujan yang tetiba berhenti
tak selalu menjanjikan pelangi.
begitu pula jiwa manusia,
meski disepuh doa-doa, dibasuh oleh cinta
tak lantas terbebas dari noda dosa dan derita.
mengapa aku mesti berlama-lama