Seiring perkembangan zaman yang serba canggih saat ini, banyak media yang mempermudahkan anak-anak untuk belajar. Namun, jarang dari mereka tidak bisa mengambil hikmahnya.
Media internet yang kadang kala hanya dijadikan tempat bermain online tanpa batas, hingga lupa akan pelajaran sekolah maupun lupa untuk waktunya mengaji. Namun, budaya mengaji di musala-musala atau langgar-langgar kecil maupun di masjid harus selalu dilestarikan.
Ini sebagai bentuk tanggung jawab moral guru-guru ngaji yang sudah meluangkan waktunya dan tenaga demi mengajarkan anak-anak ngaji. Sehingga, ilmu agama di dalam diri anak-anak tetap ada meskipun gempuran media sosial yang marak saat sekarang ini.
Musala Al-Ikhlas adalah salah satu surau yang berada di Dusun Ponggul, Desa Aengdake, Kecamatan Bluto, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur. Musala Al-Ikhlas berdiri sekitar 1993. Musala ini didirikan oleh Abi Ahmad dan Umi Hindun sebagai guru ngaji dan sesepuh sampai saat ini.
Dulu, musala ini didirikan dengan niatan sebagai tempat ibadah masyarakat sekitar. Namun, ada saja musafir maupun masyarat dari daerah lain yang salat di musala ini.
Dari tahun ke tahun jumlah anak ngaji yang mengaji di Musala Al-Ikhlas ini terus bertambah. Awalnya hanya putra dari Abi Ahmad dan Umi Hindun yang mengaji, terus diikuti oleh anak-anak dari kerabat dekat. Hingga, keberadaan musala ini menarik perhatian masyarakat sekitar. Pada akhirnya, banyak masyarakat setempat menitipkan anaknya ke Abi dan Umi untuk diajarkan mengaji.
Dari mulanya hanya satu dua tiga anak yang ngaji, sekarang bertambah banyak. Sudah ada puluhan yang mengaji di musala ini dengan usia anak yang bervariasi. Ada yang masih PAUD, ada juga yang sudah SMA ada. Mayoritas anak-anak yang sudah lulus SMA berhenti mengaji di musala ini dengan alasan ada yang kuliah dan ada yang bekerja di luar kota atau berkeluarga.
Abi dan Umi tidak menyangka dipercayai masyarakat sekitar untuk mengajarkan anak-anak mereka mengaji. Abi dan Umi tidak pernah meminta balasan dari siapapun maupun dari orang tua murid anak-anak ngaji. Abi dan Umi hanya mengharapkan rida dan pahala dari Allah, serta berkah dari Al-Qur’an kelak di akhirat.