Di sebuah laboratorium Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, seorang dosen muda menjelaskan penelitiannya tentang material energi terbarukan. Siapa nyana, dia adalah Dr Fahrizal Yusuf Affandi, alumnus Pesantren Al-Muawanah Bogor, Jawa Barat, yang kini menjadi salah satu ilmuwan muda terbaik Indonesia. Kisahnya bukan anomali, melainkan cermin dari tradisi panjang pondok pesantren yang melahirkan intelektual dan ilmuwan Nusantara.
Narasi populer sering memisahkan dunia pesantren dari sains modern. Pesantren dicitrakan sebagai institusi yang hanya mengajarkan kitab kuning dan ritual keagamaan. Padahal, jejak historis membuktikan bahwa pesantren memiliki peran signifikan dalam mencetak tokoh-tokoh sains dan intelektual yang membentuk peradaban bangsa ini.

Akar Tradisi Keilmuan Pesantren
Sejak awal kemunculannya di Nusantara, pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama. Pesantren Ampel Denta yang didirikan Sunan Ampel di abad ke-15 telah mengintegrasikan astronomi untuk penentuan waktu salat dan arah kiblat. Ini adalah bentuk sains terapan yang diajarkan bersamaan dengan kajian Al-Quran dan hadis.
KH Hasyim Asy’ari, pendiri Pesantren Tebuireng dan Nahdlatul Ulama (NU), memahami pentingnya pengetahuan umum. Ia mengajarkan santrinya untuk tidak hanya menguasai kitab klasik, tetapi juga memahami perkembangan zaman. Visinya melahirkan generasi ulama yang melek sains dan mampu berdialog dengan modernitas.
Tradisi ini berlanjut hingga kini. Pesantren Modern Gontor, yang didirikan tahun 1926, menerapkan sistem pendidikan yang mengintegrasikan agama dan sains. Alumni Gontor tersebar di berbagai universitas terkemuka dunia, termasuk Harvard, Oxford, dan Al-Azhar. Mereka menjadi dosen, peneliti, dan pemimpin dalam berbagai bidang keilmuan.
Santri di Garda Depan Sains
Data dari Kementerian Agama menunjukkan saat ini ada lebih dari 42 ribu pesantren di Indonesia dengan 4,2 juta santri. Yang menarik, survei menunjukkan bahwa santri yang melanjutkan ke perguruan tinggi memiliki performa akademik yang kompetitif, terutama di bidang matematika dan logika.
Dr Fahrizal Yusuf Affandi tersebut adalah contoh nyata. Setelah mondok di Al-Muawanah, ia melanjutkan studi ke Institut Teknologi Bandung (ITB) dan meraih gelar doktor di bidang material science. Penelitiannya tentang nanomaterial untuk energi hijau mendapat pengakuan internasional. Baginya, pondok pesantren membentuk karakter disiplin dan keingintahuan intelektual yang menjadi modal utama riset ilmiah.
